Mengenal Macam-Macam Hadist dan Pengertiannya dalam Agama Islam
Seluruh umat Islam telah memahami bahwa Hadist Rasulullah SAW adalah pedoman hidup yang utama setelah Al-Quran. Atau dengan kata lain Hadist nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping Al-Quran. Dalam artikel kali ini, akan dibahas secara lengkap mengenai macam-macam hadist dan pengertiannya dalam Islam.
Seluruh umat Islam telah memahami bahwa Hadist Rasulullah SAW adalah pedoman hidup yang utama setelah Al-Quran. Atau dengan kata lain hadist nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping Al-Quran. “Hadis” atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru). Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk pluralnya adalah al-ahadits.
Hadits sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari tahdith yang berarti pembicaraan. Kemudian didefinisikan sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. Segala tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat Al-Quran secara mutlak dan jelas, dicari penyelesaian dalam macam-macam hadits.
-
Apa yang dimaksud dengan Daarul Quran? Tulisan ini buah pemikiran KH Ahmad Kosasih M Ag, Pimpinan Dewan Syariah Daarul Qur’an
-
Bagaimana penampilan Ameena dalam kajian Islam? Ameena Atta terlihat sungguh menggemaskan dan feminin dengan dress floral putih yang lengan panjang! Wah, cantik banget deh!
-
Bagaimana Al-Quran diturunkan? Turunnya Al-Quran sendiri terjadi secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 23 tahun.
-
Apa saja isi kandungan surat Ali-Imran? Isi Kandungan Surat Ali-Imran Surat Ali Imran dinamakan “Az-Zahrawaani” (dua cemerlang), karena surat ini menjelaskan hal-hal yang disembunyikan para ahli kitab, seperti kejadian dan kelahiran Nabi Isa AS, kedatangan Nabi Muhammad SAW, dan lain sebagainya.
-
Apa yang dimaksud dengan beriman kepada kitab-kitab Allah? Iman kepada kitab Allah SWT merupakan keyakinan dan kepercayaan yang ditanamkan dalam diri seseorang terhadap kebenaran dan ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab yang diwahyukan oleh Allah SWT.
-
Kapan Kiai Sya'roni hafal Al-Qur'an? Kiai Sya'roni Ahmadi asal Kudus, Jawa Tengah dikenal alim sejak belia. Pada usia 11 tahun, ia hafal Kitab Alfiyah Ibnu Malik. Kemudian, pada usia 14 tahun, ia yang saat itu sudah yatim piatu hafal Al-Qur'an.
Dalam artikel kali ini, akan dibahas secara lengkap mengenai macam-macam hadist dan pengertiannya dalam Islam.
Periwayatan Hadist
Menurut Jurnal Ilmu Hadits UIN Sunan Gunung Djati Bandung, periwayatan hadist dan penulisan hadist jauh berbeda dengan periwayatan dan penulisan Al-Quran. Untuk Al-Quran, semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawattir (berita yang diriwayatkan oleh orang banyak). Sedangkan periwayatan hadist, sebagian dilakukan secara mutawattir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad (disampaikan oleh orang orang yang tidak
mencapai tingkat mutawattir).
Berdasar uraian di atas dan dilihat dari segi periwayatannya, seluruh ayat Al-Quran tidak perlu diteliti lagi tentang orisinalitasnya. Sementara hadist nabi yang berkategori ahad diperlukan pengkajian dan penelitian lebih lanjut.
Secara umum, macam-macam hadist terbagi menjadi 3 yaitu hadist shahih, hadist hasan, dan hadist dhaif.
1. Hadist Shahih
Kata shahih menurut bahasa berasal dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah dan yang benar. Para ulama biasa menyebut kata shahih sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadist shahih menurut bahasa berarti hadist yang sah, hadist yang sehat atau hadist yang selamat.
Hadist shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah sebagai berikut: "Hadist yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber'illat."
Ibnu Hajar al-Asqalani mendefinisikan hadist dengan lebih ringkas yaitu: "Hadist yang diriwayatkan oleh orang–orang yang adil, sempurna kedzabittannya, bersambung sanadnya, tidak ber'illat dan tidak syadz."
Dari kedua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa hadist shahih merupakan hadist yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.
