Survei: Tentara Israel Makin Lelah dengan Perang, Ingin Mundur dari Militer karena Gaji Kecil
Survei: Tentara Israel Makin Lelah dengan Perang, Ingin Mundur dari Militer karena Gaji Kecil
Militer Israel sedang berada dalam kondisi mengkhawatirkan di tengah perang.
- Militer Israel Gelisah Karena Tingginya Jumlah Tentara Brigade Golani Tewas di Gaza
- Survei: Warga Yahudi Israel Setuju Militer Tak Perlu Patuhi Hukum Internasional dan Nilai Moral Saat Berperang di Gaza
- Militer Israel Sebut Akan Perangi Hamas Sampai 5 Tahun, Akui Perlawanan Menjadi Lebih Lama dan Sulit
- Militer Israel Akui Tembak Mati Tiga Tawanan Israel di Gaza karena Dikira Ancaman
Survei: Tentara Israel Makin Lelah dengan Perang, Ingin Mundur dari Militer karena Gaji Kecil
Sebuah survei yang dilakukan Direktorat Sumber Daya Militer Israel dan dipublikasi di portal berita Ynet pada 31 Mei menyatakan ada kondisi mengkhawatirkan dengan makin banyak tentara yang ingin keluar dari militer.
Menurut jajak pendapat itu, 42 persen responden masih bersedia melanjutkan karirnya di militer, sementara pada Agustus tahun lalu angka itu berada di 49 persen.
Penurunan ini seiring dengan perang di Gaza yang sudah berlangsung selama delapan bulan dan militer Israel belum mencapai tujuannya. Kondisi ini cukup mengejutkan bagi sejumlah pejabat militer senior, kata Ynet, seperti dilansir the Cradle, Jumat (31/5).
"Penurunan motivasi ini didukung oleh faktor lain yaitu: meningkatnya sejumlah tentara yang menghubungi departemen purnawirawan di saat perang," kata media berbahasa Ibrani itu.
Dalam survei yang sama, para tentara itu juga ditanya mengenai gaji mereka. Hanya 30 persen yang menyatakan cukup puas dengan gaji mereka
sementara ada 60 persen pekerja swasta yang menjawab puas dengan upah mereka.
Kondisi jomplang ini kian membuat marah dan frustrasi para tentara.
Survei itu juga menegaskan para tantara sudah kelelahan dengan perang dan frustrasi dengan dampak perang ini bagi keluarga mereka. Baik tantara laki-laki dan perempuan mengeluhkan hal yang sama: mereka jarang bertemu dengan keluarga dan kompensasi yang mereka terima tidak memadai sementara tugas mereka berat dan cukup memakan Waktu.
Tak hanya itu, survei juga mengungkap faktor lain yang berkontribusi pada keengganan mereka tetap berada di kemiliteran: mereka merasa tugas mereka di lapangan gagal.
"Perasaan gagal dalam tugas itu menghantui para tentara, dan mereka tidak mau berkarir di organisasi yang gagal," tulis Ynet.
Di bulan yang sama kantor berita Haaretz melaporkan adanya peningkatan jumlah tentara yang ingin bunuh diri. Sejak 7 Oktober setidaknya sudah ada 10 tantara bunuh diri.
Sejumlah pejabat militer juga merasa amat terpuruk karena kegagalan mereka mencegah Operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober
yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina Hamas.
Bulan lalu Kepala Direktorat Intelijen Militer Aharon Haliva mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa gagal dalam tugasnya.