Mengunjungi Pasar Kowen Sidokarto, Surganya Barang Antik di Pinggiran Jogja
Pasar Kowen Sidokarto merupakan surganya pecinta barang murah. Letaknya di Kalurahan Sidokarto, Kapanewon Godean, Kabupaten Sleman, atau berada di pinggiran kawasan wisata Yogyakarta.
Jam masih menunjukkan pukul enam pagi tatkala Merdeka.com berkunjung ke Pasar Kowen Sidokarto pada Senin (26/6). Saat itu suasana pasar masih sepi. Beberapa pedagang tampak mempersiapkan barang dagangan mereka. Sebuah angkringan menjadi tempat beberapa orang menyantap sarapan sambil membicarakan problematika hidup mereka.
Beranjak siang, suasana makin ramai. Pasar Kowen Sidokarto menjadi tempat para penjual dan pembeli bertemu. Yang dijual bukan kebutuhan pokok sehari-hari, melainkan barang-barang antik maupun barang-barang bekas yang dijual dengan harga murah.
Pasar Kowen tidak buka tiap hari, melainkan hanya setiap hari pasaran Pon dalam penanggalan kalender Jawa, atau bisa dikatakan lima hari sekali.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
©2023 Merdeka.com/Shani Rasyid
Maryono (57) sudah jualan di Pasar Kowen sejak tiga tahun yang lalu. Sudah berjualan sejak tahun 1990, ia tahu betul rasanya hidup sebagai pedagang keliling.
Di Pasar Kowen, Maryono jualan barang-barang bekas seperti charger handphone, terminal listrik, tas, dan lain sebagainya. Ia mengaku memperoleh barang-barang tersebut dari orang-orang yang menawarinya karena sudah tidak dibutuhkan lagi.
“Saya beli barang-barang itu,” kata Maryono saat Merdeka.com menanyakan apakah barang-barang itu diperoleh secara cuma-cuma atau tidak.
“Saya dapatnya dari mahasiswa yang sudah selesai kuliah, mereka biasanya menawari. Beli ini semua mau nggak,” lanjutnya.
Maryono mengatakan, sebagai pedagang penghasilan per harinya tidak pernah menentu. Tapi setidaknya penghasilan tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Begitu pula dengan Bu Pratni (60), warga Bandut Lor, Kalurahan Argorejo, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul. Ia sudah menjadi pedagang keliling sejak tahun 1986. Ia berkeliling dari pasar ke pasar di seluruh Sleman tergantung hari pasarannya.
Di Pasar Kowen, Pratni berjualan dompet. Dibandingkan dengan berjualan di dalam pasar, ia mengaku lebih suka jualan di pinggir jalan. Walaupun tempatnya kurang nyaman, namun ia mengaku saat berjualan di pinggir jalan jualannya lebih laris.
“Kalau di sini juga harus bayar biaya sewa. Setiap tahunnya Rp300 ribu. Kalau di jalan kan nggak. Cuma bayar retribusi,” kata Pratni.
©2023 Merdeka.com/Shani Rasyid
Ada pula Rian (33), dia sudah dua tahun jualan di Pasar Kowen. Sebelumnya ia melanglang buana ke kota-kota besar menjajakan obat-obatan tradisionalnya.
Rian mengatakan bahwa ia meneruskan usaha ayahnya yang sudah berjualan obat-obatan tradisional sejak lama.
Selain menjual obat-obatan tradisional, Rian juga membuka pengobatan terapi bekam di tempat. Satu kali terapi ia kenakan tarif Rp50 ribu.
Berbeda dengan pedagang lain, dalam berjualan ia tidak menyewa tempat. Rian tinggal mencari tempat strategis di salah satu tepi jalan pasar lalu menggelar dagangannya secara lesehan. Ia pun cukup bayar seikhlasnya kepada pengelola.
“Mereka tempat dagang sudah dipilih. Kalau kita kan jualan pinggir jalan gini. Jadi kita pilih sendiri, mana yang kosong kita tempati,” ujar Rian.
Ketua Pasar Kowen Sidokarto, Sugito, mengatakan bahwa Pasar Kowen Sidokarto merupakan pindahan dari Pasar Pon Godean.
Pemindahan tempat dimulai pada tahun 2019. Namun seiring waktu ternyata tidak semua pedagang mendapat tempat berjualan. Tak hanya itu, jumlah paguyuban pedagang bertambah dari yang awalnya hanya berjumlah tiga jadi berjumlah enam.
©2023 Merdeka.com/Shani Rasyid
Seiring bertambahnya pedagang, Sugito membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk memberikan bantuan pinjaman modal dengan rekomendasi dari pengelola pasar. Untuk mendapatkan pinjaman modal itu, para pedagang harus memiliki kartu identitas pedagang berupa kartu Brizzi yang dikeluarkan oleh BRI. Kini, pinjaman modal yang dikucurkan untuk Pasar Kowen Sidokarto mencapai hampir Rp2 miliar.
“Pinjamannya kalau hanya Rp2 juta tidak perlu pakai agunan. Tapi kalau lebih dari itu harus pakai agunan, baik itu STNK, BPKB, ataupun surat-surat berharga lainnya,” ujar Sugito.
(mdk/shr)