Mengintip Arsitektur Megah Klenteng Sian Djin Ku Poh di Karawang, Dibangun Tahun 1770
Saat ini Klenteng Sian Djin Ku Poh telah diresmikan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah yang bebas dikunjungi.
Saat ini Klenteng Sian Djin Ku Poh telah diresmikan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah yang bebas dikunjungi.
Mengintip Arsitektur Megah Klenteng Sian Djin Ku Poh di Karawang, Dibangun Tahun 1770
Di Kampung Benteng, Kelurahan Tanjungpura, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang terdapat bangunan klenteng kuno bernama Sian Djin Kupoh. Dibangun tahun 1770, rumah ibadah ini memiliki arsitektur megah khas budaya Tionghoa.
Dari kejauhan, bentuk bangunannya sudah terlihat. Tampak ornamen khas berupa sepasang lampion digantung di gerbang pintu masuk.
Motif jendela dan pintu yang penuh dengan ukiran, juga menghasilkan visualisasi yang indah.
-
Apa saja jenis tempat wisata religi yang ada di Bangka Belitung? Wilayah yang terdiri dari beberapa pulau ini terkenal dengan ragam destinasi wisata yang menarik untuk di kunjungi. Simak beberapa spot wisatanya berikut ini. Pulau Sumatra bukan hanya kaya dengan hasil alamnya saja, tetapi juga potensi pariwisatanya yang besar juga ada di tempat ini. Meskipun Danau Toba menjadi ikon pariwisata Sumatra, bukan berarti spot wisata lainnya tidak menarik untuk dikunjungi.
-
Mengapa Masjid Agung Kota Kediri menjadi tempat wisata religi? Sebagai destinasi wisata religi dan budaya, Masjid Agung Kediri memainkan peran penting dalam membuka wawasan dan pemahaman tentang Islam di kota tersebut.
-
Kenapa Masjid Ats Tsauroh disebut Masjid Agung Serang? Penyematan nama Masjid Agung Serang sendiri karena pertimbangan posisi yang berada di tengah pusat kota, dengan kapasitas jemaah yang besar.
-
Bagaimana Masjid Langgar Tinggi dirawat? Kendati sudah tiga kali diperbaiki, namun Assegaf tak mau bentuk aslinya diubah. Ia menginginkan agar bangunan menjadi warisan Islam zaman perdagangan di abad ke-19, sebagai bekal informasi bagi anak cucu.
-
Kapan Masjid Cheng Ho di Palembang diresmikan? Masjid ini berdiri di atas tanah hibah dari Pemerintah Daerah dan baru diresmikan pada tahun 2006 silam.
-
Dimana letak Desa Wisata Jamu Kiringan? Aroma khas rimpang semerbak menyapa di rumah produksi jamu Seruni Putih, Padukuhan Kiringan, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul (10/3).
Paling khas adalah terdapatnya bangunan altar tuhan yang menyerupai kubah, namun dibuat dari beton di halaman depan.
Visualisasi ini dibuat seolah untuk melindungi tempat penyembahan dari dunia luar, dengan warna merah dan hiasan emas.
Dari cerita yang beredar, kehadiran Klenteng Sian Djin Kupoh tidak bisa dilepaskan dari sosok tiga marga asal Tiongkok yang berlayar dan mendarat di wilayah utara Jawa Barat.
Tidak Bisa Dilepaskan dari 3 Marga
Mengutip jurnal yang ditulis Rexy Octaviany berjudul “Kepercayaan Masyarakat Terhadap Ma Ku Poh” (Studi Kasus Kelenteng Sian Djin Ku Poh Karawang) Kelenteng ini sebelumnya dibangun oleh tiga marga, yakni marga Khouw, Lauw dan Tjiong/Chang.
Rombongan ini berangkat dari Tiongkok dan berkelana menuju negeri seberang (Indonesia) dan dipimpin oleh Khouw Sie Ie dari marga Khouw.
Foto: Disparbud Karawang
Sebagai bekal keselamatan, mereka tak lupa membawa abu dari jenazah Ma Ku Poh yang merupakan leluhur mereka.
Semasa hidup, Ma Ku Poh merupakan sosok yang sangat baik dan bijaksana sehingga dipercaya membawa kebaikan dan keselamatan jika bersamanya.
Dari pelayaran itu, mereka lantas mendarat di Teluk Ujung Karawang dan kembali berlayar hingga Muara Cangbungin.
Mendirikan Klenteng
Tak berapa lama, mereka kemudian kebingungan setelah menyusuri sungai Citarum karena terdapat simpangan Sungai Cibeet.
Sembari membawa batu berwarna hitam dari perbukitan bernama Hio Luo, mereka mencoba memutar di daerah sekitar sembari mencari jawaban lewat Ma Ku Poh.
Selama pelayaran, mereka tidak diberikan jawaban namun selalu diberikan keselamatan. Bahkan, rombongan ini juga dijauhi dari bencana cuaca buruk di laut.
