Mengenal Toxic Positivity, Pikiran Positif yang Tidak Baik untuk Kesehatan
Tidak dapat disangkal bahwa bersikap positif dapat menjadi kekuatan dalam beberapa situasi. Namun, kadar pikiran positif yang terlalu banyak juga tidak baik dan berbahaya. Sikap positif yang berlebihan ini lebih populer dikenal dengan sebutan toxic positivity. Berikut penjelasannya, dihimpun dari berbagai sumber.
Di era media sosial ini, postingan yang berbunyi seperti “having a positive attitude”, “Good vibes only”, atau “Be happy” adalah kata-kata yang paling sering ditemukan. Memiliki pikiran dan sikap positif tidaklah salah. Dan tidak dapat disangkal bahwa bersikap positif dapat menjadi kekuatan dalam beberapa situasi. Apabila Anda dapat mengelolanya, pikiran-pikiran positif ini bisa menjadi pegangan untuk bertahan hidup.
Namun perlu diketahui, kadar pikiran positif yang terlalu banyak juga tidak baik dan berbahaya. Berpikir dan bersikap positif tidak selalu menjadi cara terbaik untuk membantu orang lain. Anda tidak dapat menaburkan debu positif dan membuat masalah mereka hilang. Ketika orang mencari bantuan dan dukungan, mereka biasanya tidak mencari poster positif yang inspirasional. Lebih sering, mereka mencari validasi bahwa perasaan negatif mereka baik-baik saja.
-
Mengapa kesehatan mental sangat penting? Sebab, kesehatan mental merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pada setiap manusia. Sejatinya, kesehatan mental sama pentingnya dengan kondisi jasmani seseorang.
-
Apa masalah kesehatan mental yang dihadapi oleh sebagian besar penduduk Indonesia? Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Sementara itu, diketahui juga bahwa lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
-
Apa itu mental health? Mental health adalah istilah bahasa Inggris yang berarti kesehatan mental. Ini merujuk kepada kondisi kesehatan mental atau pikiran yang dimiliki seseorang. Layaknya fisik, kesehatan mental juga perlu dijaga untuk meningkatkan kualitas hidup.
-
Bagaimana cara menjaga kesehatan mental? Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga mental health adalah sebagai berikut. Pertama, olahraga secara teratur dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood. Selain itu, konsumsi makanan sehat juga sangat penting untuk kesehatan mental. Mengonsumsi makanan bergizi dapat mendukung kesehatan otak dan mood yang stabil. Manajemen tidur juga perlu diperhatikan, dengan mencoba untuk tidur yang cukup setiap malam. Praktik syukur juga dapat membantu menjaga kesehatan mental, dengan menghargai hal-hal positif dalam hidup. Aktivitas santai seperti meditasi atau yoga juga sangat berguna, karena dapat membantu meredakan stres dan meningkatkan ketenangan batin. Terakhir, tetap terhubung dengan teman atau keluarga juga sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Interaksi sosial dapat memberikan dukungan emosional dan mengurangi rasa kesepian.
-
Gimana cara menjaga kesehatan mental? Untuk menjaga kesehatan mental sehari-hari, dibutuhkan komitmen untuk menerapkan kebiasaan baik dalam hidup. Mulai dari olahraga, konsumsi makanan sehat, kelola kebutuhan tidur, hingga praktikkan rasa syukur.
-
Apa definisi dari mental health? Mental health adalah kondisi kesehatan yang mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Hal ini mencakup bagaimana seseorang merasakan, berpikir, dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap positif yang berlebihan ini lebih populer dikenal dengan sebutan toxic positivity. Berikut penjelasannya, dihimpun dari berbagai sumber.
Mengenal Toxic Positivity
2020 Merdeka.com
Mengutip dari Psychology Today, toxic positivity mengacu pada konsep bahwa menjaga pikiran dan sikap tetap positif adalah cara yang tepat untuk menjalani hidup. Anda hanya fokus pada hal-hal positif dan menolak hal yang memicu emosi negatif.
