Mengenal Samir, Selempang Khas Penanda Tugas Ala Kraton Yogyakarta
Samir merupakan salah satu kelengkapan busana abdi dalem Kraton Yogyakarta. Sekilas, kelengkapan busana itu hanya berfungsi sebagai aksesoris semata. Namun sebenarnya Samir merupakan kelengkapan busana yang sangat penting dan tidak sembarang orang boleh memakainya.
Samir merupakan salah satu kelengkapan busana abdi dalem Kraton Yogyakarta. Bentuknya menyerupai pita atau selempang kecil dengan hiasan gombyok di kedua sisinya. Sekilas, kelengkapan busana itu hanya berfungsi sebagai aksesoris semata. Namun sebenarnya, Samir merupakan kelengkapan busana yang sangat penting dan tidak sembarang orang boleh memakainya.
Di Kraton Yogyakarta, Samir yang sedang dikenakan oleh para abdi dalem merupakan sebuah penanda bahwa mereka sedang menjalankan tugas. Dalam penerapannya, bentuk motif dan warna yang ada pada Samir menunjukkan perbedaan dalam jenjang kepangkatan abdi dalem. Lalu bagaimana cara Samir digunakan dan sejak kapan tata cara itu diterapkan? Berikut penjelasan selengkapnya:
-
Apa yang dikatakan Ade Armando tentang DIY? Laporan ini merupakan buntut dari pernyataan Ade yang mengatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai perwujudan dari politik dinasti sesungguhnya.
-
Kapan puncak kemarau di DIY diprediksi berlangsung? Sebelumnya Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut puncak musim kemarau 2024 di DIY diprediksi berlangsung antara Juli hingga Agustus 2024.
-
Siapa saja yang hadir dalam sosialisasi Balai Bahasa DIY tentang ujaran kebencian? Acara dihadiri oleh 47 peserta dari berbagai lembaga seperti binmas polres kabupaten/kota, humas Setda DIY, bidang kepemudaan kabupaten/kota, dinas komunikasi dan informatika provinsi/kabupaten/kota dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) kabupaten/kota.Lalu hadir pula, dinas DP3AP2KB provinsi/kabupaten/kota, MKKS kabupaten/kota, Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi DIY, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) serta Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Yogyakarta.
-
Kapan puncak arus balik di DIY terjadi? Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa puncak arus balik di provinsi itu terjadi pada Minggu (14/4).
-
Kenapa Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
-
Kapan Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
Penanda Tugas
Dikutip dari Kratonjogja.id, tidak diketahui kapan tepatnya Samir mulai digunakan dalam kehidupan kerajaan di Jawa. Namun penggunaan kalung sebagai penanda tugas telah ditemui sejak dalam kisah pewayangan.
Dalam kisah Mahabaratha, tepatnya dalam perang Bharatayudha, ksatria yang mendapat tugas untuk menjadi panglima perang biasanya mengenakan kalung dari untaian bunga. Tanda ini berlaku bagi kedua belah pihak yang bertempur, baik Pandawa maupun Kurawa.
©kratonjogja.id
Di Kraton Jogja, Samir digunakan oleh para abdi dalem yang menjalankan tugas seperti membawa pusaka, membawa makanan untuk Sultan, memberi sesaji, menabuh gamelan, mengajar dalam forum resmi kraton, atau menjalankan tugas di luar lingkungan kraton, seperti saat menjadi utusan dalam acara Labuan dan Garebeg.
Bahan Dasar Samir
©kratonjogja.id
Bahan dasar Samir adalah kain cindhe motif putih hitam dengan dasar warna merah, atau sering disebut sebagai cindhe bang-bangan. Kain cindhe tersebut dibuat dengan teknik tenun ikat ganda dan mulai dikenal di Nusantara sekitar abad ke-15.
Sementara itu, kain cindhe yang digunakan oleh Kraton Yogyakarta hanya berdasarkan motifnya saja dan tidak mengacu pada bahan maupun teknik pembuatannya. Motif kain itu berdasarkan motif kain cindhe yang berasal dari dataran Tiongkok.
Cara Penggunaan
Pada umumnya, Samir digunakan dengan cara dikalungkan pada leher dengan kedua ujung bertemu di dada. Namun pada busana manggung putri, yaitu para pembawa kelengkapan upacara yang mengiringi Sultan saat duduk di tahta, Samir dikenakan dengan melilitkannya pada leher. Saat tidak dikenakan, Samir akan diselipkan pada pinggang bagian kanan.
©kratonjogja.id
Sementara, berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh pihak Kraton Yogyakarta, kain cindhe yang digunakan untuk Samir memiliki panjang 66 cm dan lebar 5,5 cm. bagian sampingnya diberi plisir dan ujungnya diberi rumbai-rumbai berupa gombyok monte.
Selain itu, sebuah plat logam dengan lebar satu jari dan tambahan berupa lambang Kraton diberikan di antara kain dan rumbai.