Mengunjungi Rumah Kalang Kotagede, Saksi Bisu Keberadaan Orang Kalang di Jogja
Kini rumah ini menjadi sebuah museum yang bisa dikunjungi wisatawan secara gratis

Kini rumah ini menjadi sebuah museum yang bisa dikunjungi wisatawan secara gratis

Mengunjungi Rumah Kalang Kotagede, Saksi Bisu Keberadaan Orang Kalang di Jogja
Di Kota Yogyakarta, tepatnya di kawasan wisata Kotagede, ada sebuah bangunan bersejarah yang kental nuansa masa lalunya. Bangunan kuno itu kini digunakan sebagai museum yang menyimpan segala hal bersejarah terkait Kotagede.
Foto: Liputan6.com

Dikutip dari Jogjaprov.go.id, bangunan itu merupakan Rumah Kalang milik BH Noerijah. Ia merupakan seorang keturunan orang Kalang yang berprofesi sebagai pengusaha kerajinan emas. Rumah itu diperkirakan dibangun pada tahun 1931 dan selesai dibangun pada 1938.

Seperti Rumah Kalang lainnya, rumah milik Noerijah memiliki arsitektur yang khas. Arsitekturnya merupakan perpaduan antara gaya Indisch dan Jawa. Hiasan pada Rumah Kalang mengandung unsur ornamen Art Deco dan gaya art Neuveau.
Ciri-ciri rumah lainnya antara lain adanya tiang berumpak seperti pada rumah Jawa, penggunaan kaca patri warna-warni untuk menghiasi jendela pintu serta sudut lainnya, tegel bermotif untuk lantai maupun penutup dinding bagian bawah, serta pintu dan jendela yang berjumlah banyak.
Sementara itu komposisi ruangannya menganut model rumah bangsawan Jawa yang menggunakan prinsip tata ruang senthong, pendopo, dalem, pringgitan, gandhok, gandri, kamar mandi, dan sumur.
Pada masanya, Noerijah merupakan tokoh kalang yang disegani. Ia turut menyumbangkan uang senilai 6.000 gulden untuk kas awal negara Republik Indonesia.
Pada masanya, Noerijah beserta orang-orang Kalang yang lain, turut membentuk identitas Kotagede. Tak hanya pada arsitektur bangunannya yang khas, namun juga perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi. Dikutip dari Liputan6.com, hunian orang Kalang di Kotagede sudah dimulai pada masa pemerintahan Sultan Agung.

Rumah Kalang milik Noerijah pernah beberapa kali direnovasi. Apalagi pada saat gempa Yogya tahun 2006, banyak bagian rumah yang mengalami kerusakan. Karena berstatus cagar budaya, proses renovasi tidak berjalan asal-asalan. Pengetahuan tentang cara perawatan dan pemeliharaan wajib diketahui agar karakter bangunannya tidak hilang.

Kini rumah itu telah dimanfaatkan untuk Museum Kotagede. Di museum itu terbagi atas empat klaster yang mewakili tema tiap klasternya.
Klaster pertama adalah arkeologi dan sejarah. Klaster kedua adalah klaster kemahiran tradisional yang berisi seputar informasi peninggalan arsitektur dan kerajinan perak. Klaster ketiga merupakan klaster sastra, seni pertunjukan, adat tradisi, serta kuliner.
Lalu klaster terakhir tentang pergerakan sosial yang berisi tentang sejarah perkembangan organisasi sosial dan kemasyarakatan Kotagede termasuk peran mereka dalam kemerdekaan Indonesia.