Kisah Hidup Shigeru Ono, Samurai Jepang yang Membela Kemerdekaan Indonesia
Saat Jepang takluk pada Perang Dunia II, ada beberapa tentaranya yang menduduki Indonesia memilih bertahan. Mereka bahkan ikut berperang dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah seorang samurai bernama Shigeru Ono.
Saat Jepang takluk pada Perang Dunia II, banyak tentaranya yang menduduki Indonesia melakukan harakiri demi menjaga kehormatan. Namun, ada pula mereka yang memilih untuk tetap hidup dan tinggal di bekas negeri jajahan itu. Mereka bahkan ikut berperang dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah Shigeru Ono.
Keputusannya untuk ikut berjuang bersama tentara Indonesia ia ambil setelah melihat perang yang mengerikan antara pihak sekutu dengan pejuang Indonesia di Bandung. Saat dipindahkan ke Yogyakarta pada awal 1946, dia bertemu dengan Tatsuo Ichiki. Mulai saat itu mereka bertekad untuk membebaskan Indonesia dari tangan penjajah dengan berjuang di garis depan.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Lalu bagaimana kisah Shigeru Ono dalam perjuangannya membela kemerdekaan Indonesia? Berikut selengkapnya:
Penuhi Janji Kaisar Jepang
©repro dok keluarga
Shigeru Ono lahir di Hokaido, 26 September 1918. Dia menjadi satu dari 1.000 tentara Jepang yang ikut berperang di pihak Indonesia melawan sekutu. Dalam buku berjudul “Memoar Rahmat Shigeru Ono, Bekas Tentara Jepang yang Memihak Republik”, dia menjelaskan alasan para tentara Jepang itu memilih bertahan adalah karena Kaisar Jepang pernah berjanji untuk memberi kemerdekaan dan membebaskan Indonesia dari penjajah barat.
“Indonesia sudah banyak membantu Jepang, sehingga Jepang menjanjikan akan memberikan kemerdekaan pada Indonesia. Tapi sebelum dapat mewujudkan janji itu Jepang sudah kalah pada sekutu. Kami sangat marah dengan itu. Seharusnya kami (tentara Jepang) tetap di Indonesia,” kata Shigeru Ono seperti dikutip dari Liputan6.com.
Marahi Pejuang Indonesia yang Pengecut
©repro dok keluarga
Saat menghadapi sekutu, Shigeru Ono berjuang bersama pasukan pemuda desa yang dilatihnya. Pada saat memimpin pasukannya untuk menyerang markas tentara Belanda di Mojokerto, dia memberi komando menyerang sehingga para pemuda itu memberondong markas Belanda itu dengan senjata. Namun Belanda langsung memberikan serangan balik.
Di saat itulah, Ono terkejut karena tak ada suara tembakan lagi dari pasukan Indonesia. Ternyata para pemuda itu tengah bersembunyi ketakutan di dalam lubang persembunyian. Oleh karena itu dia berteriak marah pada para pemuda itu di tengah desingan peluru. Namun dalam memoarnya, Ono mengenang peristiwa itu sebagai kejadian yang lucu.
“Saking marahnya saya waktu itu, saya marah-marah pakai bahasa Jepang. Coba di antara pemuda itu siapa yang mengerti bahasa Jepang,” kenang Shigeru Ono.
Menikahi Gadis Indonesia
©dok keluarga
Setelah perang usai, pada tahun 1950 Shigeru Ono menetap di Kota Batu, Malang, dan menikahi seorang wanita Indonesia bernama Darkasih. Saat hendak dijodohkan oleh sahabatnya, Sugiyama, Ono bingung.
Diapun mengatakan pada Darkasih apakah mau menikah dengan orang Jepang yang miskin, tidak punya apa-apa, dan tangannya buntung. Untung saja Darkasih mau menerima lamaran itu dan mereka resmi menjadi sepasang suami istri.
Pada saat menjalani bahtera rumah tangga, kehidupan Ono dan Darkasih sempat diwarnai kesulitan ekonomi. Ono bekerja apa saja mulai dari bertani apel, beternak ayam, hingga menjadi tenaga pengamanan di Jakarta. Untungnya, dia ditolong Jenderal Soemitro yang pernah berjuang bersamanya pada waktu perang kemerdekaan. Diapun diterima bekerja di perusahaan Jepang di Jakarta.
“Tapi papi tak mau macam-macam. Dia hanya ambil gajinya saja,” kata Agoes Soetikno, putra Shigeru Ono.
Menolak Kembali ke Jepang
©repro dok keluarga
Pada saat memutuskan tinggal di Indonesia, Shigeru Ono sempat mengirim surat ke negeri Jepang beserta helai rambutnya dan mengatakan bahwa dia telah tewas. Namun rupanya, pihak keluarga Ono tak percaya bahwa dia telah meninggal. Hingga akhirnya, pada tahun 1952 dia dipanggil Konjen Jepang di Surabaya dan berhasil tersambung kembali dengan ibunya.
Namun Ono menjelaskan pada keluarganya kalau ia menolak untuk kembali ke Jepang. Dia mengatakan sudah memiliki anak dan istri di Indonesia. Pihak keluarga bisa menerima dan sang ibu meminta Ono mengganti nama anak pertamanya yang bernama “Tutik” dengan nama “Atsuko”.
“Papi (Shigeru Ono) terus menjalin komunikasi dengan orang tua dan saudara-saudaranya di sana. Dia beberapa kali berkunjung ke Jepang. Tapi menolak pindah dari Indonesia karena merasa rumahnya di sini,” kata Erlik Ono, putra dari Shigeru Ono.
Samurai Terakhir di Indonesia
©repro dok keluarga
Pada tanggal 25 Agustus 2014, Shigeru Ono menghembuskan nafas terakhirnya di Kota batu, Malang, Jawa Timur. Selama 70 tahun tinggal di Jawa, jiwa Jepangnya tak pernah luntur. Bahkan, dia tetap bisa menyanyikan lagu “Kimigayo” tanpa pernah salah.
Saat menyambut tamu, dia sering mengenakan chanchanko, pakaian tradisional Jepang semacam kimono yang menyerupai jaket.
Selain itu, dia selalu bersemangat ketika menceritakan tentang masa-masa perjuangannya saat berjuang bersama tentara Indonesia melawan Belanda. Erlik mengungkapkan kisah yang sering ayahnya ceritakan pada dia bersama saudara-saudaranya.
“Yang paling sering diceritakan Papi adalah saat Papi melawan tentara Belanda dengan pedang samurai. Waktu itu Papi cuma berdua, tentara Belanda yang tewas dua puluhan,” kata Erlik.