Kisah Kampung Mati di Gunungkidul, Kini Hanya Tersisa Dua Rumah di Puncak Bukit
Ada seorang warga kampung yang hilang dan keberadaannya belum diketahui hingga kini.
Ada seorang warga kampung yang hilang dan keberadaannya belum diketahui hingga kini.
Kisah Kampung Mati di Gunungkidul, Kini Hanya Tersisa Dua Rumah di Puncak Bukit
Di Padukuhan Suru, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat perkampungan terpencil yang letaknya di atas bukit. Kampung itu bak kampung mati karena di sana hanya menyisakan dua rumah.
-
Di mana saja wilayah yang terdampak kekeringan di Gunungkidul? Berdasarkan data yang dihimpun BPBD, dari 14 kapanewon terdapat 55 kelurahan yang berpotensi terdampak. Adapun penyebarannya berada di 350 dusun, dengan jumlah jiwa sebanyak 107.853 jiwa.
-
Di mana kampung mati itu berada? Di Kabupaten Purbalingga, terdapat sebuah kampung mati yang lokasinya berada di tengah hutan.
-
Dimana letak Kabupaten Gunungkidul? Gunungkidul merupakan sebuah wilayah kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
-
Apa yang menjadi ciri khas bentang alam di wilayah selatan Kabupaten Gunungkidul? Wilayah selatan Gunungkidul merupakan bagian dari Gunungsewu Geopark yang telah diakui oleh UNESCO. Wilayah ini identik dengan bukit-bukit kecil yang jumlahnya sangat banyak.
-
Di mana letak Kampung Susukan dan Karian yang dikenal sebagai Kampung Mati? Empat keluarga memilih bertahan untuk tinggal di kampung mati Susukan dan Karian, Desa Calungbungur, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten.
-
Apa saja yang terjadi di Gunungkidul terkait kekeringan? Memasuki Bulan Agustus, beberapa daerah di Indonesia mulai dilanda kekeringan. Kondisi ini juga terjadi di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dikenal dengan daerah rawan kekeringan. Pemkab Gunungkidul menetapkan status siaga darurat kekeringan. Terlebih sebanyak 14 dari 18 kecamatan di sana mengalami kesulitan air bersih.
Jalan menuju kampung mati itu cukup terjal dan menanjak. Di tengah perjalanan, banyak dijumpai rumah-rumah tak berpenghuni. Namun di antara rumah-rumah itu, ada beberapa rumah yang masih dihuni pemiliknya.
Salah seorang penghuni rumah itu bernama Pak Mulyono. Ia menunjuk pada pemilik kanal YouTube Jejak Richard bahwa di ujung sana masih ada dua rumah lagi yang letaknya di puncak bukit. Kedua rumah itu adalah milik Pak Tupan dan Pak Winarno.
Pak Mulyono bercerita, dahulu di sana ada seorang penduduk kampung yang sudah tua hilang entah ke mana. Warga sudah mencarinya sampai keliling Jawa Tengah namun keberadaannya belum diketahui hingga kini.
“Sebenarnya orang itu cuma jalan ke barat ke arah ladang. Ada yang menawarkannya mangga tapi dia tidak mau. Dia terus berjalan ke arah barat lalu hilang. Sudah empat tahun ini hilang. Kalau katanya kiai masih hidup tapi sudah ikut jin,” ungkap Pak Mulyono menceritakan seorang warga Kampung Suru yang hilang.
Perjalanan menuju kampung di puncak bukit dilanjutkan dengan berjalan kaki melintasi jalan setapak di tengah batu-batu kapur yang besar. Pada zaman dulu, ada sekitar 20 KK yang tinggal di kampung itu.
Namun kehidupan di sana sungguh sulit. Selain berada di zona rawan longsor, hasil pertanian di sana sering menjadi serangan monyet ekor panjang.
Hal inilah yang membuat warga tidak betah dan akhirnya memilih pindah.
Halaman rumah Pak Tupan cukup luas. Di salah satu bagiannya terdapat sebuah kandang yang dihuni seekor sapi.
Pak Tupan berkata, suasana malam di rumahnya cukup sepi. Ia pun sebenarnya takut tinggal tanpa tetangga di sana apalagi kalau ada angin kencang dan hujan deras.
“Kalau nggak ada tetangganya kan bingung kalau ada apa-apa. Seumpama saya tinggal istri saya takut sendiri di sini,” kata Pak Tupan, mengutip kanal YouTube Jejak Richard.
Pak Tupan mengeluh sering kali rumahnya menjadi sasaran monyet ekor panjang. Mereka berlarian di atap rumah dan sering kali menyerang istrinya.
Sementara itu untuk penghasilan, uang yang diperoleh Pak Tupan tidak menentu. Selain buruh serabutan, penghasilan diperoleh dari mencari rumput dan memelihara hewan ternak milik orang lain di kandangnya. Ia pun mengaku ingin pindah dan tinggal di tempat yang lebih layak.
“Saya sudah beli tanah di bawah. Inginnya ikut teman-teman hidup di bawah. Kan bingung nggak ada teman di sini,” kata Pak Tupan.
Pak Tupan berkata, orang tua yang hilang di kampung itu tak lain adalah ibunya. Ia bercerita waktu itu ia dan istrinya meninggalkan ibunya sendirian di rumah untuk bekerja di ladang.
Tapi waktu akan berangkat salat Jumat di masjid, ia dikabari bahwa ibunya sedang berjalan ke arah hutan yang berada di sisi barat kampung itu.
Namun saat akan mengejarnya, Pak Tupan sudah kehilangan jejak ibunya.
Hingga kini, ia dan keluarganya masih trauma atas kejadian tersebut. Hal ini pula yang membuat Lestari, istri Pak Tupan, sering ketakutan kalau ditinggal sendiri di rumah.
“Tahun 2019 ibu saya hilang, Padahal waktu itu ada yang nyari sampai ribuan orang. Hingga kini belum ada titik terang,” cerita Pak Tupan mengenang momen itu.