Potret Kampung Puncak Manik Sumedang yang Dulu Dibakar DI/TII, Kini Tersisa 10 Bangunan
Di balik keasriannya, ada cerita kelam ketika puluhan rumah dibakar paksa oleh pemberontak. Dari 80 rumah yang ditinggali warga, kini tersisa hanya 10 bangunan.
Kampung Puncak Manik di Desa Cilangkap, Kecamatan Buah Dua jadi salah satu permukiman tersembunyi di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Suasana sepi di tengah-tengah rimbunnya hutan Gunung Tampomas jadi ciri utamanya.
Lokasi kampung ini berada di area pelosok dan sulit diakses kendaraan. Jangankan roda empat, sepeda motor pun cukup kewalahan menuju Puncak Manik lantaran jalannya yang sangat sempit dan terjal.
-
Apa yang ditemukan di desa Abad Pertengahan tersebut? Tim juga menemukan benteng bukit kecil berbentuk oval yang dianggap sebagai kastil kaum bangsawan setempat. Dalam penggalian selama dua pekan tahun ini, kastil beserta parit dan tembok benteng di depannya diperiksa dengan cermat. Tim penggalian berhasil mendokumentasikan lebih dari 2.000 temuan, termasuk tapal kuda, paku besi, genteng, dan sejumlah pecahan tembikar.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Apa yang ditemukan warga di Desa Surotrunan, Kebumen? Warga Desa Surotrunan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen, dibuat heboh. Sebuah gundukan tanah misterius ditemukan pada salah satu pekarangan milik warga.
-
Apa keunikan Kampung Paniis di Sumedang? Kampung Paniis di Desa Cienteung, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, memiliki bentuk atap bangunan yang unik. Tiap warga di sana masih mempertahankan bentuk suhunan atau atap rumah yang bergaya khas zaman penjajahan Jepang.
-
Apa yang ditawarkan di Kampung Kawangi, Sumedang? Pengunjung bisa mendapatkan tiga keuntungan sekaligus yakni kuliner Sunda yang lezat, panorama alam yang indah dan kebudayaan lokal yang bikin nostalgia.
-
Di mana letak Kampung Susukan dan Karian yang dikenal sebagai Kampung Mati? Empat keluarga memilih bertahan untuk tinggal di kampung mati Susukan dan Karian, Desa Calungbungur, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten.
Di balik keasriannya, ternyata ada cerita kelam ketika puluhan rumah dibakar secara paksa. Dari 80 rumah yang ditinggali warga, kini tersisa hanya 10 bangunan saja karena para pemiliknya memilih mengungsi usai ketakutan.
Meski demikian, seluruh warga yang tersisa di kampung ini menerima siapapun yang datang untuk bersilaturahmi. Warga sekitar pun akan sangat ramah, dan berbagi cerita keseharian aktivitas mereka. Berikut informasinya.
Rute Menanjak dan Sulit Dilalui Sepeda Motor
Mengutip Youtube Pelosok Sumedang, rute menuju Puncak Manik terbilang sulit untuk dijangkau. Semula jalan cukup lebar dengan kontur beraspal. Namun, lambat laun kondisinya semakin mengecil dengan beton yang mulai rapuh dan bercampur tanah.
Saat musim penghujan, rute benar-benar tak bisa dilalui dan kalau pun terpaksa harus benar-benar berhati-hati karena sangat licin.
Untuk menuju kampung ini, kendaraan bisa diarahkan menuju jalur Conggeang – Buah Dua dari jalan provinsi Cirebon – Bandung, kemudian ambil rute menuju Desa Cilangkap dan Kampung Puncak Manik.
- Potret Rumah di Garut dengan Pemandangan Terasering Bak Surga, Keindahannya Bikin Terpana
- Potret Rumah Gubuk Berdinding Bambu Berlantai Tanah Milik Pria Beristri Dua, Tempat Tidurnya Bikin Salfok
- Potret Nenek Petani Berpakaian Sederhana Gendong Daun Kelapa Kering & Daun Pisang, Ternyata Tajir Melintir Rumahnya Bak Istana
- Potret Rumah Doyok Terbilang Sederhana, Pernah jadi Pelawak Termahal pada Masanya
Suasana Kampung yang Sepi
Berbeda dengan kampung kebanyakan, permukiman di sini terbilang sepi. Aktivitas hanya terlihat dari beberapa warga saja meski di siang hari.
Kebanyakan, warga pergi ke ladang saat pagi dan kembali ke rumah di sore hari. Di sana juga sulit menemukan warung serta fasilitas umum. Mengingat kebanyakan rumah yang tersisa di sana kondisinya sudah kosong ditinggal penghuninya.
Menurut informasi, dari 10 rumah yang tersisa kini tinggal belasan penduduk yang masih tinggal dan beraktivitas di kampung tersebut.
Dibakar Paksa DI/TII
Sementara itu, mengutip Youtube Sang Penjelajah Amatir, bukan tanpa alasan kampung tersebut hanya dihuni oleh sedikit penduduk. Ini terkait cerita kelam yang pernah terjadi pada rentang waktu 1949 sampai 1962, di mana puluhan rumah dibakar secara paksa oleh gerombolan pemberontak.
Seorang sesepuh setempat, Adun, menyebut jika mulanya warga di sini hidup seperti biasa. Kemudian, semuanya berubah saat masuknya gerombolan DI/TII.
“Kampung in ikan habis sama gerombolan DI, kan dibakar sampai semuanya habis waktu itu. Saya masih kecil,” kata dia, saat diwawancarai kreator video, Regi.
Dari 80 Rumah Kini Sisa 10
Sebelumnya, Adun bercerita bahwa di Puncak Manik ada sekitar 80 rumah. Kemudian, satu per satu penghuninya memilih mengungsi karena teror dari gerombolan DI/TII yang merupakan pemberontak negara pada saat itu.
Sejak saat itu, kampung ini terasa sepi karena ditinggalkan para penghuninya. Namun, saat ini warga masih merasa betah untuk tinggal di sana meski kondisi Puncak Manik masih butuh pembenahan.
“Tadinya kan ada 80-an, terus sekarang sisanya tinggal 10 rumah saja yang masih ada,” katanya.
Kental dengan Mitos Tak Boleh Pelihara Hewan Ternak
Selain kisah kelam DI/TII, kampung ini juga memiliki cerita yang masih menjadi misteri. Abah Adun menambahkan bahwa warga sejak dulu tidak boleh memelihara hewan yang sifatnya untuk peternakan.
Ia merincikan bahwa ayam, kambing, domba, sapi, ikan dan lain sebagainya adalah hewan yang tak boleh dipelihara oleh warga. Meski demikian, ia mengaku tak paham asal muasal pantangan itu karena merupakan warisan nenek moyang.
“Kan nggak boleh pelihara kambing, domba, sapi, meri (bebek), entog (angsa),” katanya.
Selain itu, kampung ini juga memiliki makam Prabu Kian Santang yang merupakan anak dari raja Pajajaran, Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi. Sehari-hari, makam ramai diziarahi