Di balik serangan keji di Mal Nairobi
Di dalam lingkungan elit aparat keamanan Kenya selalu ada alasan seperti 'saya tidak tahu'. Seperti tak asing buat kita?
Berita serangan mematikan teroris Al-Shabaab di Westgate Shopping Mal di Nairobi, Kenya, Sabtu (21/9) lalu sangat mengejutkan saya ditinjau dari kenekatan, skala dan perencanaan matangnya. Diberitakan berbagai media, serangan itu telah menelan korban setidaknya 68 jiwa dan 175 orang terluka. Termasuk yang meninggal adalah warga Kenya, Belanda, Inggris, Prancis, China dan diplomat dari Kanada, dan Ghana.
Saya segera mengirim BBM kepada teman saya, seorang diplomat Indonesia di Nairobi untuk menanyakan kabarnya. Alhamdulillah dia selamat karena tak berada di mal itu waktu serangan terjadi namun menjadi agak paranoid untuk berada di tempat umum. Ia juga sempat menceritakan rumor bahwa sebelum melakukan penembakan, para teroris itu membaca Alquran terlebih dulu. Sebuah ironi perih buat saya.
Banyak pertanyaan kemudian mengganggu saya. Mengapa Al-Shabaab dapat melakukan tindakan keji itu? Berbagai media internasional mengulas bahwa serangan itu merupakan balas dendam brutal atas operasi militer dan invasi Kenya di wilayah selatan Somalia pada Oktober 2011. Jadi serangan Al-Shabaab itu adalah 'ekspor maut' dari Somalia ke Kenya. Waktu itu tentara Kenya memburu militan Al-Shabaab yang dituduh telah menculik banyak pekerja dan turis asing di Kenya.
Sejak invasi itu Al-Shabaab telah mengeluarkan ancaman balas dendam bahwa inkursi itu akan 'menimbulkan konsekuensi penuh bencana bagi Kenya.' Di bulan Maret 2013, Al-Shabaab kembali mengeluarkan ancaman bahwa warga Kenya tak bakalan bisa tidur nyenyak selama tentara Kenya berada di atas tanah Somalia. Dan pada waktu melakukan serangan di mal itu Al-Shabaab juga sempat berkicau di Twitter: 'Sudah lama kami memerangi Kenya di tanah air kami, sekarang saatnya memindahkan medan laga dan berperang di wilayah mereka.'
Selain karena invasi militer, Al-Shabaab juga geram dengan rencana Pemerintah Kenya mendirikan negara bagian semi-otonom bernama Jubaland di wilayah selatan Somalia yang dikenal sebagai 'Jubaland Initiative'. Jubaland dimaksudkan sebagai buffer state untuk mencegah masuknya Al-Shabaab ke wilayah Kenya. Jubaland akan terdiri dari tiga wilayah di Somalia yaitu Juba Bawah, Juba Tengah, dan Gedo.
Selain alasan sebagai daerah penyangga, pembentukan Jubaland juga terkait dengan rasa terancamnya warga Kenya etnis Somali di wilayah utara Kenya itu dari saudaranya di Somalia (Greater Somalia) yang ingin mendirikan Pan-Somalia. Selain itu Kenya juga mengkhawatirkan munculnya pemberontakan etnis Somalia di wilayahnya seperti yang pernah terjadi pada November 1963 sampai April 1969 yang dikenal sebagai 'Perang Shifta'.
Mengapa serangan itu dilakukan di mal? Mark Schroeder, Wakil Presiden Kajian Afrika Stratfor, lembaga kajian intelijen global menyatakan bahwa serangan dan sasaran di Nairobi itu dipilih karena nilai propagandanya. Al-Shabaab selama ini dinilai tidak berhasil melakukan serangan di Somalia dan mengalihkannya ke sebuah mall di Kenya untuk menunjukkan bahwa Al-Shabaab adalah sebuah organisasi militan yang masih sangat kuat (vibrant). Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa mereka kredibel, hidup dan para 'pejuang' layak bergabung dengan mereka.
Mengapa serangan itu bisa 'sukses'? Selama ini warga Kenya menyalahkan pemerintahnya yang tidak mempunyai laboratorium forensik yang dapat menyimpan data berikut profil terduga teroris, sponsor, dan simpatisannya. Simiyu Werunga, Direktur African Centre for Security and Strategic Studies menyatakan bahwa akan sangat sulit bagi Kenya memenangi perang melawan teror tanpa adanya mekanisme yang memadahi dalam pendataan terduga teroris.
Werunga juga menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi lemahnya sektor keamanan di Kenya adalah tiadanya modernisasi sistem keamanan dan lemahnya koordinasi antara badan intelijen, polisi dan eksekutif. Secara umum penyebab umumnya adalah tiadanya koordinasi terpusat di sektor keamanan. Di dalam lingkungan elit aparat keamanan Kenya selalu ada saling menyalahkan dan alasan (excuses) seperti 'saya tidak tahu, saya tidak diberitahu, saya tidak diberi data intelijen' dan lain sebagainya. Seperti tidak asing ya buat kita?
Setelah pertanyaan yang mengganggu itu terjawab, saya kemudian berdoa agar situasi di Nairobi dapat segera pulih, dan teman saya di sana bebas dari rasa takutnya untuk keluar rumah.
*Pengamat masalah internasional. Tinggal di Frankfurt.