Uji Nyali di Gedung Setan Surabaya, Rumah yang Dibangun Pejabat Tinggi 200 Tahun Silam tapi Tak Pernah Ditinggali
Rumah itu dulunya merupakan salah satu rumah termegah di Surabaya.
Sebuah bangunan di Kelurahan Banyu Urip, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya dikenal dengan sebutan Gedung Setan. Penamaan ini merujuk pada kepercayaan warga sekitar yang meyakini gedung tersebut dihuni makhluk-makhluk gaib.
Mengutip Liputan6.com, gedung ini awalnya adalah sebuah rumah yang dibangun oleh seorang pejabat tinggi pada masa kolonialisme Belanda di Kota Surabaya. Pada masa kolonial Belanda, rumah yang tak pernah ditinggali pemiliknya ini dikenal dengan sebutan 'Spookhuis' yang dalam Bahasa Indonesia berarti Rumah Hantu.
-
Kenapa Gedung Setan dianggap angker? Menurut warga sekitar, daerah tersebut angker dan sering terjadi kecelakaan.
-
Dimana Gedung Setan berada? Dulu bangunan itu terletak di Jl Imam Bonjol Semarang.
-
Siapa yang membangun Gedung Setan? Dilansir dari kanal YouTube J Christiono, gedung tersebut dibangun pada tahun 1801 dengan nama La Constance et Fidele, yang berarti “Ketangguhan dan Kesetiaan”.
-
Kapan Gedung Kawedanan Boja dibangun? Gedung Kawedanan Boja dibangun sekitar tahun 1800-an.
-
Di mana letak Gereja Bintaran? Pada zaman kolonial, gereja itu dibangun di tengah permukiman orang-orang Eropa.
-
Apa yang menjadi ciri khas Gedung Pakuan? Gaya bangunannya masih berarsitektur lawas, dengan dominan cat berwarna putih di tiap sisinya. Banyaknya pilar di sana juga mengindikasikan bahwa bangunan ini didirikan pada abad ke-19, sesuai misi tata kota kolonial Belanda yakni Indische.
Sejarah Gedung Setan Surabaya
Saat pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, sang pemimpin kekurangan uang untuk menjalankan roda pemerintahan. Guna mengurangi defisit anggaran, Daendels menjual tanah-tanah kepada siapapun yang mau membelinya.
J.A. van Middelkoop tertarik membeli tanah di kawasan Kupang, saat itu masuk kawasan di tepi luar Kota Surabaya. Ia membeli tanah tersebut seharga 4.000 rijksdaalders yang saat itu masih berupa tanah pertanian cukup luas dan dibelah sebuah sungai kecil.
Mengutip Liputan6.com, pada awal abad ke-19, J.A. van Middelkoop membangun rumah sangat besar bergaya Eropa yang saat itu sedang populer. Rumah tersebut didirikan tepat di tepi sungai kecil dan ada jembatan.
Jalan utama yang di seberang rumah kemudian menjadi jalan besar dan diberi nama Reiniersz Boulevard. Rumah itu tampak megah dan menjadi indah karena kanan kirinya masih berupa perkampungan dan areal pertanian.
Sayangnya, rumah megah itu tidak pernah dihuni pemiliknya karena yang bersangkutan menjabat sebagai Gezaghebber (letnan gubernur) dan diharuskan menempati rumah dinas yang berada di kawasan Simpang.
Middelkoop menjabat sebagai Gezaghebber hanya beberapa tahun. Pada tahun 1810 ia diangkat menjadi gubernur Maluku dan meninggal di sana pada 1822. Rumah Middelkoop pun terlantar dan kosong selama bertahun-tahun.
Penghuni Tak Betah
Bertahun-tahun kosong, akhirnya rumah itu diminati oleh seorang dokter Tionghoa yang bernama Teng Sioe Hie. Saat menghuni rumah mewah itu, kabarnya Teng Sioe Hie selalu medapat gangguan hantu berwujud perempuan Eropa.
Pada malam-malam tertentu, biasanya hantu datang untuk mengganggu penghuni rumah. Setelah dihantui, dokter Teng mendapat kabar bahwa perempuan yang berubah jadi hantu adalah pembantu rumah tangga Middelkoop yang bunuh diri. Akibat kejadian tersebut, rumah mewah tersebut tidak pernah ditempati lagi oleh sang dokter. Rumah ini pun kembali dibiarkan kosong dan tidak terawat.
Kondisi Terkini
Pada tahun 1948, saat terjadi pemberontakan PKI dan pembantaian besar-besaran di Madiun. Dokter Teng Sioe Hie memutuskan rumah yang sudah tidak ia singgahi itu dijadikan tempat penampungan sementara para keturunan Tionghoa.
Sejak saat itu, puluhan keluarga tinggal di Gedung Setan. Jumlah penghuninya bertambah saat gelombang migrasi kedua terjadi di tahun 1965. Saat itu, sentimen anti Tionghoa mengakibatkan banyak warga keturunan Tionghoa mengungsi ke bangunan ini.
Hingga akhir 1965, satu ruangan di Gedung Setan harus menampung hingga 20 orang pengungsi. Jumlahnya menyusut seiring waktu.
Mengutip laman lapispahlawan.co.id, hingga kini masih ada keluarga pengungsi yang tinggal di Gedung Setan. Generasi keempat keturunan Tionghoa pengungsi ini berjumlah sekitar 40-50 Kepala Keluarga (KK) dan tinggal secara komunal di gedung tersebut.