Pusat Penelitian Tebu di Pasuruan Ini Ternyata Pernah Selamatkan Industri Gula Dunia, Ini Kisahnya
Wabah itu menyebabkan tebu-tebu yang ditanam di perkebunan mengalami cacat karena tidak memilii batang.
Wabah itu menyebabkan tebu-tebu yang ditanam di perkebunan mengalami cacat karena tidak memilii batang.
Pusat Penelitian Tebu di Pasuruan Ini Ternyata Pernah Selamatkan Industri Gula Dunia, Ini Kisahnya
Pada 1800-an, pemerintah Belanda begitu mengandalkan industri gula di Indonesia. Total ada ribuan pabrik aktif, hingga periode 1900 an. Sayangnya di awal abad ke 20 muncul wabah sereh yang membuat bisnis manis itu menjadi pahit.
- Balai Besar Penelitian Salatiga Produksi 2 Juta Telur Nyamuk Wobachia Tiap Pekan, Jika Berkembangbiak 60% Disetop
- Industri Tembakau Jadi Sumber Pekerjaan Jutaan Masyarakat, Libatkan Banyak Industri Turunan
- Mudahkan Pelaku Usaha, Begini Cara Pemerintah Dukung Industri Karet Sintetis
- Usaha Pertambangan Menggeliat Usai Pandemi, Bisnis Alat Berat Tumbuh 40 Persen
Dampak wabah ini membuat industri gula di dunia mulai mengurangi produksinya. Sebab tebu yang ditanam tidak bisa diolah menjadi gula. Pabrik-pabrik gula hampir rontok di banyak wilayah pulau Jawa.
Akhirnya, kondisi itu mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk membangun pusat penelitian gula di tiga daerah yakni Semarang, Majalengka dan Pasuruan, Jawa Timur.
Ketiganya mengandalkan insinyur handal di bidang bioteknologi dan tanaman dalam mengembangkan kualitas tebu agar selalu baik.
Menariknya para peneliti tanaman tebu di Pasuruan kemudian berhasil menemukan solusi untuk menghentikan penyebaran wabah penyakit terhadap tebu yang melanda di dunia melalui varietas POJ2878.
Awal mula wabah sereh
Mengutip laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, di akhir 1800 sampai awal 1900 menjadi masa yang kelam bagi para pelaku industri gula. Pabrik berhenti beroperasi, para petani menganggur dan pemegang saham bangkrut.
Penyebabnya adalah hama sereh yang menyerang tanaman tebu kala itu, di mana tebu-tebu yang ditanam tidak tumbuh sempurna, melainkan dari tunas langsung daun, mirip tanaman sereh.
Wabah sereh pertama kali terjadi di perkebunan Jawa Barat, dan lambat laun menyebar di hampir seluruh pulau Jawa, sehingga proses panen tidak mungkin bisa dilakukan.
Dibangun pusat penelitian gula di Pasuruan
Setelah munculnya wabah, sejumlah pusat penelitian tebu pun dibangun, salah satunya Proefstation Oost-Java (POJ) atau stasiun percobaan (tebu-gula) di Kota Pasuran, Jawa Timur.
Mengutip p3gi.co.id, pembangunan pertama dilakukan pada 9 Juli 1887, dan saat dioperasikan POJ memiliki direktur, Dr. J.G. Kramers dan deputi direktur, J.D. Kous.
Sebenarnya pusat penelitian gula sudah dibangun sebelum di Pasuruan yakni Het Proefstation Midden Java 1885 Semarang dan Proefstation voor Suikerriet in West Java di Majalengka.
Mengawinsilangkan tanaman tebu
Peran POJ Pasuruan dalam memperbaikki industri gula dunia rupanya berhasil melalui kawin silang antara tebu (Saccharum officinale) dan gelagah (Saccharum spontaneum).
Dari situ, kemudian lahir produk tebu yang lebih tahan terhadap penyakit hama sereh yakni POJ 2878.
Setelah dilakukan berbagai percobaan dan penelitian, POJ 2878 itu disebar ke seluruh perkebunan tebu di Pulau Jawa.
Delapan tahun setelah dirilis, POJ 2878 telah ditanam di 90 persen areal tebu di Jawa. Kehadirannya berhasil menyelamatkan industri gula dunia yang nyaris ambruk.
Meningkatkan produksi gula
POJ terus produktif untuk menjaga kestabiln produksi gula di pulau Jawa, khususnya Jawa Timur.
Pada 1930, POJ kemarin merilis POJ 3016, yang merupakan varietas tebu dengan kualitas super yang tahan dengan berbagai gangguan hama.
Menurut artikel yang ditulis Abraham Nurcahyo dengan judul, “Tata Kelola Industri Gula di Situbondo Masa Kolonial dan Kebijakan Pergulaan Masa Kini” dalam Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya (2011), menuliskan jika produksi gula semakin mengalami peningkatan dari 151 kuintal per hektare pada 1928 menjadi 176,3 kuintal per hektare pada 1940, setelah POJ 3016 disebar.
Jadi destinasi sejarah
Nama POJ sendiri berubah-ubah sesuai zaman. Di masa pasca kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengakuisisi POJ dan mengganti namanya menjadi Balai Penyelidikan Perusahaan-Perusahaan Gula (BP3G) dan saat ini menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia.
Bentuk bangunan di sini tidak diubah banyak, sehingga bentuk aslinya sejak zaman Belanda masih terlihat cukup jelas. Beberapa ruang juga masih difungsikan seperti ruang peneliti, ruang kerja, ruang mesin giling, administrasi dan aula pertemuan.
Pengunjung diperbolehkan untuk melihat catatan dan arsip sejarah dari gedung penelitian seluas 10 hektare itu.