Suku Terasing di Pedalaman Amazon Serang Pembalak Liar dengan Panah dan Busur, Tak Ingin Tanah Leluhur Mereka Diganggu
Para aktivis mengatakan, suku Mashco Piro sedang dikepung aktivitas penebangan kayu.
Anggota kelompok masyarakat adat yang tidak pernah bersentuhan dengan dunia luar menyerang para pembalak liar dengan busur dan anak panah di hutan Amazon Peru. Dalam konfrontasi ini, satu orang dilaporkan terluka, menurut organisasi masyarakat adat setempat.
Insiden ini terjadi hanya beberapa pekan setelah lebih dari 50 pria dan anak laki-laki dari suku terasing yang dikenal sebagai Mashco Piro muncul di sebuah pantai di Amazon Peru.
- Pria Ini Unggah Momen Beli Es Batu di Pedalaman Papua Pegunungan, Harganya Bikin Tercengang
- Ke Suku Pedalaman Talang Mamak, Polri Tegaskan Peran Perempuan di Pilkada Penting
- Hidup Nomaden dan Bergantung Pada Alam, Ini Fakta Menarik Suku Sakai dari Pedalaman Riau
- Maling Bersenjata Api Sabet Perut Warga Tangsel dengan Celurit Setelah Dipergoki Curi Motor
Para aktivis mengatakan, suku Mashco Piro sedang dikepung aktivitas penebangan kayu – baik ilegal maupun legal – dan bentrokan terbaru ini kemungkinan akan meningkatkan seruan kepada pemerintah untuk akhirnya melakukan demarkasi wilayah leluhur mereka setelah konflik bertahun-tahun.
“Ini adalah keadaan darurat permanen,” kata Teresa Mayo, peneliti Peru untuk Survival International, sebuah LSM yang mempromosikan hak-hak masyarakat adat, yang merilis gambar Mashco Piro bulan lalu.
“Zona ini sangat tegang. Semua orang di sana merasa takut,” katanya tentang kawasan di mana konsesi penebangan kayu berbatasan dengan cagar alam Madre de Dios seluas 829.941 hektar, yang merupakan kawasan lindung tempat tinggal suku tersebut, dikutip dari The Guardian, Selasa (13/8).
Insiden ini terjadi di kamp pembalakan liar di luar cagar alam di sepanjang Sungai Pariamanú pada 27 Juli. Diduga ada dua pembalak liar lainnya tewas, namun laporan ini belum jelas dan terverifikasi. Belum diketahui apakah ada anggota suku Mashco Piro yang tewas dalam insiden tersebut.
Organisasi Masyarakat Adat regional Fenamad, yang mewakili 39 komunitas di wilayah Cusco dan Madre de Dios di Peru, melaporkan kejadian tersebut dan mengatakan bahwa kejadian tersebut memberikan bukti kepada pemerintah Peru.
Ancaman Kekerasan dan Penyakit
Teresa Mayo mengatakan konflik ini terjadi di wilayah hutan hujan yang diakui pemerintah sebagai kawasan Mascho Piro, namun belum secara formal dilindungi. Wilayah ini berada di dalam "daerah perluasan" yang diminta organisais masyarakat adat ditambahkan ke dalam daftar cagar alam terbaru.
"Tanah mereka diserang pembalakan liar dan penyelundup narkoba, jadi untuk melindungi nyawa mereka, mereka menyebar ke daerah lain," jelas mantan presiden Fenamad, Julio Cusurichi.
Selain ancaman kekerasan, orang-orang dari suku ini mempunyai pertahanan imunologi yang sangat lemah terhadap penyakit, seperti flu biasa.
Cusurichi meminta pemerintah Peru segera mengambil tindakan "untuk memperluas dan mengakui cagar alam (masyarakat adat) dan memastikan tidak ada kematian”.
Para aktivis mengatakan Mashco Piro mungkin merupakan kelompok “terisolasi” terbesar di dunia, yang berjumlah lebih dari 750 orang. Kementerian Kebudayaan Peru memperkirakan jumlah anggotanya sekitar 400 orang.
Peru memiliki 25 suku yang hidup terisolasi, jumlah tertinggi kedua di Amazon, setelah Brasil. Mereka saat ini dilindungi di tujuh cagar alam yang mencakup lebih dari 4 juta hektar hutan hujan.