Kisah Kakek Anak dan Cucu jadi Ilmuwan Tempe Kelas Dunia, Berawal dari Pesan Guru SD di Klaten
Bapak Pangan Indonesia itu mengenang betapa berjasanya sang guru SD.
Bapak Pangan Indonesia itu mengenang betapa berjasanya sang guru SD.
Kisah Kakek Anak dan Cucu jadi Ilmuwan Tempe Kelas Dunia, Berawal dari Pesan Guru SD di Klaten
Pelajaran hasta karya membuat lencana merah putih dengan kain perca saat kelas 3 SD di Klaten, mengantarkan Florentinus Gregorius (FG) Winarno jadi ilmuwan pangan kelas dunia.
- Momen Sedih Anak Yatim Perpisahan dengan Guru yang Selalu Perhatian, Menangis Sesegukan Beri Hadiah Buah
- Kisah Anak Pedagang Es Keliling Berhasil Angkat Derajat Orang Tua, Raih Gelar Magister hingga Jadi ASN Guru
- 10 Tahun Tidak Ketemu, ini Sosok Guru Sanggar Lesti Kejora 'Tidak Pelit Ilmu'
- Kisah Siswa Kelas 5 SD di Palembang Jualan Keripik demi Hidupi 3 Adik dan Nenek
Ilmuwan Tiga Generasi
FG Winarno lahir di Desa Bayat, Klaten, tempat yang sama di mana tempe pertama kali didokumentasikan pada tahun 1600-an. Ia dikukuhkan sebagai Bapak Ilmu dan Teknologi Pangan Indonesia.
Mengutip artsandculture.google.com, Wida Winarno adalah ilmuwan tempe dan pengusaha sosial. Ia menciptakan tempat pembuatan tempe ramah lingkungan. Wida mengajarkan para narapidana membuat dan menjual tempe olahan sendiri.
Amadeus Driando Ahnan-Winarno mendirikan Tempe Movement di AS dan startup di bidang fermentasi tempe yang bernama Better Nature Ltd di UK. Ia mempublikasikan "Tempeh Bible" yang berisi rangkuman kolektif tentang penelitian tempe selama 50 tahun lebih.
Jasa Besar Guru SD
Lahir dari keluarga sederhana, ayah Winarno hanya sekolah hingga kelas 2 SD, sementara ibunya buta huruf. Saat kelas 3 SD di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Winarno punya kenangan manis dengan sang guru yang ia panggil Bu Sri. Saat itu, Bu Sri meminta para muridnya membawa sehelai kain merah dan putih, serta jarum dan benang. Rupanya mereka ditugasi membuat lencana merah putih dengan menjahit dari kain tersebut. Selanjutnya, Bu Sri meminta para murid menyematkan lencana merah putih karya mereka ke dada kiri masing-masing.
Perintah itu dibarengi pesan supaya anak-anak didiknya senantiasa menjaga rasa nasionalisme sebagai bangsa Indonesia. Guru itu juga berpesan agar murid-muridnya selalu berusaha mengibarkan sang saka merah putih setinggi-tingginya. Pesan ini melekat kuat dalam benak Winarno. Saat ia berhasil unjuk gigi sebagai ilmuwan pangan Indonesia di tingkat global, salah satunya residen Komisi Alimentarius WHO-FAO CODEX, ia selalu ingat pesan Bu Sri.
"Bu Sri, sang saka merah putih sudah saya kibarkan di seluruh Amerika," ungkap Winarno, dikutip dari YouTube Gita Wirjawan.
Pendidikan Keluarga
Anak perempuan Winarno, Wida mengungkap bagaimana pendidikan keluarga membentuk dirinya yang sekarang. Memiliki ayah seorang dosen membuat Wida hidup disiplin dan akrab dengan momen diskusi hingga mengunjungi pabrik sejak kecil.
Setiap liburan keluarga, Winarno selalu membuat jadwal rinci kegiatan.
"Misalnya jam 7.10 kita harus kumpul di sini, itu harus ditepati sampai menit-menitnya harus tepat," terang Wida.
Selain soal kedispilinan, sejak kecil Wida sering diajak ayahnya berkunjung ke pabrik-pabrik untuk melihat proses produksi di sana. Tak hanya itu, momen makan bersama selalu jadi favorit seluruh anggota keluarga Winarno. Pasalnya, di meja makan itu mereka akan bercerita dan saling berdiskusi tentang berbagai hal.
Sang Inspirasi
Bagi Driando, sang kakek, Winarno adalah inspirator. Berkat cerita-cerita sang kakek yang ia dengar sejak kecil, Driando menjadi sosok yang punya nasionalisme tinggi. Ia mengaku ingin membuat tempe mendunia.