Terbaik se-Asia Pasifik, Begini Sejarah Bandara Internasional Juanda Surabaya
Nama bandara ini diambil dari nama Perdana Menteri Indonesia terakhir
Nama bandara ini diambil dari nama Perdana Menteri Indonesia terakhir
Terbaik se-Asia Pasifik, Begini Sejarah Bandara Internasional Juanda Surabaya
Bandara Internasional Juanda menjadi bandara terbaik se-Asia Pasifik kategori bandara dengan jumlah 15 sampai dengan 25 juta penumpang pada ajang Airport Service Quality Awards 2023 (ASQ Awards 2023).
- Sejarah Bandara Sekip, Bandara Pertama di Yogyakarta yang Kini Jejaknya Hilang Tak Berbekas
- 5 Fakta Unik Surabaya Kota Minyak pada Masa Kolonial, Lebih Dulu Terkenal daripada Negara Timur Tengah
- Jumlah Bandara Internasional Indonesia Berkurang
- Fakta Dhoho, Bandar Udara Pertama Indonesia yang Didirikan 100 Persen Swasta
Penghargaan
General Manager Bandara Juanda Sisyani Jaffar mengatakan, Airport Service Quality Awards merupakan penghargaan tertinggi bagi bandara-bandara dengan tingkat pelayanan terbaik di dunia oleh organisasi pengelola bandara-bandara di dunia Airports Council International (ACI).
Mengutip Liputan6.com, selain Bandara Internasional Juanda, penghargaan ini juga diraih oleh dua bandara lain, yakni Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali dan Rajiv Gandhi International Airport.
Sejarah
Rencana membangun satu pangkalan udara baru bertaraf internasional sudah digagas sejak berdirinya Biro Penerbangan Angkatan Laut RI pada tahun 1956. Rencana ini terealisasi dengan tujuan membantu pembebasan Irian Barat.
Pemerintah menyetujui pembangunan lapangan udara baru di sekitar Surabaya. Saat itu, ada tiga pilihan yakni Gresik, Bangil (Pasuruan), dan Sedati (Sidoarjo).Pilihan jatuh pada Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Selain dekat dengan Surabaya, areal ini memiliki tanah sangat luas dan datar, sehingga sangat memungkinkan dibangun pangkalan udara besar dan dapat diperluas lagi di kemudian hari.
Pembangunan bandara ini merupakan proyek pembangunan lapangan udara pertama setelah Indonesia merdeka.
Proses Pembangunan
Pangkalan udara dengan landasan pacu sepanjang 3.000 meter dan lebar 45 meter ini membutuhkan pembebasan lahan seluas sekitar 2400 hektare. Lahan tersebut tidak hanya berbentuk tanah, tetapi juga sawah dan rawa.
Proyek ini juga membutuhkan pasir dan batu dalam jumlah besar. Pasirnya digali dari Kali Porong dan batunya diambil dari salah satu sisi Bukit Pandaan. Jumlah pasir dan batu yang diperlukan sekitar 1.800.000 ton.
Selesai Lebih Cepat
Pembangunan bandara ini melibatkan tiga pihak utama, yaitu: Tim Pengawas Proyek Waru (TPPW) sebagai wakil pemerintah Indonesia, Compagnie d’Ingenieurs et Techniciens (CITE) sebagai konsultan, dan Societe de Construction des Batinolles (Batignolles) sebagai kontraktor. Kedua perusahaan terakhir berasal dari Perancis.
Selesai Lebih Cepat
Pembangunan lapangan udara taraf internasional ini ditargetkan selesai dalam waktu empat tahun. Realisasi selesai tujuh bulan lebih cepat dari waktu yang ditargetkan di awal.
Mengutip situs p2k.stekom.ac.id. pada tanggal 22 September 1963, landasan sudah siap digunakan. Sehari kemudian, satu sortie penerbangan yang terdiri empat pesawat Fairey Gannet ALRI di bawah pimpinan Mayor AL (Pnb) Kunto Wibisono melakukan uji coba pendaratan untuk pertama kalinya.