4 Fakta Kasus Pabrik Obat Keras Ilegal di Yogyakarta, Hasilkan 2 Juta Butir Sehari
Pada Senin (27/9), Bareskrim Polri mengungkap kasus produksi peredaran gelap obat keras di mana pabrik pembuatannya ada di wilayah Yogyakarta. Telah beroperasi sejak tahun 2018, pabrik itu mampu hasilkan 2 juta butir obat dalam sehari.
Pada Senin (27/9), Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) mengungkap kasus produksi dan peredaran gelap obat keras dan berbahaya yang pabrik pembuatannya berada di wilayah Yogyakarta.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan setidaknya ada delapan pelaku yang diamankan dalam kasus ini. Ia mengatakan, pabrik produksi obat keras dan psikotropika itu berada di Jalan IKIP PGRI Sonosewu, Desa Ngetisharjo, Kecamatan Kasihan, Bantul.
-
Apa yang dikatakan Ade Armando tentang DIY? Laporan ini merupakan buntut dari pernyataan Ade yang mengatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai perwujudan dari politik dinasti sesungguhnya.
-
Kapan puncak kemarau di DIY diprediksi berlangsung? Sebelumnya Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut puncak musim kemarau 2024 di DIY diprediksi berlangsung antara Juli hingga Agustus 2024.
-
Siapa saja yang hadir dalam sosialisasi Balai Bahasa DIY tentang ujaran kebencian? Acara dihadiri oleh 47 peserta dari berbagai lembaga seperti binmas polres kabupaten/kota, humas Setda DIY, bidang kepemudaan kabupaten/kota, dinas komunikasi dan informatika provinsi/kabupaten/kota dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) kabupaten/kota.Lalu hadir pula, dinas DP3AP2KB provinsi/kabupaten/kota, MKKS kabupaten/kota, Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi DIY, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) serta Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Yogyakarta.
-
Kapan puncak arus balik di DIY terjadi? Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa puncak arus balik di provinsi itu terjadi pada Minggu (14/4).
-
Kenapa Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
-
Kapan Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
“Tempat ini telah beroperasi sejak 2018 lalu dan mampu menghasilkan lebih kurang dua juta butir obat dalam sehari. Ini merupakan sesuatu yang perlu kita antisipasi bersama karena berhubungan dengan kesehatan masyarakat,” kata Brigjen Rusdi dikutip dari ANTARA pada Senin (28/9). Berikut selengkapnya:
Kronologi Pengungkapan Kasus
©Instagram/@poldajogja
Brigjen Rusdi mengatakan, sejak 6 September Bareskrim Polri menyelenggarakan kegiatan kepolisian dengan sandi Anti-Pil Koplo dengan target penangkapan produsen dan pengedar gelap obat keras dan berbahaya.
Dari kegiatan ini, pada tanggal 13-15 September polisi berhasil menangkap para pengedar obat-obatan tersebut beserta barang buktinya. Dalam penangkapan itu, polisi menyita barang bukti lebih dari lima juta butir pil golongan obat keras jenis Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L, serta Aprazolam dari beberapa tempat penangkapan yaitu Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi, dan Jakarta Timur.
“Atas pengungkapan ini, kita mendapat petunjuk bahwa pabrik pembuatan obat keras dan berbahaya ini ada di sekitar wilayah Yogyakarta,” kata Rusdi.
Akan Terus Bertambah
©Instagram/@poldajogja
Sementara itu Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan bahwa tersangka kasus peredaran gelap obat keras itu akan terus bertambah. Sejauh ini sudah ada 13 tersangka yang ditangkap mulai dari pengedar dan distributor.
Ia mengatakan, peredaran obat keras itu memiliki jaringan mulai dari Jawa Barat, DKI Jakarta, DIY, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan. Namun tidak menutup kemungkinan kalau obat-obatan tersebut sudah diedarkan ke seluruh wilayah di Indonesia.
“Tentu dari 13 tersangka itu akan berkembang dengan tersangka-tersangka lainnya. Karena nanti akan kita upayakan untuk membuka transaksi dan komunikasi yang mereka lakukan sehingga jaringan peredaran obat berbahaya ini dapat kita tangani dengan baik pada masa mendatang,” kata Komjen Agus dikutip dari ANTARA.
Hasilkan 2 Juta Butir dalam Sehari
©2016 Merdeka.com
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto mengatakan bahwa pabrik obat keras yang digerebek polisi di Yogyakarta mampu memproduksi sebanyak 2 juta pil per hari dengan perkiraan omzet hingga Rp2 miliar per hari.
Tak hanya di Jalan IKIP PGRI Sonosewu, produksi obat juga dilakukan di pabrik yang beralamat di Desa Banyuraden, Gamping, Sleman.
“Dalam operasionalnya mereka sangat tertutup dan izinnya juga tidak ada. Makanya peran serta masyarakat sangat perlu. Kalau ada informasi terkait dengan situasi di sekelilingnya kami mohon diinformasikan ke polisi terdekat,” kata Agus.
Kasus Terbesar
©Instagram/@poldajogja
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno H Siregar mengatakan kalau pengungkapan kasus produksi dan peredaran gelap obat keras dan berbahaya ini merupakan kasus terbesar yang selama ini diungkap jajarannya.
Ia mengatakan hal tersebut berdasarkan tingkat produksinya, luas pabrik, maupun kelengkapan mesin produksinya. Walaupun bahan-bahan pembuatan obat-obatan itu berasal dari luar negeri, Krisno belum menemukan adanya keterlibatan warga negara asing dalam produksi obat keras itu.
“Keterlibatan dengan orang asing sejauh ini belum ada. Memang bahan-bahan kimia ini produsennya dari luar negeri. Tim lapor kami kemarin sudah datang untuk olah TKP. Tentunya tidak bisa kami simpulkan begitu cepat hingga ada bukti,” kata Brigjen Krisno dikutip dari ANTARA pada Senin (27/9).