- Bangunan Bersejarah di Obyek Wisata Kaliurang Ini Terkenal Angker, Ini Kisah di Baliknya
- Mengunjungi Desa Wisata Kare Madiun, Bekas Jalur Gerilya Jenderal Sudirman yang Suguhkan Keindahan Alam Tak Tertandingi
- Menengok Desa Wisata Danau Diateh, Menikmati Suhu Dingin Tanpa Salju di Nagari Alahan Panjang
- Jelajah Puncak Ampangan Payakumbuh, Suguhkan Pemandangan Eksotis dari Ketinggian
Kepercayaan ini lantas berkembang sangat kuat hingga diyakini bahwa daratan di Karawang ini adalah tempat yang harus mereka singgahi.
Setelah memilih untuk menetap, mereka kemudian mendirikan permukiman dan Klenteng untuk beribadah.
Penyematan nama kemudian dipilihlah Ku Poh karena dianggap memberikan keselamatan dan keyakinan yang kuat sampai sekarang.
Dulunya Menyerupai Gubuk
Saat awal didirikan, bangunan klenteng masih berbentuk sederhana.
Tiang-tiangnya masih memakai kayu, serta tembok ala kadarnya.
Karena bahan bangunan yang digunakan berasal dari alam sekitar, bentuk klenteng pun masih jauh dari kata megah dan sedikit mirip gubuk. Namun semangat yang kuat dari para keturunan marga tersebut, beberapa waktu setelahnya klenteng mulai diperbaiki hingga lebih nyaman.
Kemudian turut dibangun Altar Ma Ku Poh sebagai salah satu media peribadatan oleh para keturunan dari marga tersebut.
Selamat dari Kebakaran
Kehadiran klenteng, rupanya mengundang kehadiran seorang ahli feng shui hingga ia datang ke perkampungan tersebut. Di sana, dirinya menyarankan untuk mengubah arah pintu masuk kelenteng dari barat ke timur. Meski demikian, perubahan ini tidak dilakukan selama bertahun-tahun.
Beberapa tahun kemudian, kelenteng mengalami kebakaran hebat dan beberapa mengaitkan kejadian ini akibat tidak mengindahkan arahan dari ahli feng shui. Namun, di tengah kebakaran tersebut, terjadi keajaiban.
Altar Sian Djin Ku Poh tidak tersentuh oleh api sama sekali, meskipun sebagian besar kelenteng terbakar.
Hal ini menimbulkan kekaguman dan keheranan bagi warga setempat hingga mereka semakin meyakini Ma Ku Poh menjadi salah satu sosok penolong.
Dibangun dengan Arsitektur Modern
Setelah peristiwa kebakaran, klenteng kemudian direnovasi besar-besaran pada 1791.
Pada tahun 1863-1865 terjadi pemugaran dan perluasan area klenteng dengan cara membuat bangunan permanen.
Di masa itu, teknologi bahan bangunan keras mulai ditemukan dan jamak digunakan untuk bangunan-bangunan besar. Klentang ini kemudian turut menggunakannya, termasuk memasang susunan batu-bata sehingga lebih kokoh.
Pada tahun 1985, kelenteng mengalami perombakan untuk memperluas ruangan, terutama altar, karena jumlah jemaah yang semakin bertambah. Untuk menghindari kebakaran, atap kelenteng diganti menjadi slab beton.
Terakhir Renovasi Tahun 2004
Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2004, dengan memperbarui sebagian bangunan yang sudah tua, membangun dapur baru, dan membentuk klinik. Selain itu, atap kelenteng juga ditinggikan.
Perombakan dan renovasi ini dilakukan untuk memastikan kelenteng dapat menampung jumlah jemaah yang semakin banyak dan untuk meningkatkan keamanan serta kenyamanan bagi semua pengunjung.
Kelenteng Shian Djin Ku Poh memiliki beberapa altar atau ruangan untuk peribadatan, di antaranya altar utama Sian Djin Ku Poh, serta altar Tuhan Yang Maha Esa, Swan Kwan Tie, Mun Sen, Toe Tie Kong, Sakyamuni Buddha, Kwan Se Im Po Sat, Liung Shen Pa Kung, dan Fu De Zen Sen.
Simbol Toleransi di Karawang
Mengutip Youtube Disparbud Kabupaten Karawang, salah satu yang menarik dari klenteng ini adalah sebagai salah satu contoh toleransi yang ada di Kabupaten Karawang.
Warga di sekitar klenteng yang berbeda agama menerima dan bersosialisasi untuk bersama-sama membangun keharmonisan.
Kemudian, klenteng juga dijadikan tempat beribadah dari tiga agama yakni Konghuchu, Tao dan ajaran Buddha. Bahkan di dalam kompleks terdapat Vihara, yang seringkali difungsikan untuk menampung jemaat dari dari agama lain saat beribadah di sana.
Sampai sekarang, tempat ini jadi salah satu spot religi yang eksotis di Kabupaten Karawang, juga sebagai simbol keberagaman di sana.
Saat Ini Jadi Wisata Religi
Mengutip Youtube Mapay Satapak, saat ini Klenteng Sian Djin Ku Poh telah diresmikan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah di Kabupaten Karawang.
Klenteng ini dibuka setiap hari selama 24 jam dan tidak membatasi kunjungan.
Seluruh lapisan masyarakat bisa mengunjunginya kapan saja, dan mengetahui sejarah pendiriannya ratusan tahun silam.
Selain itu, pemandu juga akan menjabarkan perkembangan etnis Tionghoa di Kabupaten Karawang, beserta proses akulturasi dan kegiatan toleransi yang dibangun.