Hidup di Antara Puluhan Rumah Kosong, Keluarga Ini Tinggal di Kampung Mati Cigerut
Disaat semua warga pindah, keluarga ini memilih bertahan di kampung mati.
Disaat semua warga pindah, keluarga ini memilih bertahan di kampung mati.
Hidup di Antara Puluhan Rumah Kosong, Keluarga Ini Tinggal di Kampung Mati Cigerut
Berkunjung ke Kampung Mati Cigerut ibarat menyusuri labirin panjang nan berliku menuju ke dunia lain. Letaknya yang begitu terpencil di atas bukit membuat kampung ini seakan jauh dari peradaban manusia.
Tak heran apabila banyak penghuninya memilih pindah ke tempat yang lebih “layak” untuk dihuni.
Namun siapa sangka, masih ada sisa-sisa peradaban kecil di kampung mati itu. Kondisi kampung mati ini coba dieksplorasi kanal YouTube Jejak Bang Ibra. Seperti apa kondisi kampung mati itu?
-
Siapa yang masih tinggal di Kampung Mati? Yang masih tinggal di kampung itu adalah keluarga Pak Muhsori. Ia tinggal di sana bersama istrinya.
-
Bagaimana kondisi Kampung Mati saat ini? Bangunan-bangunan terbengkalai di permukiman Pantai Kuwaru tampak sudah banyak yang dipenuhi coretan. Saat pemilik kanal YouTube Roy Kluthik berkunjung ke sana, tak banyak orang yang mengunjungi tempat itu.
-
Apa yang ada di Kampung Mati? Banyak rumah permanen yang masih utuh di kampung itu. Hanya sayang rumah itu sudah tak berpenghuni lagi.
-
Dimana kampung mati petir ini berada? Kampung Petir merupakan sebuah kampung tak berpenghuni yang berada di tengah hutan wilayah Desa Kedawung, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
-
Dimana Kampung Mati berada? Di Kabupaten Purbalingga, terdapat sebuah kampung mati yang lokasinya berada di tengah hutan.
-
Siapa yang menghuni kampung tersebut? Pasalnya di sini, seluruh penghuninya merupakan perempuan dan tidak ada laki-laki sama sekali.
Saat sampai di Kampung Cigerut, kita langsung diperlihatkan deretan rumah kosong yang terbengkalai. Kebanyakan rumah-rumah itu merupakan bangunan permanen. Namun ironis, karena sudah terlalu lama ditinggalkan pemiliknya, banyak bagian rumah itu yang rusak dan dipenuhi tumbuhan liar.
Banyak rumah kosong di mana-mana. Bahkan kondisi masjid pun dibiarkan tak terawat. Butuh waktu lama untuk mengelilingi kampung mati itu. Hari makin sore, sinar matahari di ufuk barat makin redup. Hingga akhirnya Jejak Bang Ibra menemui sebuah rumah yang masih ada penghuninya.
Seorang gadis keluar dari rumah itu dan menyambut Bang Ibra dengan ramah lalu mempersilahkannya masuk. Di rumah sudah menanti ibu dari gadis itu, Teteh Intan.
Teteh Intan mengaku sudah empat tahun tinggal di kampung itu. Ia berkata beberapa tahun lalu terjadi longsor yang menyebabkan akses menuju kampungnya terputus. Setelah kejadian itu warga satu kampung diungsikan ke Desa Cipakem yang berada di bawah.
Selama dua tahun Teteh Intan dan keluarganya tinggal di tempat relokasi bernama “Bedeng”. Tapi karena ternak dan kebun mereka berada di Cigerut, serta kondisi perekonomian yang terus memburuk, ia dan keluarga memutuskan untuk kembali tinggal di Cigerut.
Sementara suaminya harus bekerja keras mengadu nasib dengan bekerja apapun yang bisa ia lakukan untuk menghidupi keluarga.
“Kalau suami saya itu kerja serabutan. Kerja apa saja mau. Pulangnya nggak mesti. Paling cepat dia pulang jam lima sore. Kadang maghrib, kadang malam, kadang nggak pulang sama sekali,” tutur Teteh Intan.
Selama tinggal di kampung mati itu, tak jarang Teteh Intan mengalami kejadian aneh seperti suara gedoran pintu dan halusinasi setelah bangun tidur.
Hal itu kerap terjadi saat suaminya tidak ada di rumah.
“Sebenarnya saya takut tinggal sendiri di sini. Tapi mungkin lama-lama rasa takutnya sudah nggak ada, jadi sudah terbiasa,” kata Teteh Intan.
Teteh Intan mengatakan, kini di kampung itu hanya menyisakan empat keluarga. Namun rumah mereka saling berjauhan, sehingga jarang bertegur sapa.
Sementara itu Kang Maman, suami dari Teteh Intan, mengaku hingga saat ini ia terus berusaha mencari uang agar bisa membeli rumah atau mengontrak rumah di luar. Bagaimanapun ia dan keluarga ingin pindah dari kampung mati itu.
“Kalau banyak orang bertanya, kok bisa betah tinggal di sini. Sebenarnya saya bukan betah, tapi karena keterpaksaan. Bagaimanapun kalau kita mau keluar dari sini itu kan butuh biaya,”
ungkap Kang Maman, dikutip dari kanal YouTube Jejak Bang Ibra.