Kisah Perjuangan Pastor Van Lith, Membaurkan Ajaran Katolik dengan Budaya Jawa
Romo Van Lith adalah salah satu tokoh yang menyebarkan ajaran Katolik di tanah Jawa. Dalam misinya itu, dia banyak memasukkan unsur budaya Jawa. Baginya, menghidupi kekatolikan itu lebih penting dari pada sekedar memeluk agama Katolik
Pada suatu hari di tahun 1896, dua orang misionaris dari Belanda mendarat di Semarang, Jawa Tengah. Dia adalah Romo Hoovenaar dan Romo Van Lith. Sama-sama diutus untuk menyebarkan ajaran Katolik di tanah Jawa, kedua misionaris ini punya pandangan yang berbeda dalam misi masing-masing.
Bagi Romo Hoovenaar, keberhasilan misinya adalah ketika banyak orang yang dibaptis. Sementara menurut Van Lith, menghidupi kekatolikan itu lebih penting dari pada sekedar memeluk agama Katolik. Dalam misinya, Romo Van Lith ingin menyebarkan ajaran Katolik sekaligus menyejahterakan orang Jawa melalui pendidikan.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Kunjungi juga ayat-ayat alkitab di Merdeka.com.
Maka dari itu untuk memulai misinya, Romo Van Lith mendirikan banyak sekolah pendidikan khususnya di daerah Muntilan, Jawa Tengah. Selain itu, dia mulai mempelajari budaya Jawa dan memisahkan gerakan misi Katolik dari kepentingan politik Kolonial Belanda.
Namun dalam keberhasilan karya seorang misionaris, banyaknya pembaptisan tetaplah menjadi tolak ukur. Sementara itu Romo Van Lith tak kunjung menghasilkan baptisan dan dianggap gagal.
Karena hal itu sekolah pendidikannya akan ditutup dan dia akan ditarik ke negara asalnya. Hingga pada suatu hari ada seorang petapa bernama Sarikromo yang mendatangi Romo Van Lith dalam keadaan menderita penyakit kudis. Berikut kisah selengkapnya:
Peristiwa Sendangsono
©Jesuit.id
Sesampainya di kediaman Romo Van Lith, Sarikromo dirawat hingga sembuh. Tak hanya itu, Sarikromo yang terlanjur tertarik dengan pribadi Romo Van Lith sering datang ke kediaman sang pastor untuk belajar mengenai ajaran Katolik.
Dilansir dari Hidupkatolik.com, Sarikromo pulang ke kediamannya di Semanggung dengan dibekali sebuah Kitab Suci Perjanjian Baru berbahasa Jawa. Saat itu banyak orang yang berdatangan ke rumahnya mengenai penyembuhan penyakitnya. Di sana pulalah Sarikromo bercerita kepada penduduk setempat mengenai sosok Romo Van Lith dan apa yang diajarkannya tentang kekatolikan.
Pada puncaknya, Romo Van Lith membaptis Sarikromo dan tiga orang lainnya di Muntilan. Setelah itu Sarikromo-lah yang kemudian mengajarkan ajaran Katolik di daerah Kalibawang.
Pada puncaknya pada 14 Desember 1904, Romo Van Lith membaptis 171 orang setempat di daerah Sendangsono. Peristiwa ini dipandang sebagai “kelahiran” Gereja Katolik” di antara orang Jawa.
Membaurkan Ajaran Katolik dengan Budaya Jawa
©Indonesia.go.id
Dalam menjalankan misinya, Romo Van Lith banyak memasukkan adat istiadat Jawa ke dalam peribadatan umat Katolik. Sebagai contohnya, dia menambahkan musik gamelan dalam setiap upacara keagamaan.
Selain itu, dia juga menginisiasi pemilihan tempat suci dalam budaya Jawa sebagai kepentingan peribadatan umat Katolik, salah satunya Sendangsono. Ia pulalah yang menekankan perubahan do’a-do’a dan nyanyian Katolik ke dalam Bahasa Jawa.
Dilansir dari Ugm.ac.id, menurut Remy Madinier dalam buku The Politics of Religion in Indonesia, semua yang dilakukan Romo Van Lith dalam menyebarkan ajaran Katolik menunjukkan kalau dia terbuka pada “tradisi sinkretis” di Jawa.
Bahkan dia memasukkan mitos-mitos lokal ke dalam ajaran Katolik, seperti yang ia lakukan saat mengadopsi cerita lokal tentang Dewi Lantamsari, penjaga dan pelindung mata air Sendangsono, dengan sosok Maria.
Membangun Ekonomi dan Pendidikan
©Indonesia.go.id
Selain menyebarkan ajaran Katolik, Romo Van Lith juga berperan besar dalam memajukan perekonomian dan pendidikan di Jawa. Dia menginisiasi usaha-usaha seperti sewa tanah, klinik kesehatan, produksi anyaman bambu, dan jenis usaha lainnya.
Selain itu, dia juga mendirikan sekolah tinggi Katolik di Muntilan bernama Kolese Xavier pada tahun 1904. Seiring waktu, sekolah ini melahirkan para pemimpin-pemimpin Katolik lokal yang tak hanya bergerak di bidang kegerejaan, melainkan kepentingan seluruh masyarakat Jawa.
Salah satunya lulusan sekolah itu adalah Mgr. Albertus Soegijapranata S.J, yang kemudian menjadi uskup Indonesia pertama dan menjadi Pahlawan Nasional karena turut terlibat dalam penyelesaian damai Pertempuran Lima Hari di Semarang.