Kisah Hidup Syekh Nasher dari Sragen, Wali yang Anti dengan Pesinden
Syekh Muhammad Nasher merupakan seorang ulama yang menyebarkan Islam di daerah Jenar, Sragen. Dalam menyebarkan ajarannya, dia paling anti dengan pesinden. Sehingga tempat ia menyebarkan Islam hingga sekarang dikenal dengan julukan "kampung anti sinden".
Desa Kandangsapi yang berada di Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen memiliki sebuah mitos sakral yang hingga kini masih dipegang teguh oleh warga sekitar. Di desa tersebut, ada sebuah kampung bernama Singomodo. Kampung itu terkenal dengan sebutan “kampung anti sinden”.
Keberadaan kampung itu sering kali dikaitkan dengan sosok Eyang Singomodo yang memiliki nama asli Syekh Muhammad Nasher. Saat menyebarkan ajaran Islam di desa itu, Syekh Muhammad Nasser dikenal karena ketidaksukaannya terhadap pesinden.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Berikut selengkapnya:
Sosok Syekh Nasher
©istimewa
Dikutip dari Liputan6.com, Syekh Nasher merupakan salah satu tokoh agama Islam keturunan Kasunanan Surakarta pada masa Pakubuwono II. Disebutkan saat itu ia tiba di Jenar menggunakan getek dengan menyusuri Sungai Bengawan Solo. Sesampainya di Jenar, ia langsung didatangi segerombolan harimau hutan.
Namun dengan kekuatan yang ia punya, Syekh Nasher mampu menjinakkan gerombolan harimau tersebut. Karena inilah kemudian Syekh Nasher dijuluki Mbah Singomodo.
Kedatangan Syekh Nasher di Jenar adalah menyebarkan ajaran Islam. Di sana ia langsung mendirikan gubuk untuk mengajarkan ajaran Islam.
Ajaran Syekh Nasher
©2022 Merdeka.com
Pada awalnya, jumlah santri Syekh Nasher berjumlah 90 orang. Setelah para santrinya menguasai ilmu yang diajarkan Syekh Nasher, mereka diminta untuk berkelana mengajarkan ilmu agama tersebut. Dikutip dari Alif.id, Syekh Nasher juga mengajarkan akulturasi Islam dan budaya Jawa.
Bagi Syekh Nasher, ngaji dan salat merupakan salah satu obat dari ketenangan jiwa dan raga. Selain itu ia juga memiliki banyak ilmu seperti ilmu sabda, ilmu raga sukma, dan lain sebagainya. Ragam dakwah Islam pluralis ini yang kemudian berkembang dalam lingkup pedesaan.
Melarang Adanya Sinden
Suatu hari, Syekh Nasher mengajak lima pengikutnya untuk membuat rumah. Pada saat itu, hanya tersisa lima orang yang bekerja memasang atap. Sementara satu pengikutnya lagi tergoda untuk melihat acara sinden keliling.
Karena melanggar, akhirnya pengikut beserta sang sinden dipanggil Syekh Nasher. Keduanya ditawari untuk menikah saja lalu memisahkan diri. Satu pengikut dan sinden itu kemudian diminta tinggal ke barat batas jalan yang sudah dibuat, sementara Syekh Nasher dan pengikutnya ada di timur batas jalan.
“Nah sejak saat itulah Syekh Nasher melarang pengikut yang tinggal di wilayah dalam batas timur jalan untuk mendengarkan atau membunyikan apa pun yang ada suara sinden, lalu dilarang menggelar hajatan atau hiburan yang mengundang sinden atau penyanyi wanita. Barang siapa melanggar, risikonya ajal,” kata Mbah Slamet, juru kunci makam Syekh Nasher dikutip dari Liputan6.