Mengenal Makna Malem Songo, Tradisi Nikah Sehari Sebelum Lebaran di Bojonegoro
Malem Songo adalah sebutan yang disematkan masyarakat Bojonegoro untuk malam ke-29 dalam bulan Ramadan. Pada malam tersebut, ratusan warga Bojonegoro melangsungkan pernikahan. Kejadian ini berlangsung setiap tahun.
Malem Songo adalah sebutan yang disematkan masyarakat Bojonegoro untuk malam ke-29 dalam bulan Ramadan. Masyarakat Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur memiliki tradisi unik terkait dengan Malem Songo.
Pada malam tersebut, ratusan warga Bojonegoro melangsungkan pernikahan. Kejadian ini berlangsung setiap tahun.
-
Di mana urap jawa biasanya disajikan dalam budaya Jawa? Hidangan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masakan Indonesia dan sering ditemukan di berbagai acara tradisional dan perayaan kebudayaan.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Apa yang dimaksud dengan "jodoh kembar" dalam tradisi Jawa? Menurut kepercayaan Jawa, anak kedua dan anak ketiga disebut sebagai "jodoh kembar" atau "lurah wracikan". Mereka diyakini dibawa oleh takdir sebagai pasangan yang sempurna satu sama lain.
-
Kenapa rawon dianggap penting dalam budaya Jawa Timur? Masyarakat kerap menyajikannya dalam upacara keagamaan atau perayaan penting, menegaskan bahwa rawon telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan tradisi Jawa Timur.
-
Siapa yang menyatakan bahwa masyarakat Jawa Timur memiliki karakteristik khusus? Menurut Mohammad Noer, masyarakat Jawa Timur dinamis, agresif dan memiliki karakteristik khusus. "Agar diterima menjadi pimpinan di Provinsi Jawa Timur maka harus mau melayani rakyat, tahu menempatkan diri serta mampu mengayomi rakyat," ujarnya, dikutip dari laman resmi disperpusip.jatimprov.go.id.
-
Mengapa tradisi Kupatan Jolosutro disebut unik? Kupatan Jolosutro adalah tradisi yang unik, dilihat dari asal-usul dan makna yang terkandung di dalamnya.
Dikutip dari fai.um-surabaya.ac.id, malam tersebut diyakini baik untuk melangsungkan pernikahan. Keyakinan ini dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat Bojonegoro, khususnya di wilayah pedesaan.
Tidak heran apabila pada malam tersebut, ratusan mempelai melangsungkan akad nikah.
Antusiasme Masyarakat
©2014 Merdeka.com
Tradisi menikah di Malem Songo tidak hanya terjadi di Bojonegoro. Tetapi juga di beberapa daerah di sekitarnya, seperti Tuban dan Lamongan.
Masyarakat sangat antusias melaksanakan tradisi Malem Songo. Meskipun untuk melakukannya, mereka harus merogoh kocek lebih banyak.
Minimal untuk biaya akad nikah dan pesta perkawinan. Berdasarkan Peraturan Penerintah (PP) no 48 tahun 2014, pernikahan yang dilangsungkan di luar kantor dikenai biaya Rp. 600.000.
Melangsungkan pernikahan di Malem Songo jelas tidak mungkin dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), melainkan di rumah masing-masing calon pengantin.
Pelaksanaan akad nikah pada Malem Songo juga terjadi di luar jam kantor para penghulu yang bekerja di KUA. Belum lagi, setelah itu biasanya akan digelar pesta perkawinan yang membutuhkan biaya cukup besar.
Makna Malem Songo
Tradisi Malem Songo yang mengakar kuat pada masyarakat Bojonegoro memiliki sejumlah dasar. Pertama, malam tanggal 29 merupakan malam ganjil terakhir pada bulan Ramadan.
Diyakini pada tanggal tersebut sebagai malam istimewa. Karena ada kemungkinan turunnya malam seribu bulan alias Lailatul Qadar.
Tradisi ini juga dianggap baik karena saat malam 29 Ramadan, banyak keluarga pengantin yang sudah mudik alias pulang kampung. Sehingga menjadi momentum yang tepat untuk melangsungkan pernikahan dengan disaksikan keluarga besar.
Selanjutnya, segera melangsungkan pernikahan pada akhir Ramadan karena ada keyakinan bahwa puasa dapat mencegah hawa nafsu. Hal ini sesuai hadis Nabi Muhammad SAW, “Yaa Ma’syaro al syabab, man istatho’a minkum al ba’ata …..”Intinya, jika khawatir tidak dapat menahan nafsu selepas bulan puasa, maka lebih baik segera dinikahkan.
Tradisi Turun-Temurun
©2019 Merdeka.com/Pixabay
Dihimpun dari berbagai sumber, tradisi Malem Songo sudah berlangsung secara turun-temurun. Tidak diketahui pasti kapan tradisi ini pertama kali dilaksanakan.
Berdasarkan data dari Kemenag Bojonegoro, pasangan pengantin yang menikah di Malem Songo melangsungkan akad nikah di rumah mempelai. KUA di masing-masing kecamatan juga telah mempersiapkan penghulunya.
Menjadi Tren
Tradisi melangsungkan akad nikah pada malam 29 Ramadhan atau Malem Songo masih menjadi tren bagi sebagian masyarakat Bojonegoro. Terbukti di Bojonegoro ada ratusan pasangan yang melangsungkan akad nikah pada malam yang dianggap baik itu.
Setiap tahun, tradisi ini menjadi tren di kalangan masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur. Terbukti pada malam 29 Ramadan tahun 2019 lalu, ada sejumlah 642 pasangan yang menggelar akad nikah.