Ternyata Orang Sunda Sudah Antisipasi Megathrust Ratusan Tahun Silam, Kuncinya Rumah Pakai Bambu
Salah satu bentuk antisipasinya ada di penggunaan bambu, kayu dan pondasi umpak di unsur bangunan. Kemudian, kayu penopang juga diikat dengan serat alam.
Ramai soal gempa Megathrust yang disebut-sebut akan menghantam sebagian wilayah Indonesia. Dampaknya cukup besar, karena guncangan gempa bisa mencapai 9 magnitudo dan menyebabkan kerusakan parah pada bangunan.
Namun siapa sangka jika ada sebagian kelompok masyarakat yang sudah mengantisipasinya sejak ratusan tahun silam. Mereka adalah orang Sunda yang sudah mendiami wilayah rawan bencana gempa sejak zaman purba.
-
Bagaimana cara melindungi diri dari bahaya megathrust? Salah satunya adalah membangun rumah tahan gempa serta mempersiapkan jalur evakuasi untuk menghindari terkena tsunami.
-
Bagaimana cara masyarakat Besemah menjaga batu-batu peninggalan megalitik? Hal ini turut memengaruhi perilaku mereka, salah satunya adalah menjaga dengan baik batu-batu peninggalan megalitik tersebut dari tangan-tangan tidak bertanggung jawab.
-
Bagaimana cara orang Sunda menunjuk arah? Selain mengatakan punten, sisi sopan santun lainnya di kalangan warga Sunda adalah menunjuk arah menggunakan jempol. Tak hanya itu, jari-jari lainnya juga harus digenggam sembari mengarahkan jari jempol ke jalan yang ditanyakan. Lalu si pemberi arah juga diharuskan sedikit membungkukkan badan sebagai upaya menghormati si penanya.
-
Bagaimana cara masyarakat Sunda menafsirkan penanggalan? Biasanya orang Sunda mengartikan penanggalan atau hari sebagai siklus perjalanan hidup. Orang-orang zaman dahulu menyebut kalender sebagai Sakakala, Cakakala, Pranatamangsa, Tangara Waktu atau Pananggalan.
-
Kapan Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia diperingati? Hari peringatan ini dilaksanakan setiap tanggal 6 Februari sebagai bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan.
-
Bagaimana masyarakat Bantul bersiap menghadapi megathrust? Untuk menghadapi kemungkinan terjadinya gempa dan tsunami megathrust, BPBD Bantul sudah beberapa kali melakukan simulasi bencana. Selain itu, pihaknya bersama BMKG dan masyarakat membentuk program kelurahan siaga tsunami.
Dari sana, komunitas tersebut berupaya membangun rumah dengan menyesuaikan topografinya sehingga bisa tahan saat terjadi bencana alam. Karena tempat tinggal warga aman, maka jumlah korban jiwa bisa diantisipasi dengan maksimal.
Usut punya usut, salah satu rahasianya terdapat di penggunaan bambu pada unsur bangunan. Selain itu, mereka tidak menggunakan bahan bangunan berkontur keras sehingga saat terjadi gempa tempat tinggal tidaklah hancur. Berikut informasinya.
Tidak Membangun Rumah dengan Bahan Keras
Dalam catatan di laman Napak Jagat Pasundan, orang-orang Sunda di zaman dulu sudah sadar bahwa daerahnya rawan gempa. Mereka bisa merasakan goncangan dengan intensitas yang sering, sehingga berpikir untuk tidak membuat bangunan tempat tinggal berbahan keras seperti batu dan tanah liat yang disatukan.
Karena wilayah permukiman dekat dengan hutan, mereka lantas memanfaatkan hayati yang ada di sekelilingnya seperti batang pohon, bambu hingga dedaunan dan jerami sebagai pelindung dari cuaca luar.
Dari sana, lahirlah rumah panggung sebagai salah satu solusi mitigasi ala masyarakat Sunda kuna, termasuk untuk mengantisipasi banjir dan hewan buas masuk ke dalam rumah.
