Minta sumbangan berbekal stempel dan kotak amal abal-abal
Duit sumbangan masjid untuk makan dan renovasi rumah.
Mendengar suara azan salat Asar berkumandang dari Masjid, Tini, warga kontrakan di kawasan Klender, Jakarta Timur, segera mengambil wudu. Dia bersiap salat pada Sabtu (15/7) sore yang cerah itu. Kontrakan perempuan 58 tahun itu tidak lebar, hanya sekitar 2x3 meter.
"Saya mau salat dulu, mas silakan tunggu di luar," kata Tini saat ditemui merdeka.com. Dia tinggal berdua dengan suaminya, Damin (63), di kontrakannya yang berjarak beberapa depa dari bantaran Kali Cipinang.
Usai salat, Tini mengenakan kemeja, kerudung dan celana panjang. Perempuan tidak lulus Sekolah Dasar (SD) ini rupanya hendak kerja. Tidak lupa dia membawa tas berisi kertas dan sebuah kotak amal untuk mencari nafkah.
"Emak mau Miang (minta-minta) dulu. Nyari duit buat makan sama bayar kontrakan," kata Tini mengawali perbincangan sore itu.
Sebutan kata 'Miang' sudah sangat populer untuk profesi seperti Tini di daerah tinggalnya. Penipuan berkedok pembangunan rumah ibadah tersebut sudah dilakoninya sejak 2007 silam bersama suaminya. Biasanya, Tini meminta sumbangan ke warung-warung makan di berbagai tempat.
"Pindah-pindah, hari ini di Rawamangun, besok di Jakarta Selatan, besok lain lagi. Terus nanti kalo sudah seminggu balik lagi ke Rawamangun, biar orang enggak curiga," katanya sambil memastikan perlengkapan yang hendak dibawa.
Tini mengaku sangat mudah mendapatkan surat jalan untuk minta sumbangan pembangunan masjid tersebut. Hanya bermodalkan uang Rp 25.000 dia bisa mendapat surat itu dari seorang pria, yang menjadi koordinator para 'penjual rumah ibadah'.
"Suratnya beli. Nanti ada stempel masjidnya, sama tandatangan panitianya. Emak mah kagak ngerti, itu mah mainannya mereka," terang Tini sambil menunjukkan surat tersebut.
Dalam surat yang sudah dilaminating tersebut tertera tulisan; panitia pembangunan Masjid Al-Hikmah di daerah Cakung, Jakarta Timur, meminta bantuan dana untuk pengembangan dan renovasi Masjid. Pembangunan tersebut direncanakan sejak tanggal 1 Mei 2015 hingga selesai 30 Agustus 2015. Namun di surat itu tidak tertulis jelas alamat lengkap masjid tersebut, hanya tertera alamat kelurahan dan kecamatan saja.
Tini mengatakan, koordinator tersebut tidak hanya menyiapkan surat sumbangan di satu masjid saja. Menurut dia, setiap hari surat jalan tersebut berbeda-beda nama masjid dan alamatnya.
Bila mendapat uang sumbangan, dia juga tidak perlu lagi menyetorkannya kepada si pembuat surat atau kepada takmir masjid. "Duitnya buat emak. Udah enggak nyetor-nyetor lagi. Kan emak cuma beli surat," terangnya.
Dalam sehari, perempuan asal Indramayu itu mengaku bisa mendapatkan uang minimal sebanyak Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu. Dari hasil meminta sumbangan selama ini, dia mengaku mampu menyekolahkan anaknya di desa hingga tamat SMU.
"Kalau bulan puasa biasanya banyak yang ngasih. Kalau sekarang sudah mulai jarang yang ngasih," ujarnya.
Jarum jam dinding menunjuk pukul 17.00 WIB, Tini pun pamit bergegas pergi meminta sumbangan. Dia pergi tak sendiri sore itu tetapi bersama lima tetangganya mereka berjalan bersama-sama menuju tempat yang akan disasar.