Tanda-Tanda Digital Abuse dalam Hubungan, Perlu Diwaspadai
Perilaku digital abuse dapat membahayakan setiap individu di dunia maya maupun kehidupan nyata.
Perilaku abusive dalam hubungan, merupakan kondisi yang perlu diwaspadai oleh setiap orang. Perilaku ini bisa dalam berbagai macam bentuk. Mulai dari perilaku kekerasan secara verbal, fisik, emosional, finansial, hingga digital.
Perilaku digital abuse, merupakan salah satu kondisi yang kerap terjadi. Meski terkesan lebih sepele dibandingkan perilaku abusive lain, namun digital abuse dapat memberikan dampak buruk bagi korban. Dengan begitu, penting untuk diketahui apa saja tanda-tanda digital abuse dalam hubungan yang perlu diwaspadai.
-
Kapan tanda-tanda toxic relationship mulai tampak? Sifat dari hubungan toxic seringkali sulit dikenali pada awalnya karena bisa dimulai dengan pola yang tampak normal namun kemudian berkembang menjadi merusak seiring waktu. Oleh sebab itu, penting bagi Anda untuk mengenali apa saja tanda-tanda hubungan toxic secara umum agar Anda dapat mengambil langkah pencegahan dan meninggalkan situasi tersebut.
-
Kenapa cyberbullying makin umum terjadi? Anak-anak saat ini sering terhubung dengan teknologi, sehingga cyberbullying semakin umum.
-
Mengapa mimpi suami digigit ular bisa menjadi pertanda buruk? Mimpi ini sering dianggap sebagai pertanda buruk. Bisa jadi ada masalah yang akan menimpa keluarga dalam waktu dekat.
-
Bagaimana cara komunikasi yang tidak sehat di dalam hubungan toxic? Komunikasi dalam hubungan beracun sering kali dipenuhi oleh kritikan, cemoohan, dan bahkan penghinaan. Alih-alih saling mendukung dan membangun, pasangan dalam hubungan ini cenderung menggunakan kata-kata untuk menyakiti atau merendahkan satu sama lain. Kritik yang terus-menerus dan komunikasi negatif dapat merusak harga diri dan rasa aman dalam hubungan, membuat individu merasa tidak dihargai dan tidak dicintai.
-
Apa jenis penipuan yang banyak terjadi di WhatsApp dan Telegram? Penipuan yang memanfaatkan pencari kerja ternyata begitu massif. Mereka menghalalkan beragam cara untuk menipu korbannya. Seringnya untuk menjangkau korbannya, mereka menggunakan WhatsApp dan Telegram. Penipuan yang dijuluki ‘Webwyrm’ ini disebut telah berdampak pada lebih dari 100 ribu korban dan 1000 perusahaan di dunia.
-
Apa saja jenis-jenis penipuan yang sering terjadi di WhatsApp? Menurut Pratama, penipuan melalui WA memang sudah sangat banyak jenisnya, mulai dari pengiriman malware dengan file apk disamarkan sebagai laporan kurir atau undangan pernikahan hingga phising.
Berikut, kami rangkum tanda-tanda digital abuse dalam hubungan, penyebab, dan cara mengatasinya, perlu disimak.
Mengenal Digital Abuse
Sebelum dijelaskan tanda-tanda digital abuse dalam hubungan, perlu dipahami pengertiannya. Digital abuse dalam hubungan merujuk pada bentuk kekerasan atau pengendalian yang dilakukan melalui teknologi digital, seperti ponsel, media sosial, atau platform online lainnya. Dalam konteks ini, pelaku dapat menggunakan teknologi untuk memantau, mengendalikan, atau melecehkan pasangannya.
Contoh digital abuse termasuk pengawasan terus-menerus terhadap aktivitas online, penggunaan kata sandi tanpa izin, menyebarkan informasi pribadi atau foto tanpa persetujuan, mengirim pesan atau komentar kasar, serta menyebarkan fitnah atau ancaman melalui media digital. Digital abuse sering kali terjadi secara tersembunyi dan bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional korban, menciptakan rasa takut, kecemasan, dan ketidaknyamanan dalam hubungan.
Tanda-Tanda Digital Abuse
Setelah memahami pengertiannya, berikutnya akan dijelaskan tanda-tanda digital abuse dalam hubungan, sebagai berikut:
- Kontrol Berlebihan terhadap Aktivitas Online: Pasangan terus-menerus meminta akses ke akun media sosial, email, atau ponsel tanpa persetujuan. Mereka mungkin memeriksa pesan, kontak, dan aktivitas online secara berulang tanpa alasan yang jelas.
- Pemantauan Berlebihan terhadap Lokasi: Menggunakan aplikasi pelacak atau meminta update lokasi terus-menerus untuk mengetahui di mana pasangan berada setiap saat, bahkan tanpa adanya ancaman atau alasan yang jelas.
- Mengirim Pesan atau Telepon Secara Terus-menerus: Pasangan mengirim pesan atau menelepon secara berlebihan, sering kali untuk memeriksa atau menuntut perhatian, serta merasa marah atau kesal jika tidak segera direspons.
- Menggunakan Media Sosial untuk Mengontrol atau Mempermalukan: Pelaku mungkin menggunakan media sosial untuk mempermalukan pasangan di depan umum, misalnya dengan mengunggah foto atau informasi pribadi tanpa persetujuan, atau memposting komentar negatif dan merendahkan.
- Ancaman melalui Pesan Digital: Menggunakan pesan teks, email, atau media sosial untuk mengancam atau menakut-nakuti pasangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti mengancam akan menyebarkan rahasia atau informasi pribadi.
- Memaksa untuk Berbagi Kata Sandi: Pelaku mungkin meminta atau memaksa pasangannya untuk memberikan kata sandi ke akun-akun pribadinya, sehingga mereka dapat mengendalikan atau memantau aktivitas digital pasangan.
- Mengisolasi Pasangan secara Digital: Pelaku mungkin membatasi interaksi pasangan dengan orang lain di dunia digital, seperti memblokir atau memaksa untuk berhenti mengikuti teman atau keluarga di media sosial, sehingga korban merasa terisolasi.
- Mengontrol Informasi dan Konten yang Dapat Diakses: Pelaku mungkin menggunakan teknologi untuk memblokir atau membatasi akses pasangan ke informasi, konten, atau media digital yang mereka anggap tidak pantas atau mengancam kontrol mereka dalam hubungan.
- Marah Berlebihan Ketika Pasangan Tidak Segera Membalas Chat atau Menerima Telepon: Pelaku menunjukkan perilaku yang berlebihan ketika pesan atau panggilan mereka tidak segera direspons oleh pasangan. Mereka mungkin menunjukkan kemarahan, kecurigaan, atau bahkan melontarkan tuduhan bahwa pasangan tidak peduli atau menyembunyikan sesuatu.
- Memaksa Mengirim Foto atau Video: Pelaku mungkin secara paksa meminta pasangan untuk mengirimkan foto atau video, baik yang bersifat pribadi, sensitif, atau bahkan yang eksplisit. Jika pasangan menolak, pelaku bisa menggunakan manipulasi emosional, ancaman, atau rasa bersalah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Penyebab Digital Abuse
Setelah dijelaskan tanda-tanda digital abuse dalam hubungan, selanjutnya penting dipahami faktor penyebabnya, sebagai berikut:
- Keinginan untuk Mengontrol dan Mendominasi: Salah satu alasan utama digital abuse adalah kebutuhan untuk mengendalikan pasangan. Pelaku merasa perlu mengawasi aktivitas pasangan, baik secara fisik maupun digital, untuk mempertahankan dominasi dalam hubungan. Teknologi mempermudah pelaku dalam melakukan kontrol ini dengan terus-menerus memantau komunikasi dan aktivitas online korban.
- Rasa Tidak Aman dan Cemburu Berlebihan: Seseorang yang merasa tidak aman dalam hubungan sering kali menggunakan digital abuse untuk mengatasi kecemasan mereka. Pelaku yang cemburu mungkin merasa curiga bahwa pasangannya berinteraksi dengan orang lain secara rahasia atau tidak setia. Hal ini mendorong mereka untuk mengawasi secara obsesif aktivitas pasangan di dunia digital, termasuk siapa yang mereka hubungi atau apa yang mereka lakukan secara online.
- Kurangnya Kepercayaan pada Pasangan: Kurangnya kepercayaan dapat mendorong seseorang untuk melakukan kekerasan digital. Mereka merasa sulit mempercayai pasangan, sehingga menggunakan teknologi untuk mendapatkan kontrol langsung dan terus-menerus mengawasi, meskipun tidak ada alasan nyata untuk mencurigai pasangan.
- Perilaku Mengontrol yang Dipelajari dari Lingkungan: Beberapa pelaku kekerasan digital mungkin tumbuh di lingkungan di mana perilaku mengendalikan dianggap normal, baik melalui pengalaman masa kecil atau hubungan yang pernah mereka alami. Teknologi menjadi alat baru yang mereka gunakan untuk melanjutkan pola pengendalian yang telah dipelajari dan diinternalisasi dari lingkungan.
- Pengaruh Media Sosial dan Teknologi: Teknologi dan media sosial memudahkan pelaku untuk melakukan kekerasan. Ketersediaan alat pelacakan, akses mudah ke media sosial, dan sifat instan dari komunikasi digital memberikan pelaku kekuatan untuk terus memantau, mengintimidasi, atau mengancam pasangan mereka, sering kali tanpa disadari oleh orang lain.
- Rasa Ketergantungan Emosional yang Berlebihan: Pelaku mungkin merasa sangat bergantung pada pasangan mereka secara emosional dan merasa terancam oleh setiap bentuk jarak atau ketidakhadiran, meskipun sebentar. Hal ini mendorong mereka untuk terus mengawasi dan berkomunikasi dengan pasangan, bahkan melalui cara yang mengganggu atau melecehkan, untuk memastikan pasangan tetap berada dalam kendali mereka.
Cara Mengatasi Digital Abuse
Setelah menyimak tanda-tanda digital abuse dalam hubungan, terakhir dijelaskan bagaimana cara mengatasinya. Orang yang berada dalam hubungan abusive, termasuk perilaku digital abuse, perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
- Mengenali Tanda-Tanda Digital Abuse: Langkah pertama adalah menyadari bahwa perilaku tersebut tidak normal atau sehat. Mengenali tanda-tanda seperti pengawasan berlebihan, pemaksaan untuk membagikan informasi pribadi, atau ancaman digital adalah kunci untuk memahami bahwa ini adalah bentuk kekerasan dalam hubungan yang perlu dihentikan.
- Tetapkan Batasan yang Jelas: Komunikasikan batasan pribadi yang tegas mengenai penggunaan teknologi. Jelaskan kepada pasangan bahwa setiap orang berhak atas privasi, termasuk dalam aktivitas digital. Batasan ini bisa mencakup tidak membagikan kata sandi, menghargai waktu pribadi tanpa gangguan digital, dan tidak memaksa untuk selalu merespons pesan secara instan.
- Gunakan Fitur Keamanan Digital: Teknologi memiliki fitur yang dapat membantu melindungi dari penyalahgunaan. Mengganti kata sandi secara berkala, menggunakan otentikasi dua faktor, dan memblokir atau melaporkan akun yang mengganggu di media sosial adalah langkah-langkah teknis yang dapat diambil untuk melindungi privasi dan keamanan digital.
- Bicarakan dengan Pasangan Secara Terbuka: Jika memungkinkan, diskusikan masalah tersebut dengan pasangan secara terbuka dan jujur. Sampaikan bagaimana perilaku mereka membuat Anda merasa tertekan atau tidak nyaman, dan coba cari solusi bersama untuk memperbaiki dinamika hubungan. Namun, jika pasangan tidak bersedia berubah atau cenderung membela tindakannya, pertimbangkan untuk mencari bantuan lebih lanjut.
- Cari Dukungan dari Teman, Keluarga, atau Profesional: Jika Anda merasa kesulitan untuk mengatasi digital abuse sendirian, jangan ragu untuk mencari dukungan. Teman atau keluarga dapat memberikan perspektif dan dukungan emosional yang Anda butuhkan. Selain itu, berbicara dengan konselor atau terapis hubungan dapat membantu memahami situasi dan menawarkan solusi yang lebih dalam.
- Pertimbangkan untuk Mengakhiri Hubungan: Jika perilaku digital abuse terus berlanjut dan tidak ada perubahan yang signifikan meskipun sudah ada upaya untuk membicarakannya, pertimbangkan untuk mengakhiri hubungan. Tetap dalam hubungan yang penuh dengan kekerasan, termasuk kekerasan digital, dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional Anda.
- Laporkan Jika Perlu: Jika digital abuse sudah mencapai tahap di mana ancaman, pelecehan, atau penyebaran informasi pribadi terjadi, Anda mungkin perlu melaporkan hal tersebut kepada pihak berwenang. Banyak platform media sosial juga memiliki fitur untuk melaporkan perilaku pelecehan, dan beberapa kasus mungkin memerlukan bantuan hukum.