Kenapa Ahok ngotot lanjutkan proyek reklamasi?
Ahok tak mengubah keputusannya hanya karena kasus suap yang menyeret Sanusi dan Ariesman.
Reklamasi pantai utara atau Teluk Jakarta ternyata diwarnai dengan skandal dugaan suap. Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja menjadi tersangka karena diduga menyuap ketua Komisi D DPDR DKI M Sanusi terkait pembahasan dua Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara
Meski demikian, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan bahwa reklamasi tersebut akan terus dilanjutkan. Ahok tak mengubah keputusannya hanya karena kasus suap yang menyeret Sanusi dan Ariesman.
"Tetap jalan karena ada Perda nya tahun 95 dan ada kepresnya. Sebetulnya kalau menurut saya jalan saja, itu kan cuma ada revisi (Perda) mau masukin kewajiban tambahan yang jadi masalah kan di situ," ujar Ahok di rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Marunda, Sabtu (2/4).
Reklamasi Teluk Jakarta merujuk Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Menteri Lingkungan Hidup pada 2003 mengeluarkan SK Nomor 14 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta. Perpres Nomor 54 tahun 2008 kemudian mencabut Keppres Nomor 52 tahun 1995 dan Keppres Nomor 73 tahun 1995.
Menurut Ahok, dalam perda yang akan direvisi dia mengajukan syarat lahan terbuka yang lebih besar dari para pengembang. Hal ini karena dalam aturan yang lama, pengembang hanya wajib menyerahkan 5 persen dari lahan kepada Pemprov DKI.
"Kepres 95 termasuk Perdanya bilang, hanya atur gini, pengembang wajib berikan 5 persen wilayah dari pulau kepada DKI. Waktu saya baca itu, saya bilang gak boleh. Kenapa? Waktu gak disebutin pun kita sudah dapat 40 persen lebih dari fasilitas umum (fasum) fasilitas sosial (fasos). Kalau kamu sebut hanya 5 persen, bisa saja kalau pengembangnya pintar, mereka katakan 5 persen ini sudah termasuk fasum fasos, kan saya sudah kasih kamu 48 saya kelebihan 43 persen," ujar Ahok.
Skandal korupsi yang melibatkan Ariesman dan Sanusi ini pun membuat sejumlah aktivis lingkungan hidup dan beberapa elemen masyarakat meminta Ahok menghentikan sementara proyek reklamasi. Manajer kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Ode Rakhman mengatakan, Ahok hendaknya mencabut izin proyek sampai adanya aturan yang tetap untuk melanjutkan reklamasi.
"Hentikan reklamasi dan izin dicabut karena dasar hukum reklamasi tidak jelas. Karena izin yang keluar dan DPRD melalui Raperda terkesan paksa," kata Ode ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Senin (4/4).
Menurut dia, tak ada alasan agar Ahok melanjutkan proyek itu. Wilayah Teluk Jakarta merupakan wilayah strategis yang semua keputusan tentangnya masih dipegang pemerintah pusat dalam hal ini oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan. Bahkan, kata dia, bisa-bisa Pemprov DKI terlibat dalam kasus ini.
"Yang berwenang untuk reklamasi itu apa Pemprov atau pusat? Karena yang saya lihat ini wilayah startegis dan yang berhak mengeluarkan izin adalah pusat. Kemungkinan besar Pemprov terlibat karena yang mengeluarkan izin bagi pengembang adalah Pemprov," tegas dia.
Ahok sejauh ini ingin merevisi aturan izin proyek reklamasi. Selain itu, dia ingin menaikan syarat kepada pengembang dengan ketentuan menyerahkan 48 persen kepada Pemprov DKI. Ode mengatakan, jika hal itu terjadi, Ahok bisa saja menyalahi kewenangan dan tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan.
"Publik kemudian bisa baca jika Pemprov DKI tidak taat pada aturan dan menjalani pemerintah yang bersih dan menyalahi kewenangan, itu bukan kewenangan dia melainkan kewenangan pusat," tutur Ode.
Dia mengatakan hal yang harus diperhatikan Ahok dalam reklamasi ini adalah zonasi wilayah pesisir. Menurut di ada tiga prinsip terkait zonasi wilayah pesisir ini yakni soal perpaduan darat dan laut, keterpadauan semua stakeholder dan keterpadauan pusat dan Pemprov DKI. "Ini yang terjadi selama ini, semua hal itu kurang diperhatikan," tandas dia.
Baca juga:
KPK sebut bos Agung Sedayu mengetahui kasus suap Raperda zonasi
Kasus Raperda zonasi, KPK cegah bos Agung Sedayu Group
Ide reklamasi era Foke yang berujung korupsi di era Ahok
Dulu teriak Ahok korupsi, Taufik-Lulung tak galak kolega diciduk KPK
Demokrat puji KPK 1 hari dua kali tangkap tangan kasus besar
Reaksi Ahok saat Sanusi & bos Podomoro kongkalikong di perda Zonasi
M Taufik pernah lobi-lobi soal persentase di raperda Zonasi
-
Siapa yang ditahan oleh KPK? Eks Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/11/2023).
-
Apa yang ditemukan oleh KPK di kantor PT Hutama Karya? Penyidik, kata Ali, mendapatkan sejumlah dokumen terkait pengadaan yang diduga berhubungan dengan korupsi PT HK. "Temuan dokumen tersebut diantaranya berisi item-item pengadaan yang didug dilakukan secara melawan hukum," kata Ali.
-
Siapa yang menyambut kedatangan Prabowo di Kantor DPP Partai Golkar? Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto hingga Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menyambut langsung kedatangan Prabowo.
-
Bagaimana Ahok memulai karier politiknya? Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta setelah terpilih pada tahun 2004.
-
Bagaimana TKN Prabowo-Gibran menanggapi putusan DKPP? Meski begitu, dia menyampaikan TKN Prabowo-Gibran menghormati keputusan DKPP. Namun, kata dia keputusan tersebut tidak bersifat final.
-
Apa yang diuji coba oleh Pemprov DKI Jakarta? Penjelasan Pemprov DKI Uji Coba TransJakarta Rute Kalideres-Bandara Soekarno Hatta Dikawal Patwal Selama uji coba dengan menggunakan Bus Metro TransJakarta dikawal dengan petugas Patwal hingga ada penutupan sementara di beberapa persimpangan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta menjajal langsung TransJakarta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dimulai dari Terminal Kalideres.