Asal Usul Nama Cawang, Ternyata dari Nama Tuan Tanah
Pada abad ke-18, Cawang merupakan salah satu wilayah milik Pieter van de Velde, yang menguasai sejumlah daerah di Batavia.
Nama Cawang bermula dari Entji Awang, bawahan Wan Abdoel Bagoes, seorang Kapitan Melayu.
Menurut Frederik de Haan dalam Oud Batavia Volume I, Kapitan Melayu menduduki posisi yang penting dalam menjalin relasi dengan penguasa-penguasa lokal sebagai perantara VOC di wilayah koloni.
- MA Bentuk Tim Usut Mantan Pejabat PN Surabaya Inisial R yang Atur Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur
- Mengenal Sosok Hubertus Van Mook, Politikus Era Kolonial Belanda Penganut Paham Liberal
- Menguak Sejarah di Balik Pembangunan Benteng Van Der Wijk Kebumen, Antisipasi Terjadinya Perang Jawa Kedua
- Kaesang Minta Warga Tak Panggil Dirinya Gibran: Saya Lebih Ganteng
Oleh karena itu, Kapitan Melayu memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan mempunyai bawahan.
Entji Awang, dibiarkan tinggal bersama pasukannya di daerah yang sekarang dinamai Cawang. Penamaan ini dirujuk dari nama Entji Awang. Pada abad ke-18, Cawang merupakan salah satu wilayah milik Pieter van de Velde, yang menguasai sejumlah daerah di Batavia.
Setelah kematian Wan Abdoel Bagoes pada 1716, putranya, Wandoellah, menggantikan jabatan Kapitan Melayu selama 16 tahun. Namun, ia digulingkan oleh Gubernur Jenderal Diederik Durven, dicopot secara tidak hormat, dituduh menyalahgunakan wewenang, dan akhirnya dibuang dengan asetnya disita oleh pemerintah.
Tahun 1809
Dan sejak 1809, VOC memutuskan untuk tidak lagi mengangkat Kapitan Melayu.Pada tahun 1835, Johannes Hendricus Bletterman membeli tanah Cawang. Johannes yang merupakan seorang pejabat konsul dagang Belanda di China.
Kemudian ia menikah di Makau pada tahun 1820, dan pensiun pada 1835. Setelah pensiun, Johannes memboyong istri dan anaknya untuk tinggal di Batavia.
“Di sini mereka membeli tanah yang sangat luas. Lahan itu dikelola sebagai penghasil rumput yang bisa dijual kepada para pemilik Delman sebagai makanan kuda. Untuk melancarkan pekerjaannya, Johannes Hendricus Bletterman mempekerjakan banyak budak,” ujar Candrian Attahiyyat, seorang arkeolog, dalam kanal Youtubenya yang berjudul ‘Toean Tanah Tjawang’.
Johannes hanya bisa menikmati kemewahannya di sini selama sepuluh tahun, karena pada 1845 ia wafat. Masa kejayaan keluarga Bletterman berakhir pada 1891, ketika sang anak bungsu, Egbertus Hendricus Bletterman wafat.
Tahun 1891-1903
Sejak 1891 hingga 1903, tempat ini tidak ditinggali dan tidak terurus. Karena lama terbengkalai, banyak warga yang mengira bahwa tanah ini tidak bertuan.
Oleh karena itu, banyak warga Meester Cornelis (kini wilayah Jatinegara) dan Buitenzorg (Bogor) berdatangan ke wilayah ini untuk piknik. Namun tidak berselang lama ada sebuah iklan pemberitahuan di surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, yang menyatakan pertanggal 1 Oktober 1903 warga dilarang rekreasi disini.
Kini kawasan Cawang sudah menjadi salah satu wilayah di Jakarta yang padat penduduk.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti