Potret Megah Kelenteng Tertua di Jawa Timur, Bentuk Penghormatan terhadap Jasa Kapten Penyelamat Etnis Tionghoa
Kelenteng ini merupakan kelenteng induk dari sembilan kelenteng Chen Fu Zhen Ren yang tersebar di Jawa Timur, Bali, dan Pulau Lombok.
Kelenteng ini merupakan kelenteng induk dari sembilan kelenteng Chen Fu Zhen Ren yang tersebar di Jawa Timur, Bali, dan Pulau Lombok.
Potret Megah Kelenteng Tertua di Jawa Timur, Bentuk Penghormatan terhadap Jasa Kapten Penyelamat Etnis Tionghoa
Kelenteng Hu Tang Miao dikenal juga dengan sebutan Kelenteng Hoo Tong Bio. Kelenteng yang berada di Kabupaten Banyuwangi ini merupakan kelenteng tertua di Provinsi Jawa Timur. Bahkan, pengaruhnya sampai ke Pulau Bali dan Lombok.
Sejarah
Kelenteng Hoo Tong Bio didirikan antara tahun 1768–1784. Waktu pendirian kelenteng tidak diketahui pasti karena ketiadaan catatan.
Prasasti tertua yang diketahui adalah sebuah panel kayu bertanggal Qianlong Jiachen (1784) yang memuat kaligrafi Tan Cin Jin (Chen Fu Zhen Ren).
Sumber lain dari catatan dokter Franz Epp berkebangsaan Jerman menyatakan bahwa kelenteng ini direnovasi kembali pada tahun 1848.
Kelenteng Hoo Tong Bio didirikan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa kapten Tan Hu Cin Jin. Ia menjadi penyelamat etnis Tionghoa di Blambangan (Banyuwangi) pada
masa kolonialisme. Tan Hu Cin yang berasal dari
Chaozhou di Provinsi Guangdong, China, merupakan juragan perahu sloop. Pada tahun 1740 terjadi pembantaian etnis Tionghoa di Batavia, hal ini mendorong orang-orang Tionghoa melarikan diri ke berbagai daerah. Tan Hu Cin Jin dan para pendukungnya memimpin pelarian orang-orang
Tionghoa, kapalnya kemudian terdampar di Banyuwangi. Mereka pun mereka memutuskan tinggal di Banyuwangi.
Tan Hu Cin Jin dipercaya sebagai arsitek kerajaan Blambangan baru yang berlokasi di Macan Putih. Sesudah terjadi konflik di kerajaan Mengwi, Tan Hu Cin Jin dan dua orang Bali tinggal di Puncak Sembulungan Blambangan dan dipercaya moksa menjadi pelindung orang-orang Tionghoa di Blambangan. Guna menghormati jasa sang kapten, dibangunlah Kelenteng Hoo Tong Bio yang bermakna "Kuil Perlindungan Orang Cina". Sang kapten diangkat menjadi salah satu dewa di kelenteng ini. Dewa Tan Hu Cin Jin yang dijuluki sebagai Kongco dianggap leluhur yang menyelamatkan orang Tionghoa di Blambangan pada masa kolonialisme
Belanda.
Arsitektur
Gerbang utama kawasan klenteng Ho Tong Bio memiliki tiga pintu. Dua pintu samping untuk umat dan pintu utama di tengah digunakan untuk ritual. Pintu masuk utama ke dalam kelenteng juga ada tiga.
Gerbang masuk utama Kelenteng Hoo Tong Bio berbentuk gapura didominasi warna merah yang melambangkan kegembiraan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.
Konsep gerbang utama Kelenteng ini didasarkan pada prinsip Yin dan Yang, yaitu sebelah kiri adalah pintu masuk (dilambangkan dengan simbol naga), sedangkan sebelah kanan adalah pintu keluar (dilambangkan dengan harimau putih).Ada kepercayaan bagi warga Tionghoa agar masuk melalui pintu naga dan keluar dari pintu harimau, karena memiliki arti simbolik memasuki keberuntungan (naga) dan keluar dari kemalangan (harimau). Sementara pintu di tengah diperuntukkan bagi para Roh Suci. Kelenteng Hoo Tong Bio
Daya Tarik
Kelenteng yang berlokasi di kawasan Pecinan, tepatnya di Jalan Ikan Gurami 54 Kabupaten Banyuwangi ini menjadi daya tarik tersendiri saat perayaan Imlek. Kawasan ini tampil meriah dan berhasil menyita perhatian publik.
Mengutip Liputan6.com, kelenteng ini selalu menyajikan pesona khas Tionghoa, salah satunya pertunjukan barongsai. Selain itu, pihak kelenteng mengungkap Imlek tahun 2024 ini juga dimeriahkan acara Pecinan Street Food Banyuwangi.Wisata kuliner ini akan menyajikan berbagai kuliner oriental yang siap menggoyang lidah pengunjung. Rencananya, festival makanan jalanan ini akan digelar pada 23-25 Februari 2024.