Doa Mengembalikan Santet Kepada Pengirimnya, Mohon Pelindungan dari Energi Negatif
Doa mengembalikan santet kepada pengirimnya diamalkan sebagai bentuk kewaspadaan dan upaya mencari ketentraman batin.
Doa mengembalikan santet kepada pengirimnya muncul dari kekhawatiran terhadap praktik-praktik mistis yang dianggap membahayakan. Meski keberadaan santet masih diperdebatkan secara ilmiah, banyak orang merasa perlu memohon perlindungan sebagai bentuk kewaspadaan dan upaya mencari ketentraman batin.
Santet, sebuah bentuk kejahatan spiritual yang kerap kali diselimuti mitos dan ketakutan, dapat menyerang siapa saja tanpa peringatan. Dalam situasi seperti ini, banyak orang merasa perlu untuk melindungi diri mereka dari pengaruh negatif yang mungkin datang dari orang-orang di sekitar mereka.
-
Kapan doa menjenguk orang sakit sebaiknya dibaca? Saat menjenguk, membaca doa dan memberikan dukungan moral juga sangat dianjurkan, karena kehadiran kita diharapkan dapat menenangkan dan memberi semangat kepada pasien.
-
Bagaimana cara doa membantu meredakan batuk? Doa ini berfungsi sebagai bentuk ikhtiar yang menyeimbangkan usaha fisik dengan upaya spiritual, menumbuhkan rasa syukur dan kesabaran dalam menghadapi ketidaknyamanan.
-
Bagaimana cara mengamalkan doa penyembuh segala penyakit? Seperti dijelaskan beberapa doa ini memiliki lafal bacaan yang singkat sehingga mudah untuk diamalkan.
-
Kapan doa menghilangkan kesedihan dipraktikkan? Melansir dari Dream dan beragam sumber, Selasa (16/1) berikut adalah doa menghilangkan kesedihan untuk dipraktikkan.
-
Apa yang dimaksud dengan doa penyembuh segala penyakit? Doa-doa ini memuat permohonan akan kesembuhan sekaligus pujian kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Islam sendiri juga menyebutkan tentang masalah ini, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut pernah mengalaminya. Dalam artikel berikut ini, kami akan menyampaikan bagaimana bacaan doa yang diamalkan ketika kita mendapat gangguan berupa santet.
Doa Mengembalikan Santet Kepada Pengirimnya
Santet, atau sihir, juga pernah muncul di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, sihir di zaman Nabi ini dialami oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Dilansir dari rumaysho.com, surat Al-Falaq dan An-Naas turun karena peristiwa ini.
Adalah Labid bin Al-A’sham Al-Yahudi, orang yang menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tali busur dengan sebelas ikatan. Allah memberitahukan tentang sihir tersebut dan menjelaskan tempatnya. Lalu dihadirkanlah ikatan tadi di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diperintahkan membaca bacaan perlindungan (ta’awudz) dengan menyebut surat Al-Falaq dan An-Naas. Ketika dibacakan satu ayat, dari kedua surah tadi, lepaslah satu ikatan, lalu terasa ringan, hingga terlepas seluruh ikatan. Lalu beliau berdiri dalam keadaan bersemangat setelah terlepas dari seluruh ikatan.” (Tafsir Al-Jalalain).
Di dalam Aysar At-Tafaasir disebutkan bahwa Labid bin Al-A’sham Al-Yahudi pernah menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian turunlah surat Al-Falaq dan surat An-Naas. Jibril ‘alaihis salam lantas meruqyah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah memberikan kesembuhan.
Adapun bacaan ruqyah yang dibacakan Jibril ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit tertera pada hadist berikut ini.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Jibril pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau sakit?” Beliau menjawab, “Iya, benar.” Jibril lalu mengucapkan,
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللهُ يَشْفِيْكَ، بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
“BISMILLAAHI ARQIIKA MIN KULLI SYAI’IN YU’DZIIKA, MIN SYARRI KULLI NAFSIN AW ‘AINI HAASIDIN. ALLAAHU YASY-FIIKA BISMILLAAHI ARQIIKA.
(Artinya: Dengan nama Allah aku meruqyahmu, dari segala sesuatu yang mengganggumu, dan dari keburukan penyakit ‘ain yang timbul dari pandangan mata orang yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu).” (HR. Muslim.)
Doa tersebut adalah bacaan untuk mengatasi sihir yang menyerang kita.