Syarat-Syarat Hadist Shahih
Selanjutnya akan dijelaskan syarat-syarat hadist yang shahih dalam Islam.
Menurut ta'rif muhadditsin, suatu hadist dapat dikatakan shahih apabila telah memenuhi lima syarat:
- Sanadnya bersambung. Tiap–tiap periwayatan dalam sanad hadist menerima periwayat hadist dari periwayat terdekat sebelumnya. Keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari hadits itu.
- Periwayatan bersifat adil. Periwayat adalah seorang muslim yang baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari perbuatan-perbuatan maksiat.
- Periwayatan bersifat dhabit. Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia menghendakinya.
- Tidak janggal atau Syadz. Adalah hadist yang tidak bertentangan dengan hadist lain yang sudah diketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
- Terhindar dari 'illat (cacat). Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan adanya hal-hal yang tidak baik atau yang kelihatan samar-samar.
Pembagian Hadist Shahih
Terdapat macam-macam hadist shahih. Para ulama dan ahli hadist membaginya menjadi dua macam yaitu:
1. Hadist Shahih Li-Dzatih
Adalah hadist shahih dengan sendirinya. Artinya hadist shahih yang memiliki lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan di atas atau “hadist yang melengkapi setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita menerimanya.” Dengan demikian penyebutan hadist shahih li-dzatih dalam pemakaian sehari-hari cukup disebut dengan hadist shahih.
2. Hadist Shahih Li-Ghairih
Adalah hadist yang keshahihannya dibantu oleh keterangan lain. Hadist pada kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek ke-dhabitannya. Sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai hadist shahih.
2. Hadist Hasan
Menurut pendapat Ibnu Hajar, hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil.
Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa hadist hasan tidak memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya. Disamping itu, hadist hasan hampir sama dengan hadist shahih. Perbedaannya hanya mengenai hafalan, di mana hadist hasan rawinya tidak kuat hafalannya.
Syarat-Syarat Hadist Hasan
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadist yang dikategorikan sebagai hadist hasan, yaitu:
a. Para perawinya yang adil,
b. Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi Hadist shahih,
c. Sanad-sanadnya bersambung,
d. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,
e. Tidak mengandung 'illat.
Pembagian Hadist Hasan
Terdapat macam-macam hadist hasan. Para ulama dan ahli hadist membaginya menjadi dua macam yaitu:
1. Hadist Hasan Li-Dzatih
Adalah hadist hasan dengan sendirinya. Yakni hadist yang telah memenuhi persyaratan hadist hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.
2. Hadist Hasan Li-Ghairih
Adalah hadist yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan hadistnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Hadist Hasan Li-Ghairihi adalah hadist hasan yang bukan dengan sendirinya. Artinya, hadist tersebut berkualitas hasan karena dibantu oleh keterangan hadist lain yang sanadnya Hasan. Jadi Hadist yang pertama dapat terangkat derajatnya oleh keberadaan hadist yang kedua.
3. Hadist Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata dhaif secara bahasa berarti hadist yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
Secara terminologis, para ulama mendefinisikannya secara berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama.
Pendapat An-Nawawi mengenai hadist dhaif adalah sebagai berikut: “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”
Pembagian Hadist Dhaif
1. Dhaif dari sudut sandaran matannya.
Dhaif dari sudut sandaran matannya terbagi mejadi dua yaitu: a) Hadist Mauquf, adalah hadist yang diriwayatkan dari para sahabat berupa perkataan, perbuatan dan taqrirnya. b) Hadist Maqhtu, adalah hadist yang diriwayatkan dari Tabi'in berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya.
2. Dhaif dari sudut matannya.
Hadist Syadz adalah hadist yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah atau terpercaya, akan tetapi kandungan hadistnya bertentangan dengan (kandungan hadist) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat ketsiqahannya.
3. Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-dhaifan tersebut kadang-kadang terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk di dalamnya adalah: a) Hadist Maqlub, adalah hadist yang mukhalafah (menyalahkan hadits lain), disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan. b) Hadist Mudraf, atau disisipkan. Secara terminologi, hadist mudraf adalah hadist yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan. c) Hadist Mushahhaf, adalah hadist yang terdapat perbedaan dengan hadist yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah. Perubahan juga dapat terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna dan maksud semula.
4. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama.
Yang termasuk hadist dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama yaitu: a) Hadist Maudhu, yang disanadkan dari Rasululah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan dan menetapkan. b) Hadist Munkar, adalah yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.
5. Dhaif dari segi persambungan sanadnya.
Hadist-hadist yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah dari sudut persambungan sanadnya adalah Hadist Mursal, Hadist Mungqathi', hadist Mu'dhal, dan Hadist Mudallas.
6. Berhujjah dengan Hadits Dhaif.
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadist dhaif bukan maudhu. Adapun hadist dhaif bukan hadits maudhu', maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Dalam hal ini ada beberapa pendapat:
- Melarang secara mutlak.
- Membolehkan Ibnu Hajar Al-Asqalani, ulama hadist yang memperbolehkan berhujjah dengan hadist dhaif untuk keutamaan amal memberikan 3 syarat: a) Hadist dhaif itu tidak keterlaluan. b) Dasar amal yang ditunjukan oleh hadist dhaif tersebut masih dibawah suatu dasar yang dibenarkan oleh hadist yang dapat diamalkan (Shahih atau Hasan) c) Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan bahwa hadist tersebut benar-benar bersumber dari Nabi. Tetapi tujuannya ikhtiyath (hati-hati) belaka.
-
Manfaat Memahami Hadist dalam Islam
Setelah mengetahui 5 syarat hadist shahih, berikutnya dijelaskan manfaat memahami hadist.
Memahami hadist merupakan salah satu anjuran dalam Islam. Ini tidak lain untuk belajar syariat-syariat dan sunah yang diajarkan Rasulullah. Baik sunah yang berkaitan dengan cara ibadah dan hal-hal kebaikan lainnya.
Berikut manfaat memahami hadist dalam Islam, perlu diketahui:
-
Mendekatkan Diri kepada Allah
Memahami hadist membantu seorang muslim lebih dekat dengan Allah karena hadist berisi petunjuk dan nasihat dari Rasulullah SAW yang menunjukkan cara-cara untuk hidup sesuai dengan ajaran Allah. Dengan memahami hadist, seorang muslim dapat mengamalkan perintah Allah dengan lebih tepat. -
Menambah Pengetahuan tentang Syariat Islam
Hadist merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an. Memahami hadist membantu seseorang memahami hukum-hukum Islam, tata cara ibadah, serta akhlak yang baik sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. -
Meneladani Akhlak Rasulullah SAW
Hadist mengandung banyak kisah dan perilaku Nabi Muhammad SAW dalam berbagai situasi. Memahami hadist akan membantu seseorang meneladani akhlak mulia Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari, seperti sikap sabar, kasih sayang, dan kejujuran. -
Memperkuat Iman dan Keyakinan
Hadist memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an, sehingga dengan memahaminya, seorang muslim akan lebih yakin terhadap kebenaran ajaran Islam, yang pada akhirnya memperkuat keimanan. -
Panduan dalam Menghadapi Masalah Kehidupan
Banyak hadist yang berisi solusi atau panduan dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Dengan memahami hadist, seseorang dapat menerapkan petunjuk Rasulullah SAW untuk menghadapi tantangan hidup sesuai dengan ajaran Islam. -
Menjaga Kemurnian Ajaran Islam
Memahami hadist-hadist shahih dapat membantu seorang muslim membedakan mana ajaran yang benar dan mana yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Ini sangat penting untuk menjaga kemurnian dan kebenaran ajaran Islam. -
Meningkatkan Kualitas Ibadah
Banyak hadist yang mengatur tata cara beribadah, seperti shalat, puasa, haji, dan zakat. Dengan memahami hadist-hadist ini, seorang muslim dapat melaksanakan ibadahnya dengan benar dan sesuai tuntunan Rasulullah SAW. -
Membangun Hubungan Sosial yang Baik
Hadist mengajarkan tentang hubungan antar sesama manusia, termasuk hak-hak orang tua, anak, tetangga, teman, dan bahkan non-muslim. Dengan memahami hadist, seseorang dapat membangun hubungan sosial yang lebih baik dan harmonis.
-