Kisah Pilu Satu Keluarga di Lebak Tinggal di Rumah Nyaris Roboh, Kondisinya Memprihatinkan Tak Kunjung Dapat Bantuan
Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Kondisi rumah Muhanah di Kampung Sampai Kidul, Desa Sukadana, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Banten, amat memprihatinkan. Agar tetap berdiri, rumah ini bahkan sampai harus disangga tiang kayu karena hampir roboh.
Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya. Karena ekonomi yang sulit, ia bersama suami tak bisa berbuat banyak dan menanti uluran tangan pihak terkait.
-
Kenapa liburan keluarga itu penting? Liburan bersama keluarga adalah waktu yang sangat dinantikan oleh banyak orang. Ini adalah kesempatan untuk melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari, mempererat ikatan keluarga, dan menciptakan kenangan indah yang akan dikenang sepanjang hidup.
-
Bagaimana bentuk patung keluarga tersebut? Patung-patung kecil itu terlihat seperti pasangan perempuan dan laki-laki dengan menggendong bayi di pangkuannya.
-
Kapan keluarga itu dibantai? Penggalian di Yaroslavl dari 2005-2006 menyatakan pembantaian itu terjadi pada Februari 1238.
-
Dimana keluarga tersebut tinggal? Para korban tinggal di rumah kontrak karya di Dusun Boro Bugis RT 03, RW 10, Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
-
Mengapa keluarga tersebut dibunuh? Semua mayat pada lokasi ini memiliki tanda bekas pukulan di tengkorak mereka, ini menunjukan pada masanya mayat-mayat tersebut dibunuh secara brutal.
-
Kenapa gadis itu tetap di rumah sakit? Meskipun memenuhi kriteria pemulangan dan permohonannya yang berulang-ulang untuk dibebaskan, dia tetap di sana karena mereka menolak menandatangani dokumen pemulangan.
Selama ini, dirinya sudah mengajukan bantuan perbaikan rumah namun masih belum ada tanggapan. Bahkan, pernah ada yang menjanjikan bantuan renovasi rumah namun ia harus membayar biaya sebesar Rp5 juta yang tentunya amat memberatkan.
Ia bersama keluarganya hanya bisa pasrah, dan berharap rumahnya bisa terus berdiri untuk melindungi keluarga kecil itu. Berikut informasinya.
Sudah Berkali-kali Ajukan Perbaikan ke Pemerintah
Sang suami, Mamit, mengatakan bahwa dirinya telah berkali-kali mengajukan perbaikan rumah kepada pemerintah setempat. Bahkan ia sampai rela bolak-balik, demi mendapat kejelasan.
Sayangnya, upaya tersebut masih nihil dan belum ada respons dari pihak terkait. Mengingat kondisi rumahnya yang masuk kategori tidak layak huni tak kunjung mendapat bantuan perbaikan.
“Sudah coba mengajukan ke pemerintah sampai lima kali, lah, ke pemerintah itu. Ada yang mau ngerehab rumah ini, tapi saya harus bayar Rp5 juta,” terang Mamit, mengutip Youtube SCTV Banten, Senin (9/9).
- Kisah Pilu Keluarga di Aceh Utara Bertahan Hidup di Gubuk Rapuh, Atapnya dari Daun dan Dindingnya Berlubang
- Nasib Pilu Kakak Beradik Tinggal Sebatang Kara Ditinggal Ortu, Hidup Berdua di Gubuk Tak Layak Huni
- Satu Keluarga Tertimpa Tembok Runtuh di Jaksel Saat Lagi Tidur, Empat Orang Terluka
- Anak Durhaka, Pukuli Ayah yang Sudah Pikun karena Sering Pergi Sendirian sampai Kadang Hilang
Mengandalkan Hasil Pertanian untuk Bertahan Hidup
Untuk bertahan hidup, mereka hanya bisa mengandalkan hasil pertanian yang tidak seberapa. Itupun, lahan yang digarap merupakan milik orang lain.
Untuk bisa bertahan hidup, keluarga tersebut bahkan sampai harus rela berutang kepada tetangga. Ini karena hasil dari menggarap lahan tidak cukup untuk membiayai makan keluarganya.
“Saya tinggal di sini bertiga, bersama istri dan satu anak. Kalau sehari-hari Cuma bekerja di sawah saja,” katanya.
Rumah Harus Disangga Tiang
Jika dilihat, kondisi rumah yang mereka tempati sangat jauh dari kata layak. Bagian dinding masih menggunakan bilik bambu, kondisinya pun rapuh.
Belum lagi kayu-kayu sebagai penopang juga dalam kondisi hampir patah juga mengalami pelapukan. Agar rumahnya tidak roboh, dinding bangunan semi permanen itu harus disangga menggunakan tiang kayu.
Lalu lantainya juga beralas tanah ala kadarnya, dengan kondisi yang kotor terlebih saat musim penghujan.
Saat Hujan Harus Mengungsi ke Rumah Tetangga
Mirisnya, Muhanah, Mamit dan anaknya harus mengungsi sejenak saat kondisi hujan turun. Mereka semakin khawatir, ketika intensitas hujan lebat disertai kondisi angin kencang.
Beruntung, masih ada tetangga yang mau menerima kehadiran keluarga tersebut setidaknya sampai hujan benar-benar berhenti.
“Ya takut ini, takut roboh ketiup angin. Kalau kehujanan bocor rumah ini, dan terpaksa mengungsi ke depan, rumah tetangga,” terang Muhanah.
Butuh Uluran Tangan
Keluarga ini pun hanya bisa pasrah dengan keadaannya, dan berharap ada perhatian dari pemerintah setempat. Mimpi Muhanah dan keluarganya tak muluk-muluk, yakni ingin rumahnya direnovasi setidaknya agar kuat saat diterpa hujan dan angin kencang.
“Takutnya itu kalau hujannya besar terus ada angin, takutnya roboh. Kondisi ini sudah lama sih, ada 15 tahunnya,” tambah Muhanah.