Doa Mohon Perlindungan
Selain itu, untuk mengatasi gangguan setan, ada doa lainnya yang biasa diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan bagi Hasan dan Husain, yaitu:
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
“‘Audzu bi kalimaatillahit taammati min kulli syaithonin wa haammatin wa min kulli ‘ainin laammatin
Artinya: (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk).” (HR. Bukhari).
Dalam hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, dulu bapak kalian yaitu Nabi Isma’il dan Ishaq meminta perlindungan pada Allah dengan doa tersebut.
Kisah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Pernah Disihir
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا فَعَلَهُ حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ وَهُوَ عِنْدِي لَكِنَّهُ دَعَا وَدَعَا ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ مَا وَجَعُ الرَّجُلِ فَقَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعِ نَخْلَةٍ ذَكَرٍ قَالَ وَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَجَاءَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ كَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ أَوْ كَأَنَّ رُءُوسَ نَخْلِهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا اسْتَخْرَجْتَهُ قَالَ قَدْ عَافَانِي اللَّهُ فَكَرِهْتُ أَنْ أُثَوِّرَ عَلَى النَّاسِ فِيهِ شَرًّا فَأَمَرَ بِهَا فَدُفِنَتْ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir oleh seseorang dari bani Zuraiq yang bernama Labid bin Al-A’sham, sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam dibuat membayangkan seolah-olah beliau melakukan sesuatu padahal beliau tidak berbuat apa-apa. Sampai pada suatu hari atau pada suatu malam ketika beliau berada di sisiku, tetapi beliau terus berdoa dan berdoa. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Aisyah, apakah kamu tahu bahwa Allah telah memberikan jawaban kepadaku tentang apa yang aku tanyakan kepada-Nya tentang sihir? Ada dua orang yang mendatangiku, satu di antaranya duduk di dekat kepalaku dan yang satunya lagi berada di dekat kakiku.” Lalu salah seorang di antara keduanya berkata kepada temannya, “Sakit apa orang ini?” “Terkena sihir”, sahut temannya. “Siapa yang telah menyihirnya?”, tanya temannya lagi. Temannya menjawab, “Labid bin Al-A’sham.” Ditanya lagi, “Dalam bentuk apa sihir itu?” Dia menjawab, “Pada sisir dan rontokan rambut ketika disisir, dan kulit mayang kurma jantan.” “Lalu, di mana semuanya itu berada?”, tanya temannya. Dia menjawab, “Di sumur Dzarwan.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi sumur itu bersama beberapa orang sahabat beliau. Lalu, beliau datang dan berkata, “Wahai Aisyah, seakan-akan airnya berwarna merah seperti perasan daun pacar, dan seakan-akan kulit mayang kurmanya seperti kepala setan.” Lalu kutanyakan, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau meminta dikeluarkan?” Beliau menjawab, “Allah telah menyembuhkanku, sehingga aku tidak ingin memberi pengaruh buruk kepada umat manusia dalam hal itu. Kemudian beliau memerintahkan untuk menimbunnya, maka semuanya pun ditimbun dengan segera.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan dalam Zaad Al-Ma’ad (4:113-114), “Pasal: Tentang petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengobati sihir ketika beliau disihir oleh seorang Yahudi. Sebagian kalangan mengingkari perihal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir ini. Sebagian mereka menyatakan bahwa tidak pantas hal itu terjadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menyangka bahwa itu suatu kekurangan dan aib. Padahal sejatinya itu bukan kekurangan dan aib karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa saja tertimpa sakit. Sihir ini sama halnya dengan penyakit yang datang. Sihir yang terkena itu sama halnya dengan racun, tak ada bedanya. Ada hadits dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir sampai dibayangkan padanya istrinya itu datang. Padahal kenyataannya tidak demikian. Ini bukan sihir biasa.”
Ibnul Qayyim rahimahullah melanjutkan, “Al-Qadhi ‘Iyadh berkata, “Sihir itu termasuk penyakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sah-sah saja menderita sakit sebagaimana beliau terkena penyakit lainnya. Itu tidak ada yang mengingkari. Hal itu bukanlah cela pada kenabian beliau. Adapun keadaan beliau yang membayangkan melakukan sesuatu padahal beliau tidaklah melakukannya, ini tidaklah menjadi aib dalam hal kemaksuman beliau yang dinyatakan dalam dalil bahkan ijmak (kata sepakat ulama).”