Kenapa Sukarno Memilih Soeharto?
Presiden Sukarno segera mencari sosok pengganti sementara panglima Angkatan Darat karena Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani diculik.
Setelah pada malam 1 Oktober 1965, Jenderal Ahmad Yani dan jenderal-jenderal lainnya diculik. Pada 2 Oktober 1965, Sukarno segera memanggil para jenderal untuk mencari pengganti Ahmad Yani.
Presiden Sukarno segera mencari sosok pengganti sementara panglima Angkatan Darat karena Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani diculik. Pada 2 Oktober 1965, Sukarno memanggil para jenderal ke Istana Bogor untuk mencari pengganti sementara dan membicarakan persoalan yang memanas pada saat itu.
-
Kapan Try Sutrisno menjadi ajudan Presiden Soeharto? Berkat rekam jejaknya di bidang militer, pada tahun 1974 Try terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto.
-
Apa yang pernah dititipkan Soeharto kepada Sudjono Humardani? Ceritanya pada tahun 1967, Sudjono pernah diberi tugas oleh Soeharto untuk meminjam topeng Gadjah Mada yang disimpan di Pura Penopengan Belah Batu Bali.
-
Kapan Soeharto mendapat gelar Jenderal Besar? Presiden Soeharto mendapat anugerah jenderal bintang lima menjelang HUT Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke-52, tanggal 5 Oktober 1997.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Kapan Titiek Soeharto menjenguk Prabowo Subianto? Dalam keterangan unggahan beberapa potret yang dibagikan, terungkap jika momen tersebut berlangsung pada Senin (1/7) kemarin.
-
Siapa yang menculik Sukarno dan Hatta? Aksi ini dimulai saat para pemuda mendesak Sukarno untuk segera bertindak setelah Jepang menyerah pada sekutu. Sukarno Menolak Permintaan Para Pemuda Untuk Mengobarkan Revolusi dan Melawan tentara Jepang Sempat terjadi ketegangan saat seorang pemuda membawa senjata tajam dan seolah ingin mengancam Sukarno.
Julius Pour dalam G30S: Fakta atau Rekayasa menuliskan kesan Sukarno pada masing-masing calon panglima. Ada 6 kandidat saat itu, yakni: Mayjen TNI Soeharto dianggap keras kepala. Mayjen TNI Moersjid dianggap tempramental. Mayjen TNI Pranoto dinilai lamban.
Lalu, Mayjen TNI Basuki Rachmat kesehatannya sudah tidak fit. Brigjen TNI Rukman dianggap kurang terkenal. Mayjen TNI Ibrahim Adjie memiliki istri orang Yugoslavia.
Suasana pertemuan di Istana Bogor cukup tegang. Pasalnya, di sana juga hadir Marsekal TNI Omar Dhani, yang oleh Angkatan Darat (AD) diduga terlibat dalam peristiwa G30S.
Dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Soeharto mengatakan saat ia sampai di Istana Bogor disana sudah ada Dr. Leimena, Pronoto, Chaerul Saleh, Leo Wattimena, dan Omar Dhani.
Untuk meredakan ketegangan, Bung Karno membuka pembicaraan dengan mengatakan, "Angkatan Darat tidak boleh mencurigai angkatan lain. Omar Dhani telah memberitahu saya bahwa Angkatan Udara tidak tahu-menahu soal peristiwa ini. Saya juga telah mengatakan kepada Omar Dhani bahwa Angkatan Darat tidak terlibat dan sama sekali tidak ikut campur," ungkap Soeharto dalam otobiografinya, menirukan ucapan Sukarno padanya saat itu.
- Dua Isi Pidato Soeharto saat Dilantik Jadi Presiden 20 Maret 1968
- Keluarga Sampaikan Permohonan Maaf Atas Kesalahan Soeharto Selama 32 Tahun jadi Presiden
- Momen Presiden Soeharto Membekukan Ditjen Bea Cukai Karena Maraknya Aksi Pungli
- Ternyata Ibu Tien Soeharto Cuma Mau Diwawancara Pemuda ini, Sosoknya Kini Jadi Capres 2024
Penilaian Sukarno
Sukarno, yang memiliki penilaiannya sendiri terhadap setiap calon panglima, akhirnya memutuskan untuk menunjuk Pronoto sebagai pelaksana tugas harian atau caretaker.
Keputusan ini diambil karena Sukarno menilai bahwa Pronoto adalah satu-satunya jenderal yang bisa diterima oleh kedua belah pihak yang sedang bertikai.
Selanjutnya, Bung Karno mengambil alih kendali Angkatan Darat dengan menempatkan dirinya sebagai pemimpin tertinggi.Sukarno sadar dengan diangkatnya Pronoto sebagai pelaksana harian pasti akan ada perdebatan.
Jika ditinjau dari kelayakan keprajuritannya, Soeharto dan Moersjid lah yang layak untuk mengisi posisi tersebut. Karena Soeharto yang paling senior di antara kandidat lainnya, sedangkan Moersjid adalah satu-satunya deputi Yani yang tersisa.
Orang yang paling kecewa dengan keputusan Bung Karno adalah Soeharto, apalagi ia punya masalah pribadi dengan Pronoto saat keduanya bertugas di Divisi Diponegoro. Sukarno sendiri memang berniat mengganti Pronoto nantinya.
“Nanti kalau suasana sudah tenang, akan aku cari sosok lain,” ungkap Sukarno kepada istrinya, Ratna Sari Dewi dalam suratnya sebagaimana dikutip Julius Pour.
Soeharto yang Sakit Hati
Soeharto menanggapi pengangkatan Pronoto dengan mengatakan, ia akan menyerahkan tanggung jawab keamanan dan ketertiban kepada Pronoto –karena biasanya ia yang mengambil alih komando saat pimpinan Ahmad Yani tidak ada.
Menganggapi Soeharto yang sakit hati, akhirnya Bung Karno berusaha menengahi dan menanyakan bagaimana solusinya. Kendati uring-uringan, Soeharto tetap menawarkan solusi.
"Satu-satunya cara, ialah dengan pidato radio kepada rakyat bahwa saya diberi tugas bertanggungjawab mengenai pemulihan keamanan dan ketertiban oleh Bapak Presiden,” ujar Soeharto.
Akhirnya Bung Karno menyetujuinya dan dengan segera memerintahkan Sabur, pimpinan Cakrabirawa untuk menyiapkan pidatonya yang menjelaskan bahwa ia memberi tugas kepada Jenderal Soeharto mengenai pemulihan keamanan dan ketertiban di samping Jenderal Pronoto sebagai pelaksana harian.
Akhirnya, pertemuan yang memakan waktu empat jam lebih itu pun selesai. Dan Soeharto meninggalkan Istana Bogor dengan membawa sebuah reel pita suara berisi rekaman pidato Presiden Soekarno yang dibuat di Istana.
Megawati Sukarnoputri mengungkapkan kepada Willem Oltmans, seorang jurnalis Belanda yang menulis buku Mijn Vriend Sukarno, ia pernah bertanya kepada ayahnya, Soekarno, mengapa beliau menuruti keinginan Soeharto. Pertanyaan itu dijawab oleh Soekarno.
”Ah, dia begitu menginginkannya," ujar Soekarno, seperti yang ditirukan Megawati kepada Willem Oltmans dalam Mijn Vriend Sukarno.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti