Berkah Beri Takjil Gratis, Pengusaha Serabi Sukses Buka Gerai Se-Indonesia
Slamet Rifai memulai usaha kuliner sejak tahun 2006. Sempat kesulitan di awal, ia merasakan berkah dari berbagi takjil sewaktu berbagi dagangan untuk takjil sewaktu bulan Ramadan. Sejak saat itu kulinernya bertumbuh pesat.
Slamet Rifai mulai terjun ke dunia usaha kuliner sejak tahun 2006. Saat itu dia berjualan pisang kremes.
Sementara ada seorang temannya orang Jakarta yang datang ke Jogja. Di Jogja dia berjualan serabi. Sebagai sesama pedagang jajanan kuliner, mereka sering ngobrol dan bertukar pikiran di sela-sela aktivitas mereka. Pada suatu hari, temannya itu mulai tidak betah jualan di Jogja.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
“Dia bilang di Jogja uangnya dikit,” kata Rifai, saat dihubungi Merdeka.com pada Selasa (6/6).
Temannya itu kemudian ingin kembali berjualan di Jakarta. Pada suatu hari, sebelum pergi ke Jakarta, temannya pamit pada Rifai. Dia memberi resep serabi dagangannya secara cuma-cuma.
Sepulangnya ke rumah, Rifai langsung mempraktikkan resep dari temannya. Berkali-kali mencoba, rasa srabi buatannya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Mulai Berjualan
©Istimewa
Setelah satu bulan, akhirnya Rifai merasa rasa serabi buatannya cukup layak dan ia kemudian memulai berjualan. Saat itu, dagangannya laris manis.
Namun saat September 2008, tepatnya saat Bulan Ramadan, ia menghadapi kendala dalam menjajakan dagangannya. Tak banyak orang yang beli. Setiap pulang ke rumah, jualannya masih sisa banyak.
“Saat itu saya masih tinggal di rumah mertua. Mertua saya tanya terus, kok dagangan banyak yang nggak laku,” imbuhnya.
Karena banyak dagangan yang tersisa, akhirnya sisa serabi ia bagi-bagikan untuk takjil di masjid. Setelah seminggu Rifai rutin membagi-bagikan serabi gratis pada para jamaah masjid, seorang takmir masjid mengajaknya ngobrol. Ia memberi masukan agar serabi itu digulung agar secara tampilan lebih menarik.
“Mulai saat itu serabi saya gulung. Ternyata orang lebih suka sama yang digulung. Setelah puasa saya nitip jualan “serabi gulung” ke pasar-pasar. Ternyata banyak orang yang suka, bahkan sempat viral. Pesanan kemudian merambah ke hotel-hotel,” ungkap Rifai.
Melihat jualannya laku dan keuntungan yang besar berhasil diraup, Rifai kemudian mengontrak rumah. Ia memilih tak lagi tinggal bersama mertuanya karena tak ingin mengganggu karena kegiatan produksinya bertambah banyak.
Merasakan Layanan KUR BRI
©Istimewa
Pada tahun 2010, ada seorang pembeli dari Kalimantan. Ia meminta agar usaha serupa dibuka di Kalimantan Tengah. Akhirnya Rifai membuka usaha franchise pertamanya di sana.
Singkat cerita, usahanya terus berkembang pesat. Karyawannya telah mencapai 50 orang. Omzet kotornya mencapai Rp200 juta sebulan. Ia bisa membuka 19 franchise di seluruh Indonesia. Di sisi lain, ia melakukan perluasan pabrik agar produksi makanan bisa makin meningkat.
Untuk itu pada tahun 2015, ia menggunakan layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan jumlah Rp250 juta. Bagi Rifai, layanan KUR BRI lebih cepat dan tawaran bunganya lebih murah. Dengan adanya pinjaman ini, ia melakukan perluasan pabrik dari 200 meter persegi menjadi 400 meter persegi. Ia pun berhasil melunasi pinjaman itu pada tahun 2020.
Terdampak Pandemi
©Istimewa
Namun pada tahun itu pula ia dihadapi kesulitan. Pandemi COVID-19 menyerang. Banyak warung tutup. Karyawannya tinggal menyisakan 3 orang. Bahkan selama sembilan hari pabriknya tidak beroperasi sama sekali.
“Saat itu banyak karyawan nangis. Saya jadi merasa bersalah. Tapi tetap terpaksa saya liburkan sampai kondisi normal kembali. Nanti kalau sudah normal mereka bisa balik ke sini lagi. Tapi saya tidak memaksa. Mereka saya beri kebebasan untuk mencari kerja di tempat lain,” kata Rifai.
Setelah kondisi berangsur normal, bisnis serabinya membaik. Kini ada 14 karyawan yang mulai dipekerjakan kembali. Rifai semakin mengembangkan produk. Tak hanya serabi, ia mencoba bereksplorasi dengan membuat produk kue kering, kue pisang, dan produk-produk lainnya yang tahan lebih lama.
Kini, produknya kembali diminati berbagai hotel. Perlahan tapi pasti perkembangan usahanya bergerak menuju ke titik semula. Rifai berharap bisa kembali memperluas jangkauan produknya hingga ke seluruh Indonesia.
“Harapannya, usaha saya bisa go Nasional lagi. Bisa buka “franchise” lagi terutama di Indonesia Timur,” pungkasnya.