Melihat Sekolah Dewi Sartika, Tempat Pendidikan Perempuan Pertama di Bandung
Sakola Kautamaan Isteri menjadi tempat yang nyaman bagi perempuan untuk melepaskan diri dari belenggu patriarki. Di sana, Dewi Sartika melatih perempuan-perempuan Sunda agar lebih mandiri dan berdaya melawan kejamnya sistem penjajahan oleh bangsa Eropa.
Raden Dewi Sartika atau Dewi Sartika menjadi sosok yang berpengaruh bagi kemajuan pendidikan di tatar parahyangan. Berkat kepeduliannya kepada kaum perempuan, dirinya berhasil mendirikan sekolah khusus bernama Sakola Kautamaan Isteri.
Sakola Kautamaan Isteri menjadi tempat yang nyaman bagi perempuan untuk melepaskan diri dari belenggu patriarki. Di sana, Dewi Sartika melatih perempuan-perempuan Sunda agar lebih mandiri dan berdaya melawan kejamnya sistem penjajahan oleh bangsa Eropa.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
Saat ini bangunan sekolah bersejarah itu masih kokoh berdiri, dan berganti nama menjadi SD & SMP Dewi Sartika di Jalan Keutamaan Istri, No. 12, Kelurahan Balong Gede, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat.
Berikut sepenggal kisahnya:
Angkat Derajat Perempuan
Dewi Sartika bersama murid Sakola Kautamaan Isteri di tahun 1900 an ©2022 muskitnas.kemdikbud.go.id/Merdeka.com
Mengutip laman Kementerian Pendidikan, Rabu (23/11) Dewi Sartika memiliki misi untuk mengangkat derajat kaum perempuan di daerahnya. Ketika itu, perempuan identik dengan kalangan yang lemah dan selalu dikuasai oleh kaum laki-laki sehingga tidak diberi kesempatan untuk maju.
Hidup di keluarga menak, justru membuka jalan baginya untuk mengangkat kaum perempuan agar setara dengan laki-laki, melalui sejumlah materi yang diajarkan di Sakola Kautamaan Istri.
Materi-materi itu di antaranya, membatik, menyetrika, memasak, menjahit, merenda, mencuci dan menyulam. Keterampilan itu dimaksudkan agar perempuan bisa melayani dirinya sendiri, tanpa harus membebani pihak lain.
Selain dilatih kemampuan sehari-hari, Sakola Kautamaan Isteri juga mengajarkan para perempuan agar bisa setara dengan kaum laki-laki terutama di ranah sosial. Dewi Sartika bersama dua pengajar lainnya, di awal merintis mengupayakan pelatihan kemampuan berbahasa Melayu, ilmu agama, kesehatan hingga kecakapan dalam berbahasa Belanda.
Sempat Resah dengan Lingkungan Keluarga
Alasan Dewi Sartika membuka kelas pendidikan untuk perempuan sebetulnya karena resah dengan lingkungan keluarganya. Saat ia masih 12 tahun, ia melihat ibunya sebagai sosok yang tidak berdaya.
Selain itu, banyak keluarga di sekitarnya yang sudah membentuk anak perempuannya dengan cara dipingit. Hal ini sebagai upaya agar anak perempuan tersebut bisa lebih siap menjadi seorang istri untuk melayani suaminya. Ini yang kemudian membuat kaum perempuan tidak bisa merasakan bangku sekolah.
Pada tahun 1909, sekolah ini kemudian berkembang pesat, dengan bertambahnya pendaftar dari berbagai daerah di Bandung.
Di tahun itu juga, sekolah tersebut berhasil meluluskan murid pertamanya dengan mendapatkan ijazah, melalui kurikulum Sekolah Kelas Dua (Tweede Klasse Inlandsche School) yang diadopsi dari pendidikan milik pemerintah.
Terus Mencerdaskan Warga Bandung dengan Mengadopsi Kurikulum Asli
©2022 dokumentasi Pemkot Bandung/Merdeka.com
Beberapa dekade setelahnya, sekolah ini masih terus eksis melalui nama SD dan SMP Dewi Sartika, dengan tetap menggunakan bangunan bersejarah tersebut. Menariknya, saat ini sekolah tersebut masih mempertahankan kurikulum lawas bagi para perempuan.
Hal ini turut dikonfirmasi Kepala Sekolah SD dan SMP Dewi Sartika, Sri Rostinah. Materi-materi dari kurikulum asli itu yakni memasak, menjahit juga berlatih merangkai kerajinan.
"Tadinya ekskul, sekarang dimasukan menjadi mata pelajaran. Walaupun hanya satu jam ya, mereka diajarkan untuk menjahit, membuat kerajinan. Siswa juga ikut pelajaran tersebut," terang Sri, mengutip laman Pemkot Bandung.
Jumlah siswa yang belajar di SD dan SMP Dewi Sartika saat ini mencapai 142 siswa, dengan 81 di antaranya merupakan murid perempuan. Untuk jumlah siswa SD mencapai 52 orang.
Masih Menggunakan Ruang Peninggalan Masa Lampau
Sri menambahkan, saat ini sekolahnya juga masih menggunakan salah satu ruang kelas peninggalan masa lampau sebagai tempat untuk belajar.
Di ruangan legendaris itu desainnya masih dipertahankan bentuk aslinya, termasuk meja dan kursi untuk para siswa.
Saat memasuki ruang tersebut, nuansa tahun 1900-an begitu terasa. Hal ini didukung juga dengan dipajangnya hiasan foto dengan visual hitam putih saat sekolah tersebut masih berjaya.
"Ini ruangan legenda, mulai dari kursinya kita masih pertahankan yang lama. Kami hanya memugar sedikit saja, sisanya masih sama," beber Sri.
Bangunan Sekolah Dilindungi Undang-Undang
Ruang kelas bersejarah di Sekolah Dewi Sartika Bandung ©2022 dokumentasi Pemkot Bandung/Merdeka.com
Menurut dia, bangunan sekolah tersebut harus dipertahankan dan tidak boleh diubah. Hal ini karena bangunan SD dan SMP Dewi Sartika ini dilindungi undang-undang, melalui Perda Kota Bandung nomor 7 tahun 2018 sebagai peninggalan cagar budaya.
Sekolah ini juga sempat beberapa kali berganti nama, seperti di tahun 1929 berganti menjadi Sakola Raden Dewi, kemudian tahun 1951 namanya menjadi Sekolah Guru Bawah, 10 tahun kemudian diganti lagi menjadi Sekolah Kepandaian Puteri, tahun 1963 menjadi Sekolah Kejuruan Kepandaian Puteri dan setelahnya menjadi Sekolah Dewi Sartika hingga sekarang.
Dirinya berharap agar sekolah tersebut bisa terus bertahan, dan bisa tetap mencerdaskan masyarakat di Kota Bandung tanpa ditelan zaman.
"Mudah-mudahan sekolah ini tetap maju, siswanya semakin banyak serta mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak lainnya. Sekolah ini bersejarah, jadi harus kita lestarikan," tandasnya.