- Peneliti BRIN Blak-blakan Ungkap 15 Segmen Megathrust di RI, Bisa Picu Gempa hingga Magnitudo 9,2
- BNPB Minta Tambahan Anggaran Jadi Rp1,8 T di 2025 untuk Antisipasi Gempa Megathrust
- Tanda-Tanda Gempa Megathrust dan Mitigasinya, Perlu Waspada
- Cerita Warga Pesisir Pandeglang Pilih Tak Mau Pindah di Tengah Potensi Gempa Megathrust: Ya Kita Berdoa Saja
Kayu dan Bambu Jadi Kunci
Sebaik-baiknya rumah adalah dia yang bisa menopang penghuninya dan melindungi dari bencana alam. Kunci utama dari antisipasi tersebut adalah terdapat pada bahan utama rumah, yakni kayu dan bambu.
Menurut Pemerhati Budaya Sunda dari Lembaga Adat Karatuan Padjadjaran, Rd., Ir. Roza Rahmadjasa Mintaredja, M.Ars, fungsi kayu dan bambu yang elastis mampu meredam goncangan dan mengkonversikannya menjadi getaran tetap yang tidak hancur.
“Kita bisa melihat bahwa zaman dahulu nenek moyang kita sudah paham akan gempa dan sudah memitigasi terhadap gempa itu dengan bangunan-bangunan konstuksi arsitektur kayu dan bambu yang lentur dan tahan gempa sampai 9 atau 10 skala richter,” katanya, mengutip laman unpad.ac.id.
Gunakan Pondasi Umpak
Kemudian, orang Sunda biasanya menggunakan pondasi yang juga bisa meredam getaran gempa melalui penggunaan umpak pada pondasi. Umpak sendiri terbuat dari batu besar yang dipahat berbentuk lebar pada bagian bawah hingga mengerucut di bagian atas.
Kemudian, pada bagian tengah diberi lubang yang tembus sampai ke dalam tanah untuk selanjutnya ditanam kayu sebagai penopang rumah panggung.
Saat terjadi getaran, batu umpak akan menahan getaran dari tanah sehingga intensitasnya berkurang sampai ke atas bangunan utama rumah. Biasanya, lubang kayu pada umpak juga dibuat sedikit longgar, sebagai tempat goncangan kayu agar tidak patah.
Penopang Rumah Gunakan Sistem Ikat
Orang Sunda zaman dulu juga menyadari bahwa mereka tinggal di daerah lempeng yang sering terjadi gempa. Itulah mengapa, sistem penguatnya tidak sekedar menyusunnya di lubang-lubang kayu mirip puzzle, melainkan turut dikencangkan menggunakan sistem ikat.
Sistem ini akan memperkokoh bangunan, melalui ikatan dari tali berbahan serat alam dari kayu maupun kulit bambu. Susunan kayu lantas dikencangkan, dengan ikatan mati sehingga lebih awet.
Itulah mengapa bangunan-bangunan rumah bambu atau kayu orang Sunda cenderung lebih kuat dibanding berbahan tembok maupun beton cor.
Rumah Panggung Bisa Melepas Energi Gempa
Hebatnya nenek moyang adalah bisa memprediksi bencana di masa mendatang. Dari model rumah bambu dan kayu ini, mampu meredam getaran gempa yang mampu menghancurkan rumah bahkan hingga magnitudo 9.
Dalam laman ANTARA disebutkan bahwa potensi ini serupa dengan gempa megathrust yang kini tengah ramai diperbincangkan karena menjadi ancaman, terutama bagi masyarakat pesisir.
Untuk Indonesia, wilayah yang tinggal menunggu waktu adala Selat Sunda, Mentawai-Siberut. Dari analisis BMKG, proyeksi goncangan bisa mencapai 8,7 magnitudo dan megathrust Mentawai-Siberut potensi 8,9 magnitudo.
Namun demikian, rumah Sunda yang kebanyakan dibuat berbentuk panggung serta berbahan kayu dan bambu disebut mampu meredam gempa dan melepaskan energi yang bersifat menghancurkan.
"Dengan demikian, rumah kita ke depan lebih bagusnya rumah panggung karena dia tidak langsung menerima energi gempa tapi dilepaskan dulu di permukaan bumi di kolong rumah kita," ujar Pakar geologi Teuku Abdullah Sanny.