Kisah Mantan Jugun Ianfu Asal Jogja, Disiksa Jepang hingga Hadapi Stigma Buruk
Walaupun sudah lama berlalu, para perempuan mantan Jugun Ianfu yang masih hidup masih belum lepas sepenuhnya dari bayang-bayang masa lalu. Bahkan mereka juga kadang mendapat stigma buruk masyarakat.
Di zaman penjajahan Jepang, banyak perempuan pribumi di Indonesia yang dijadikan budak seks oleh tentara Jepang. Mereka dikenal dengan nama Jugun Ianfu.
Walaupun sudah lama berlalu, para perempuan mantan Jugun Ianfu yang masih hidup masih belum lepas sepenuhnya dari bayang-bayang masa lalu.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,â ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Mardiyem misalnya, perempuan asal Jogja itu turut diundang ke Jepang oleh Violence Against Women in War-Net Work Jepang untuk menghadiri Pengadilan Rakyat Perempuan Internasional (Tribunal Tokyo). Dalam pengadilan itu, mereka menuntut pemerintah Jepang yang melakukan sistem perbudakan seks selama Perang Dunia II. Tak hanya Indonesia, saat itu sistem perbudakan Jugun Ianfu juga diterapkan di negara-negara lain seperti Tiongkok, Taiwan, Korea Utara, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina.
Sebagai seorang mantan Jugun Ianfu, Mardiyem mengungkapkan kisah hidupnya merasakan bagaimana rasanya menjadi budak seks hingga melawan stigma buruk masyarakat terhadapnya. Berikut kisahnya seperti dilansir dari Liputan6.com pada 7 April 2016:
Awal Mula Mardiyem Menjadi Jugun Ianfu
©2021 Liputan6.com
Mardiyem bercerita, ia masih berusia 13 tahun saat menjadi Jugun Ianfu. Waktu itu, ia diberi panggilan Momoye. Awalnya, ia dijanjikan bakal diberangkatkan ke Borneo menjadi penyanyi kelompok sandiwara keliling Pantja Soerya.
Namun sebelum berangkat, semua tubuhnya diperiksa, termasuk kemaluannya. Namun saat menetap di Asrama Telawang sebelum menuju Borneo, ia diperkosa oleh seorang pembantu dokter yang memeriksa kesehatannya.
“Sejak di Telawang, nama Mardiyem telah hilang. Di sana saya diberi nama Momoye. Hari pertama di sana, saya dipaksa melayani enam laki-laki padahal waktu itu saya sudah mengalami pendarahan hebat,” ungkap Mardiyem.
Kisah Pilu Jadi Seorang Jugun Ianfu
©2021 Liputan6.com
Selama menjadi seorang Jugun Ianfu, Mardiyem tinggal di sebuah rumah bordir di Banjarmasin milik Chikada. Pemiliknya itu sikapnya sangat kasar pada Mardiyem. Pernah suatu hari ia dipukul dan ditendang sampai pingsan selama 6 jam karena menolak melayani tamu.
Karena pekerjaannya itu, Mardiyem mengaku pernah hamil dan terpaksa menggugurkan kandungannya karena disuruh Chikada. Mardiyem mengaku sebenarnya laki-laki yang menghamilinya itu siap bertanggung jawab atas anak itu, tetapi Chikada tidak mengizinkan.
Mardiyem merasa sangat berdosa karena membiarkan bayi itu meninggal. Sebelum menguburkannya, ia memberi nama bayi itu Mardiyama, dengan nama “Yama” yang diambil dari nama ayah sang bayi.
Kehidupan Setelah Merdeka
©2021 Liputan6.com
Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1953, Mardiyem kembali pulang ke kampung halamannya di Yogyakarta. Dia kemudian menikah dengan seorang mantan prajurit KNIL yang juga mantan tahanan Jepang. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak.
Namun baru pada tahun 1993 Mardiyem mendaftarkan diri di LBH Yogya sebagai mantan Jugun Ianfu. Hingga saat itu, putra dan keluarganya bahkan tidak tahu bahwa ia dulunya seorang Jugun Ianfu. Banyak pihak yang mau mengerti tentang masa lalunya. Tapi ada pula tetangga dan anggota keluarga yang menganggapnya sudah melakukan sesuatu yang memalukan.
Selain itu, walaupun sudah diundang dua kali ke Jepang oleh LSM, namun Mardiyem belum dapat kompensasi. Bahkan Mardiyem mengatakan ada tetangganya yang berbisik,”Sudah berkali-kali ke Jepang kok belum dapat uang?”
Ganti Rugi pada Korban Jugun Ianfu
©2021 Liputan6.com
Karena desakan berbagai pihak, Pemerintah Jepang akhirnya bersedia membayar ganti rugi terhadap para Jugun Ianfu. Namun kompensasi sebesar 380 juta yen itu justru mengucur ke Asian Women Funds (AWF).
Tapi, dana pada AWF itu tidak jelas penggunaannya. Di awal dikatakan dananya akan digunakan untuk mendirikan panti jompo di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Utara. Namun praktiknya para mantan Jugun Ianfu tidak pernah menerimanya.
Mengenai dana itu, Mardiyem mengaku menolak menerima. Kecuali Pemerintah Jepang mengaku bersalah dan meminta maaf kepada korban, merehabilitasi nama mereka, serta memasukkan nama Jugun Ianfu sebagai pelajaran sekolah di Jepang.