Kisah Inspiratif Dokter Budi Laksono, Pejuang Pembangunan Jamban Sehat dari Semarang
Dokter Budi Laksono hobi berkeliling desa. Ia melakukan hobinya bukan hanya sekedar healing, melainkan melihat kondisi jamban di tiap rumah yang ia lewati.
Dokter Budi Laksono punya hobi berkeliling desa. Ia melakukan hobi itu tak hanya sekedar healing atau melepas penat, melainkan melihat kondisi jamban di tiap-tiap rumah.
Oleh kebanyakan warga, Dokter Budi Laksono dikenal sebagai dokter jamban. Berdasarkan video yang diunggah kanal YouTube Liputan6, dalam kesempatan itu Dokter Budi meninjau jamban-jamban milik warga di wilayah Tenjo, Bogor, Jawa Barat. Hingga tahun 2018, masih banyak warga Tenjo yang buang air besar di sembarang tempat. Hal itu mereka lakukan karena tidak memiliki jamban di rumah.
-
Kapan dokter Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
-
Kapan Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang? Cawapres Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang, Jawa Tengah, Selasa 23 Januari 2024.
-
Kenapa dr. Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Apa saja layanan medis yang dilayani oleh Dokter Terawan? "Prof Terawan Hanya melayani Tindakan Digital Substraction Angiography (DSA), dan Immunotherapy Nusantara," kata Okta.
-
Siapa yang sedang berjuang menjadi seorang dokter? “Selangkah lagi menjadi seorang dokter,” tulis Zahra, adik Awkarin, dalam upayanya mengejar profesi sebagai dokter.
“Dulu masih banyak lapangan kosong atau semak-semak. Biasanya warga buang hajat di sana. Mereka buang hajat di tempat sepi, tidak terlihat oleh banyak orang yang lewat,” kata Iip, salah seorang warga Tenjo, dikutip dari YouTube Liputan6 pada Sabtu (28/9).
Kondisi inilah yang membuat Dokter Budi Laksono tergerak hatinya untuk membantu menyediakan jamban-jamban praktis bagi desa yang membutuhkan. Salah satu teknologi ciptaannya adalah “jamban amfibi”, sebuah jamban sehat untuk mengatasi permasalahan masyarakat yang tidak memiliki jamban.
Berikut selengkapnya.
Berawal dari KKN
Dokter Budi lahir di Semarang pada 6 Maret 1963. Kepeduliannya terhadap jamban sehat dimulai saat ia menjalani KKN saat masih berkuliah di Universitas Diponegoro. Saat itu ia melihat banyak warga di desa tempatnya KKN di Borobudur tidak memiliki jamban. Ternyata warga itu masih beranggapan bahwa membuat jamban merupakan sesuatu yang sulit. Oleh karena itu, Dokter Budi muda menunjukkan bahwa membuat jamban merupakan sesuatu yang mudah.
“Saat itu kami bersama dengan tim KKN membuat satu jamban saja. Karena waktu itu kami tidak punya uang, jadi kami cukup membuat sampel satu saja,” kata Dokter Budi dikutip dari kanal YouTube Liputan6.
- Dokter Kaget Siswi SMP Kelas 1 Hamil Ketahuan Ibunya saat Kandungan 7 Bulan, Parahnya Terkena Penyakit Kelamin
- Dekan FK Unair Dicopot Usai Tolak Dokter Asing, Mahfud: Jangan Sampai Ada Orang Lempar Batu Sembunyi Tangan
- Dokter Spesialis Olahraga Jelaskan Sejumlah Budaya Kebugaran di Indonesia yang Perlu Diubah
- Perjuangan Dokter Kandungan Diungkap Istri, Tetap Layani Pasien di Bandara Padahal Mau Liburan
Pentingnya Jamban Keluarga
Pengalamannya saat KKN itu justru menjadi inspirasinya di kemudian hari. Saat sudah menjadi dokter ia ditugaskan di Kabupaten Pekalongan. Saat itu ia melihat banyak warga di sana yang terkena penyakit diare. Ia pun kemudian melakukan penelitian di sana. Ternyata kebanyakan warga di Pekalongan masih menggunakan jamban umum dalam keseharian mereka.
Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Dokter Budi menyimpulkan bahwa penggunaan jamban umum tidak efektif. Dibutuhkan sebuah jamban keluarga yang mudah dan murah bagi warga.
“Jadi dulu satu kampung di sana ada program pengadaan jamban umum. Setelah jadi orang sekampung itu dicatat sudah punya jamban. Padahal jamban umum itu dua sampai tiga minggu sudah rusak semuanya. Sehingga saat itu saya bilang pada warga di sana kalau jamban umum tidak bisa digunakan lagi,” kata Dokter Budi.
Masalah Seluruh Indonesia
Di samping aktivitasnya sebagai pegiat jamban sehat, Dokter Budi Laksono masih menjalani profesinya sebagai dokter di pinggiran Kota Semarang, Jawa Tengah. Ia meyakini bahwa sanitasi yang baik dapat menekan angka penyakit di masyarakat. Hal inilah yang selalu ia sosialisasikan pada para pasiennya. Dengan lingkungan yang bersih dan pola hidup sehat, masyarakat akan terhindar dari berbagai jenis penyakit.
“Saat saya tugas di Pekalongan saya melihat itu problem puskesmas kami. Saat saya melihat hal yang sama di Semarang kami menilai ini problem Jawa Tengah. Ketika kami melihat referensi ternyata ini problem seluruh Indonesia. Waktu itu kami menghitung 36 juta keluarga nggak punya WC, itu tahun 2015,” kata Dokter Budi.
WC For All
Dari fakta itu, Dokter Budi kemudian mencetuskan program bernama “WC For All”. Program itu dimulai dengan pengadaan 5.000 jamban di Semarang. Selain itu, ia juga mengembangkan berbagai inovasi jamban. Di rumahnya terdapat museum jamban yang menampilkan berbagai inovasi jamban untuk berbagai karakteristik wilayah di Indonesia. Tak hanya itu, ia juga mengadakan berbagai pelatihan tentang pembuatan jamban.
“Jamban dari ujung gunung sampai ujung laut kami sudah punya modelnya. Kami juga mengadakan pelatihan bagi para warga dan relawan. Sebenarnya ilmu ini mudah saja diterapkan,” kata Dokter Budi.