Sambut Bulan Suci Ramadan, Begini Serunya Tradisi Nyadran Ala Masyarakat Desa di Boyolali
Di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
Di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
Sambut Bulan Suci Ramadan, Begini Serunya Tradisi Nyadran Ala Masyarakat Desa di Boyolali
Bulan Ramadan semakin dekat. Dalam tradisi Jawa, setiap akan menyambut bulan suci itu, masyarakat setempat biasanya menggelar tradisi Nyadran.
-
Apa itu Nadran? Tradisi nadran menyimpan makna khusus. Masyarakat pesisir di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, memiliki upacara adat rutin bernama nadran. Dalam pelaksanaannya, para nelayan setempat melakukan sejumlah doa dan membawa sesajian untuk dilarung ke laut.
-
Bagaimana Nadran dilakukan? Dalam acara itu terdapat sejumlah tokoh yang terlibat seperti pemimpin masyarakat, para nelayan, dan pemangku agama. Setelah semuanya berkumpul, para peserta itu lantas menuju ke tengah laut untuk melaksanakan tradisi nadran.
-
Kenapa Nelayan Indramayu melakukan Nadran? Mengutip indramayukab.go.id, makna tradisi nadran secara garis besar adalah mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan atas lancarnya kegiatan mencari ikan.
-
Apa itu Ndalem Yudanegara? Dibangun pada Abad ke-19, Ini Potret Klasik Rumah Adik Sri Sultan HB X yang Kental Nuansa Tradisional Jawa Bangunan itu dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII, tepatnya antara tahun 1877-1921. Dalem Yudonegaran beralamat di Jl. Ibu Ruswo, No. 35 Yogyakarta.
-
Bagaimana Ndalem Yudanegara dibangun? Bangunan itu dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII, tepatnya antara tahun 1877-1921. Sebelumnya bangunan tersebut ditempati oleh GKR. Dewi, puteri Sri Sultan HB VII dan GKR Kencono.
-
Kapan Ndalem Yudanegara dibangun? Bangunan itu dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII, tepatnya antara tahun 1877-1921.
Hal inilah yang terlihat di Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Boyolali. Ratusan warga di sana berkumpul dan makan bersama di area makam leluhur.
(Foto: YouTube Liputan6)
Tradisi berkumpul bersama itu sudah diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Mereka berkumpul di kompleks dengan membawa berbagai jenis makanan seperti jajanan pasar, kuliner tradisional, hingga ingkung ayam jago yang dibawa menggunakan tenong, sebuah tempat makan yang terbuat dari anyaman bambu.
Dipimpin oleh pemuka agama, warga kemudian mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia dan doa untuk warga yang masih hidup agar selalu diberi kesehatan dan kemudahan dalam mencari rezeki.
Tradisi Nyadran yang paling ramai adalah pada pertengahan Bulan Sya’ban atau dua minggu menjelang Bulan Ramadan.
“Kita berkumpul di sini berdoa. Karma baiknya kita limpahkan kepada para leluhur kita yang dimakamkan di sini. Kemudian setiap keluarga di rumah buka pintu, untuk menerima tamu dari teman, saudara, kerabat, agar tidak lupa dengan tali persaudaraan para leluhur kita. Biasanya sampai tengah malam masih ada tamu,”
kata Listiyani, salah seorang warga Desa Mliwis, mengutip YouTube Liputan6 pada Rabu (28/2).
Setelah berdoa, warga saling berbagi makanan sekaligus bersilaturahmi mempererat tali persaudaraan. Mereka tak lagi membersihkan makam karena telah dilakukan sepekan sebelumnya.
“Sudah turun-temurun sejak zaman simbah-simbah kita dulu. Kita kasih undangan ke warga-warga kalau tiap tanggal 15 ruwah diadakan doa bersama, dan satu minggu sebelumnya diadakan bersih-bersih makam,” kata Widiatmoko, tokoh masyarakat Desa Mliwis.
- Melihat Tradisi Nyadran, Perayaan Syukur Masyarakat Suku Tengger di Lumajang
- 5 Tradisi Masyarakat Sumatra Utara Menyambut Datangnya Ramadan, Salah Satunya Pesta Tapai
- Sambut Ramadan dengan "Perang Air", Ini Makna di Balik Tradisi Gebyuran Bustaman di Semarang
- Mengenal Balimau Kasai, Tradisi Bersuci Sambut Hari Ramadan Khas Masyarakat Kampar Riau
Sepulang dari makam, warga akan membuka rumahnya untuk keluarga, teman, maupun sanak saudara untuk bersilaturahmi.
Warga percaya, jika ada tamu yang datang dan makan di rumah mereka maka rezeki setahun ke depan akan semakin lancar dan bertambah banyak.
Nilai-Nilai Luhur pada Tradisi Nyadran
Mengutip Jogjakota.go.id, di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, silaturahmi, dan saling berbagi.
Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing sehingga di beberapa tempat terdapat perbedaan dalam proses pelaksanaannya.
Dalam perjalanannya terdapat pengembangan-pengembangan dalam prosesi Nyadran yaitu dengan memasukkan unsur-unsur budaya, salah satunya dengan menampilkan berbagai kesenian khas daerah tersebut sebagai unsur pertunjukan.