Toxic positivity adalah generalisasi yang berlebihan dan tidak efektif dari keadaan bahagia, optimis di semua situasi. Toxic positivity menghasilkan penyangkalan, minimisasi, dan invalidasi pengalaman emosional manusia yang otentik.
Ketika Anda menyangkal atau menghindari emosi yang tidak menyenangkan, Anda justru membuat emosi itu menjadi lebih besar. Menghindari emosi negatif memperkuat gagasan ini: ketika Anda menghindari perasaan yang tidak menyenangkan, pikiran Anda akan berkata bahwa Anda tidak perlu memperhatikannya.
Saat Anda terjebak dalam siklus ini, emosi-emosi negatif menjadi lebih besar dan lebih signifikan karena emosi tersebut tidak terproses. Dan pendekatan positivitas ini tidak dapat berkelanjutan. Secara evolusi, manusia tidak dapat memprogram diri untuk hanya merasakan emosi bahagia dan positif.
Sama seperti apa pun yang dilakukan secara berlebihan, hal itu akan berubah menjadi racun. Dengan menolak keberadaan perasaan tertentu, Anda akan jatuh dalam keadaan penolakan dan emosi yang tertekan. Karena bagaimanapun, manusia tidaklah sempurna. Manusia cemburu, marah, kesal, dan serakah. Dengan berpura-pura bersikap positif, manusia menyangkal validitas pengalamannya yang sejati.
Tanda-Tanda Toxic Positivity
2020 Merdeka.com
Di bawah ini adalah beberapa ekspresi umum dan pengalaman toxic positivity yang dapat membantu Anda untuk mengenali dan melihat bagaimana toxic positivity muncul dalam kehidupan sehari-hari.
- Menyembunyikan/menutupi perasaan yang sebenarnya
- Mencoba bersikap jalani saja dengan menjejalkan/menghilangkan emosi
- Merasa bersalah karena merasakan apa yang sedang dirasakan (emosi negatif)
- Mengecilkan/meremehkan pengalaman orang lain dengan kutipan atau pernyataan positif
- Mencoba memberikan perspektif kepada seseorang (misal, "masih mending daripada..") alih-alih memvalidasi pengalaman emosional mereka
- Mempermalukan/ menghukum orang lain karena mengekspresikan rasa frustrasi atau emosi apa pun selain emosi positif
- Menyingkirkan hal-hal yang mengganggu Anda dengan pikiran memang begitulah adanya
Mengapa Toxic Positivity Tidak Baik Untuk Kesehatan
2020 Merdeka.com
Terdapat hubungan yang rumit antara pemikiran positif, kesehatan, dan kebahagiaan. Para ahli telah mempromosikan pemikiran dan sikap positif sebagai alat sederhana yang sangat efektif untuk menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan sehat.
Positivitas telah dikaitkan dengan tingkat stres yang lebih rendah, kekebalan yang lebih kuat, kesehatan kardiovaskular yang lebih baik, peningkatan perasaan kesejahteraan fisik dan emosional, dan bahkan umur yang lebih panjang.
Menumbuhkan perasaan positif seperti kegembiraan, harapan, dan inspirasi juga membangun kebiasaan mental yang baik seperti perhatian, ketangguhan, dan optimisme. Dan pada gilirannya, hal tersebut menjadi penyangga potensi dampak negatif dari masa-masa penuh tekanan.
Namun, positivitas seperti ini mengabaikan keparahan beberapa situasi. Apabila seseorang merasa kesal karena makanan basi atau pekerjaan yang bertumpuk, memberi kata-kata penghibur bernada positif akan terasa efektif. Tetapi ketika seseorang didiagnosis memiliki penyakit kronis atau baru saja kehilangan orang yang dicintai, tentu normal untuk merasa sedih. Depresi dan kecemasan klinis adalah kondisi medis yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan pemikiran positif dan perubahan gaya hidup.
Kasus yang kedua tidak bisa diselesaikan dengan kalimat "jangan khawatir, Anda bisa melewatinya" atau "Pikirkan hal-hal bahagia" karena tidak relevan. Toxic positivity menolak memberi validasi perasaan dengan tepat dan cenderung membuat orang merasa bersalah. Bersalah karena menambah masalah pada orang lain dan tidak cukup kuat untuk menyembuhkan diri sendiri.
