KPU DKI kesulitan akses apartemen buat data pemilih Pilgub
Putaran pertama Pilgub DKI telah sukses digelar. Putaran ke-2 bakal diselenggarakan 19 April 2017 mendatang. Ketua KPUD DKI Jakarta Sumarno mengakui, persoalan Administrasi menjadi salah satu hal yang harus dievaluasi pada pelaksanaan putaran pertama.
Putaran pertama Pilgub DKI telah sukses digelar. Putaran ke-2 bakal diselenggarakan 19 April 2017 mendatang. Ketua KPUD DKI Jakarta Sumarno mengakui, persoalan Administrasi menjadi salah satu hal yang harus dievaluasi pada pelaksanaan putaran pertama.
Salah satu contohnya adalah proses pendataan penghuni apartemen. Sumarno mengakui pendataan penghuni apartemen sulit diakses oleh pihaknya.
"Apartemen yang pagarnya tinggi-tinggi tuh susah untuk didata. Untuk berikutnya kita akan kembali mencoba koordinasi dengan pengelola apartemen. Sekarang mereka harus sadar risiko kurangnya surat suara jadi kalau mereka mau ikut harus mau diproses administrasinya," kata Sumarno saat ditemui di KPUD DKI Jakarta, Senin (20/2).
Pihaknya mengakui, pendataan penghuni apartemen memang menjadi satu fokus KPU untuk putaran ke-2. Menurutnya, kerja sama warga sangat dibutuhkan dalam mewujudkan pemilukada yang lancar.
"Pokoknya kami saat ini sedang menampung informasi dari masyarakat terkait dengan pelaksanaan keseluruhan pemilukada dan kinerja pekerja. Jika terbukti melakukan pelanggaran maka dipastikan tidak akan dipakai lagi," kata Sumarno.
Dia mengakui ada banyak hal yang harus dievaluasi KPU dalam penyelenggaraan Pilgub DKI putaran pertama. Salah satu hal yang paling penting adalah pemilihan petugas KPPS.
"Memang perlu dilakukan evaluasi penyelenggara. Mayoritas KPPS sudah berjalan baik tapi ada kasus di satu dua TPS seperti ada info warga yang sudah datang tapi tidak bawa C6 disuruh datang lagi jam 12 padahal mereka sudah ada di DPT. Ada lagi yang bilang sebelum jam 1 TPS sudah tutup. Ini kan kekeliruan," katanya.
Sumarno mengaku bahwa proses penyelenggaraan pemilu di Jakarta memang cukup kompleks. Salah satunya masalah kependudukan, jika data kedudukan tidak akurat maka akan mempengaruhi DPT.
"Banyak warga yang sudah pindah tapi namanya masih ada di DPT. Orang-orang kebiasaan malas memberi informasi. Ada yang sudah meninggal tapi keluarganya tidak melapor. Tapi ada juga yang tinggal di luar negeri tapi masih punya KTP Jakarta. Hal-hal seperti ini harus dicari solusinya," jelas Sumarno.