Peristiwa 16 Mei: Tentara PETA Dihukum Mati, Ini Sejarah Lengkapnya
Tepat hari ini, 16 Mei pada 1945 silam, terjadi peristiwa bersejarah dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Yang mana para tentara PETA dihukum mati oleh tentara Jepang akibat pemberontakan di Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi pada 14 Februari 1945.
Tepat hari ini, 16 Mei pada 1945 silam, terjadi peristiwa bersejarah dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Yang mana para tentara PETA dihukum mati oleh tentara Jepang akibat pemberontakan di Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi pada 14 Februari 1945.
Jauh sebelumnya, Supriyadi telah melakukan pertemuan rahasia yang digelar sejak September 1944. Tepat 14 Februari 1945 pukul 03.00 WIB, para tentara PETA menembakkan mortir ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira Jepang. Namun, pemberontakan PETA tidak berjalan sesuai rencana, Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana ini telah diketahui oleh Jepang.
-
Apa yang terjadi pada Waduk Jatiluhur saat ini? Terdampak Kemarau, Begini Potret Waduk Jatiluhur yang Kini Surut Waduk Jatiluhur bahkan surut hingga 10 meter. Sebagai sumber penampungan sungai yang dibendung, waduk seharusnya menampung banyak air.Namun di musim kemarau ini kondisi berbeda justru ditemui di Waduk Jatiluhur yang mengalami kondisi surut.
-
Apa yang terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Minggu (12/5)? Baru-baru ini Kabupaten Agam, Sumatera Barat baru saja tertimpa musibah bencana alam banjir bandang lahar dingin pada Minggu (12/5) kemarin.
-
Apa yang terjadi di Kampung Gintung, Desa Cibenda, Bandung Barat? Sebagaimana diberitakan, puluhan rumah di Kampung Gintung, Desa Cibenda, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) diterjang longsor pada Minggu (24/3/2024) sekitar pukul 23.00 WIB.
-
Apa yang terjadi di jalan Tol Jakarta - Cikampek pada Senin siang? Banyak pemudik yang melanggar batas jalur contraflow saat melintas di jalan Tol Jakarta - Cikampek (Japek) atau selepas Exit Tol Cikampek Utama mengarah ke Jakarta di KM 70 sampai KM 65, pada Senin (15/4) siang.
-
Apa yang terjadi di Kota Padang? Hujan deras melanda sebagian besar kawasan Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) sejak Kamis (13/7) malam hingga Jumat (14/7) dini hari.
-
Di mana Jumhari tinggal? Selama ini kakek berusia 84 tahun tersebut tinggal seorang diri di rumahnya di Dusun Sawahan, Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng.
Dalam waktu yang singkat, tentara Jepang mengirimkan pasukan untuk menghentikan pemberontakan tersebut. Akibatnya, sejumlah tentara PETA tertangkap dan dihukum mati.
Lantas, bagaimana kronologi pemberontakan PETA bisa terjadi? Simak ulasannya yang merdeka.com lansir dari munasprok.go.id:
Latar Belakang Pembentukan PETA
theguardian.com
Pembela Tanah Air (PETA) merupakan salah satu para militer yang didirikan ketika Jepang menduduki Indonesia. Tentara sukarela ini dibentuk setelah dikeluarkan peraturan Osama Seirei No.44 pada 3 Oktober 1943 oleh Gunseikan, pemimpin tertinggi pemerintahan militer Jepang yang berkedudukan di Jakarta.
PETA berisikan para pemuda Indonesia yang mendapatkan pendidikan militer modern. PETA dibentuk untuk membela Tanah Air dari serangan Sekutu yang merupakan lawan Jepang dari Perang Asia Timur Raya. Dalam perkembangannya, PETA menjadi salah satu pilar utama dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Salah satu alasan pembentukan PETA, yaitu Indonesia telah mendambakan adanya pelatihan militer bagi pendudukan sejak zaman penjajahan Belanda. Berbeda dengan Jepang, Belanda takut jika rakyat Indonesia dilatih militer justru akan membuat keberadaannya sewaktu-waktu bisa dihancurkan. Selain itu, Jepang membentuk PETA didasarkan adanya kebutuhan akan tambahan pasukan terlatih bidang militer sebagai tindakan antisipasi untuk menghadapi Sekutu jika menyerang Indonesia.
Tentara PETA Dihukum Mati
©2019 REUTERS/Issei Kato
PETA dibentuk bala tentara Jepang di Indonesia bulan Oktober 1943. Mereka merekrut pemuda Indonesia untuk dijadikan tentara teritorial guna mempertahankan Jawa, Bali dan Sumatera jika pasukan sekutu tiba.
Nurani komandan muda itu tersentak melihat penderitaan rakyat yang diakibatkan perlakuan tentara Jepang. Kondisi Romusha, atau orang yang dikerahkan untuk kerja paksa membangun perbentengan di pantai sangat menyedihkan. Banyak yang mati akibat kelaparan dan disentri tanpa diobati.
Para prajurit PETA geram melihat tentara Jepang melecehkan wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini dijanjikan mendapat pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas napsu tentara Jepang.
Pertemuan rahasia digelar sejak September 1944. Supriyadi merencanakan aksi itu bukan hanya pemberontakan tetapi sebuah revolusi. Para pemberontak itu menghubungi Komandan Batalyon di wilayah lain untuk sama-sama mengangkat senjata. Mereka juga berniat menggalang kekuatan rakyat.
Dalam waktu singkat Jepang mengirimkan pasukan untuk memadamkan pemberontakan itu. Para pemberontak terdesak. Difasilitasi dinas propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui Shodancho Muradi, salah satu pentolan pemberontak. Katagiri meminta seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas batalyon.
Pemberontakan tidak sesuai rencana. Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana ini terbukti telah diketahui Jepang. Akibatnya, sebanyak 78 orang perwira dan prajurit ditangkap dan dipenjara. Sementara itu, sebanyak enam orang divonis hukuman mati di Ancol pada 16 Mei 1945, enam orang dipenjara seumur hidup, dan sisanya dihukum sesuai dengan tingkat kesalahan.
Sedangkan, nasib Supriyadi tidak diketahui. Supriyadi menghilang secara misterius. Beberapa kalangan meyakini bahwa begitu pemberontakan berhasil dipadamkan, dia langsung ditangkap dan dihukum mati di suatu tempat yang dirahasiakan. Namun, banyak versi lain yang bertebaran di kalangan masyarakat terkait keberadaan dan kebenaran Supriyadi.