Berikut beberapa alasan mengapa toxic positivity tidak baik untuk kesehatan fisik dan mental seseorang.
1. Malu
Memaksakan pikiran dan sikap positif mendorong seseorang untuk menutup rapat-rapat emosi dan penderitaan mereka. Sebagian orang tidak ingin terlihat lemah atau buruk. Maka, pilihan yang tersedia hanya dua; pertama, jujur dan berani terbuka. Kedua, berpura-pura dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Dan kebanyakan orang memilih opsi yang kedua. Mereka malu untuk mengakui ada yang salah dari hidupnya.
Casandra Brené Brown PhD, LMSW, seorang professor peneliti dari University of Houston mengungkapkan bahwa sumber energi dari rasa malu adalah diam, kerahasiaan dan judgement. Rasa malu melumpuhkan semangat manusia. Seringkali, kita bahkan tidak tahu bahwa kita merasa malu.
2. Emosi yang Ditekan
Beberapa penelitian psikologis dalam Journal of Abnormal Psychology menunjukkan bahwa menyembunyikan atau menyangkal perasaan mengakibatkan tekanan pada tubuh dan kesulitan menghindari pikiran yang menyusahkan.
Peserta penelitian dibagi menjadi dua kelompok dan diperlihatkan film tentang prosedur medis dengan tampilan visual yang mengganggu. Lalu respons stres mereka diukur (seperti detak jantung, pelebaran pupil, produksi keringat).
Kelompok satu diminta untuk menonton video sambil memperlihatkan emosi yang sesungguhnya. Dan kelompok dua diminta untuk menonton sambil bertindak seolah-olah tidak ada yang mengganggu dari tayangan tersebut. Hasilnya, para peserta yang menekan emosinya (bersikap seolah-olah tidak terganggu) memiliki gairah fisiologis yang lebih signifikan. Artinya, dari luar mereka tampak baik-baik saja namun di dalam mereka merasa stress.
Jenis-jenis studi ini menunjukkan bahwa mengekspresikan berbagai emosi, menggambarkan perasaan, dan ekspresif (contohnya menangis) dapat membantu mengatur respon stress. Penting untuk mengakui kenyataan emosi dengan mengungkapkannya dan mengeluarkannya dari tubuh. Ini bertujuan untuk menjaga kewarasan, kesehatan dan meredakan ketegangan.
3. Isolasi & Masalah Relasional Lain
Dengan menyangkal kebenaran, hidup seolah menjadi terpisah dari diri sendiri dan dunia luar. Apabila kehilangan koneksi dengan diri, orang lain juga akan sulit untuk terhubung dengan Anda.
Hubungan dengan diri sendiri seringkali tercermin dalam hubungan yang Anda miliki dengan orang lain. Jika Anda tidak bisa jujur tentang perasaan Anda sendiri, bagaimana Anda bisa memberikan ruang bagi orang lain untuk mengungkapkan perasaan mereka di hadapan Anda? Dengan menciptakan dunia emosional palsu, Anda hanya akan menarik lebih banyak kepalsuan yang menghasilkan keintiman palsu dan persahabatan yang dangkal.
Contoh Pernyataan Toxic Positivity dan Respon Non-Toxic
thepsychologygroup.com 2020 Merdeka.com
Kesimpulan
2020 Merdeka.com
Menjadi pribadi yang sehat melibatkan kesadaran akan diri sendiri. Jika Anda mengenali diri sebagai penyebar toxic positivity, sudah saatnya untuk berhenti. Anda akan menyakiti diri sendiri dan orang-orang yang paling Anda sayangi apabila bertahan dengan pola pikir hitam-putih ini.
Alih-alih mempraktikkan toxic positivity, latih keseimbangan dan penerimaan emosi baik dan buruk diri Anda. Jika Anda merasa dipengaruhi oleh toxic positivity, Anda harus segera menetapkan batasan yang sehat dengan siapa Anda bergaul. Karena tidak semua orang dapat menilai pengalaman autentik dan menyatakan kebenaran pada Anda.