Dokter Spesialis Olahraga Jelaskan Sejumlah Budaya Kebugaran di Indonesia yang Perlu Diubah
Sejumlah budaya terkait olahraga dan kebugaran yang ada di Indonesia dianggap bisa berdampak buruk pada kondisi secara keseluruhan.
Sejumlah budaya terkait olahraga dan kebugaran yang ada di Indonesia dianggap bisa berdampak buruk pada kondisi secara keseluruhan.
-
Apa saja penyakit yang bisa dicegah dengan olahraga? Berolahraga secara rutin bisa menjadi penangkal bagi sejumlah masalah kesehatan berikut: Penyakit Kardiovaskular Obesitas Diabetes Tipe 2 Osteoporosis Gangguan Kesehatan Mental Kanker Penyakit Pernapasan Kronis Gangguan Tidur Nyeri Sendi dan Arthritis Masalah Kesehatan Terkait Penuaan
-
Apa saja manfaat olahraga bagi kesehatan? Menerapkan sejumlah kebiasaan sehat bisa berdampak luar biasa bagi kebugaran dan kesehatan jangka panjang tubuh kita.
-
Siapa yang perlu melakukan olahraga teratur untuk menjaga kesehatan? 'American Heart Association merekomendasikan agar orang dewasa melakukan minimal 150 menit aktivitas aerobik sedang setiap minggu, ditambah latihan penguatan otot menggunakan beban setidaknya dua kali seminggu untuk menjaga kesehatan yang optimal,' ujar Prewitt.
-
Kenapa perlu olahraga? Berolahraga setiap hari boleh-boleh saja asal tidak dilakukan dengan terlalu memaksakan diri.
-
Kenapa olahraga penting untuk tubuh? Olahraga merupakan salah satu kegiatan yang penting dilakukan oleh semua orang untuk menjaga kesehatan diri mereka.
-
Apa yang perlu diperhatikan saat berolahraga? Penting untuk tetap memperhatikan kenyamanan tubuh, terutama jika ada komplikasi seperti kerusakan saraf, terutama di kaki.
Dokter Spesialis Olahraga Jelaskan Sejumlah Budaya Kebugaran di Indonesia yang Perlu Diubah
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga, dr. Andhika Raspati, SpKO, mengungkapkan sejumlah budaya kebugaran di Indonesia yang memerlukan perubahan, terutama terkait pola pikir dan porsi olahraga yang sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing individu.
Dr. Andhika menekankan pentingnya memahami kebutuhan tubuh sendiri dan menghindari ekstremitas dalam berolahraga. Dia menyatakan bahwa budaya olahraga di Jakarta terbagi menjadi dua kubu ekstrem.
"Kalau saya lihat, ini dalam konteks Jakarta dulu, saya lihat di Jakarta ini terbagi jadi dua kubu. Ada kubu mereka yang malas berolahraga dan kubu yang terlalu ekstrem olahraga," kata dr. Andhika.
Sebagai konten kreator di bidang kesehatan, dr. Andhika sering menerima banyak komentar di media sosial yang menunjukkan kecenderungan masyarakat yang hanya melihat olahraga sebagai langkah untuk mengobati penyakit. Banyak yang baru memulai olahraga ketika mengalami kegemukan, hasil medical check-up (MCU) yang buruk, atau terkena penyakit seperti kolesterol dan diabetes.
Di sisi lain, ada kelompok yang terlalu ekstrem dalam berolahraga. Ini sering terjadi dalam komunitas olahraga yang mengalami kompetisi toksik. Dr. Andhika mencatat bahwa anggota komunitas sering merasa harus mencapai hasil yang sama dengan anggota lainnya, meskipun ada perbedaan kemampuan dan kualitas alat yang digunakan.
"Di komunitas sepeda, itu kita suka rombongan padahal sepedanya berbeda-beda. Ada yang frame-nya enteng, ada yang berat. Padahal tadi, kondisi orang juga beda-beda, mungkin ada yang enggak sehat-sehat banget dan mereka dipaksa selalu bareng. Kalau ketinggalan bisa diledek tiga hari, akhirnya dia enggak mau kalah dan push diri, makanya kalau diperhatikan di pletonan itu banyak yang collaps," ujarnya.
Dr. Andhika juga menemukan bahwa ada orang tua yang terlalu ambisius mendorong anak-anak mereka untuk fokus menguasai olahraga tertentu, hingga mengorbankan pendidikan. Menurutnya, ini juga merupakan budaya yang perlu diubah agar anak-anak dapat menyeimbangkan antara pendidikan dan olahraga.
Adystra Bimo, Co-Founder dari Runhood and Running Rage, menambahkan bahwa salah satu budaya yang perlu diubah adalah pola pikir bahwa olahraga merupakan hukuman.
"Saya harapkan semua orang bisa berada dalam kondisi tengah-tengah, yang malas tahu kalau olahraga bukan cuma obat tapi jadi investasi supaya enggak sakit, dan yang ekstrem jangan terlalu berlebihan karena olahraga itu ada aturan main. Jadi semua orang bisa olahraga dengan dosis yang tepat," jelasnya.
"Seperti ceritaku waktu SMA, dulu olahraga itu masih menjadi hukuman," kata Adystra.
Menurutnya, dengan akses dan pengetahuan soal olahraga yang sudah jauh lebih baik, masyarakat perlu melihat olahraga sebagai hobi yang ditekuni atau profesi yang serius. Terlebih lagi, beberapa orang memiliki potensi sensor motorik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kognitif mereka.
"Jadi olahraga itu sama kayak kamu belajar matematika atau fisika dan itu sebenarnya bisa jadi salah satu minat untuk anak-anak. Jadi bukan dijadikan sebagai anak tiri atau hukuman, kalau kapabilitas anak di situ, motoriknya lebih tinggi, kenapa enggak difokuskan ke sana karena olahraga bisa jadi profesi. Itu yang aku mau lihat di Indonesia," kata Adystra.
Untuk menciptakan budaya olahraga yang sehat, masyarakat Indonesia perlu mengubah pola pikir dan kebiasaan terkait kebugaran. Memahami bahwa olahraga bukan hanya sebagai sarana pengobatan tetapi juga investasi kesehatan jangka panjang adalah langkah pertama yang penting. Selain itu, menghindari kompetisi toksik dan memberikan dukungan yang seimbang antara pendidikan dan olahraga bagi anak-anak dapat membantu menciptakan generasi yang lebih sehat dan berprestasi.