Mengenal Sosok Yano Kenzo, Birokrat yang Ditunjuk Jadi Gubernur Sumatra Barat Era Pendudukan Jepang
Era kolonialisme Jepang, sosok birokrat yang satu ini menduduki jabatan sebagai gubernur residen Sumatra Barat.
Era kolonialisme Jepang, sosok birokrat yang satu ini menduduki jabatan sebagai gubernur residen Sumatra Barat.
Kedatangan tentara Jepang cukup memberikan pengaruh besar terhadap sistem pemerintahan di Nusantara, tak terkecuali Provinsi Sumatra Barat. Secara umum, pemerintahan sipil di sana baru berjalan efektif pada 9 Agustus 1942.
Di balik jalannya sistem Residen Sumatra Barat, salah satu sosok yang pernah bertugas sebagai gubernur adalah Yano Kenzo. Lahir di Osaka pada 13 September 1896, ia adalah seorang birokrat yang mengabdi untuk kepolisian dan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang.
(Foto: Wikipedia)
Kariernya sebagai birokrat itu dimulai ketika dirinya diangkat menjadi gubernur prefektur Toyama sebuah wilayah yang berada di Pulau Honshu mulai dari tahun 1938 sampai 1941.
Tahun 1942 tepat tentara Jepang mendarat di Nusantara, Yano pun ditugaskan untuk menjadi gubernur residen Sumatra Barat. Selama bekerja, ia cukup memberikan aspirasi yang positif dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat pribumi.
Mengutip beberapa sumber, Yano ditunjuk untuk menjadi gubernur residen Sumatra Barat atas perintah langsung dari Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Hal ini bertepatan bahwa daerah ini sedang berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat (AD).
Ia mulai bekerja per 1 Agustus 1942, dinobatkan sebagai pemimpin sipil yang ada di daerah satu-satunya selama masa penjajahan Jepang di tanah Nusantara.
Selama bertugas menjadi gubernur, Yano berhasil memikat hati masyarakat Minangkabau saat itu melalui kebudayaan. Ia juga menaruh sikap simpati terhadap aspirasi rakyat untuk merdeka dan menentang kebijakan pemerintah.
Selain itu, ia juga menaruh minat terhadap alam, masyarakat, dan adat-istiadat Minangkabau yang menganut sistem kekeluargaan Matrilineal. Seiring berjalannya waktu, dengan menaruh minat tadi Yano pun akhirnya pun menjadi salah satu tokoh penting dalam berdirinya beberapa organisasi kemasyarakatan.
Kemudian Yano juga berhasil menjaga hubungan baik dengan masyarakat Minangkabau dengan pihak Jepang. Ia juga kerap menentang kebijakan-kebijakan dari Komando Angkatan Darat, namun ia tetap bersahabat dengan Panglima Moritake Tanabe di Bukittinggi.
Sudah menggunakan pendekatan budaya dan menaruh perhatian besar terhadap Residen Sumatra Barat, ia lantas mendirikan organisasi masyarakat bernama Kerukunan Minangkabau atau Gui Gan. Organisasi ini sebagai badan konsultasi dengan tokoh-tokoh Minangkabau.
Kerukunan Minangkabau kerap mengadakan pertemuan secara rutin di kediaman gubernur. Kebanyakan anggotanya adalah perwakilan dari ulama, politis, akademisi, hingga pemimpin adat. Organisasi ini dianggap menjadi Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR periode awal.
Setelah Jepang memutuskan untuk mendirikan DPR pada tahun 1943, Kerukunan Minangkabau tetap berdiri kokoh dan masih dengan peran yang sama. Kepemimpinan organisasi ini dilanjutkan oleh Muhammad Sjafei sebagai ketua.
Uniknya dari Yano Kenzo selama menjadi pejabat residen, ia banyak mencurahkan pandangan dan ide-ide yang menentang kebijakan dari negaranya sendiri yang tidak sesuai dengan yang ia inginkan.
Dengan lahirnya keperpihakan terhadap masyarakat Minangkabau, ia juga menentang kebijakan ekonomi Jepang. Menurutnya, tentara Jepang sangat menyadari akan kekayaan sumber daya di Indonesia yang sangat melimpah ruah dan bertekad untuk mempertahankan kekuasaannya.
Adanya perbedaan pandangan, akhirnya Yano Kenzo memutuskan untuk mengundurkan dari jabatannya pada tahun 1944. Pada bulan berikutnya, jabatan tersebut diberikan kepada Hattori Naoaki.
Tokoh politik sekaligus pejuang Indonesia asal Sumatra Barat ini pernah menjadi gubernur serta menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.
Baca SelengkapnyaSebelum dirinya menjabat sebagai Bupati Ogan Ilir, Panca merupakan seorang pengusaha kondang di Sumatra Selatan
Baca SelengkapnyaRencana untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta tersebut urung terwujud di era Presiden Soekarno.
Baca SelengkapnyaAlih-alih adanya PRRI membuat riuh keadaan pemerintah Indonesia khususnya di wilayah Sumatera, peran kolonel ini justru bersikap sebaliknya.
Baca SelengkapnyaProvinsi Bengkulu pernah menjadi tempat pengasingan Presiden Soekarno selama era sebelum kemerdekaan dalam rentang tahun 1938-1942.
Baca SelengkapnyaDalam sejarah berdirinya negara Singapura, sosok presiden pertama yang menjabat adalah keturunan Indonesia.
Baca SelengkapnyaSebelum era kemerdekaan, pemuda Sumatra telah membentuk perkumpulan untuk mempererat hubungan satu sama lain.
Baca SelengkapnyaSosok pahlawan wanita berdarah Minang ini berjuang di garda terdepan melawan dan menentang sistem kolonialisme Belanda.
Baca SelengkapnyaBangunan yang didirikan kolonial Belanda ini pernah menjadi tempat pengasingan Soekarno dan tokoh nasional lainnya.
Baca Selengkapnya