Hikayat manusia gerobak
"Waktu masih hamil juga di sini (gerobak), ngelahirin di sini (gerobak), bikinnya juga di sini (gerobak)," kata Dewi.
Bisingnya suara kereta melintas dan lalu lalang kendaraan bermotor melaju kencang tak membuat Dewi, 30 tahun, merasa terusik. Sambil menyusui anak lelakinya berumur lima bulan, dia duduk selonjoran di halte pemberhentian di kawasan Palmerah, Jakarta Barat.
Dewi menunggu sang suami, Senen 40 tahun pulang dari ' mulung ' di sekitar kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Tampak juga gerobak di depan Dewi berisikan hasil mulung, alas tidur berupa kasur bekas, dan dua tas robek untuk menyimpan baju.
"Ya begini aja tiap hari tidur di sini, nunggu suami pulang mulung sambil jagain gerobak," kata Dewi sambil menunjukkan gerobaknya kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.
Senen biasa pulang menemui Dewi pukul 12 malam, usai dia memulung barang bekas. Dia berangkat sejak pukul empat sore. "Kan kalau puasa sepi biasanya ramainya sore, ya si mamas kalau jalan mulung sore sampai malam, sisanya kita tidur-tiduran saja di sini," kata Dewi seraya menutupi buah hatinya tertidur pulas dengan kelambu bekas.
Dewi menuturkan, sudah empat tahun ini dia hidup terlunta-lunta di Jakarta tanpa tempat tinggal. Karena tak ada pilihan, dia pun bersama suami dan anak-anaknya hidup dan tinggal dari jalan ke jalan dengan gerobak. Dewi pun mengaku kedatangannya ke Jakarta karena diajak oleh temannya satu kampung untuk mencari uang. "Saya dari Cilacap dibawa teman tapi pas di stasiun kita berpisah sampai akhirnya ketemu si mamas," tutur Dewi.
Ketika masih mengandung si jabang bayi, Dewi sudah terbiasa diajak keliling Jakarta menggunakan gerobak oleh suaminya. Bahkan hingga melahirkan pun Dewi melakukan persalinan di dalam gerobak tanpa dibantu oleh siapa pun. "Waktu masih hamil juga di sini (gerobak), ngelahirin di sini (gerobak), bikinnya juga di sini (gerobak),"kata Dewi sambil tersipu malu.
Setiap hari, Dewi dan Senen selalu berpindah-pindah tempat. Mereka mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Terkadang mereka pun sering tidur di gerobak jika tak menemukan tempat yang enak untuk mereka istirahat.
"Kami tiap hari pindah-pindah enggak nentu tidur di mana aja, asal enak. Tapi kami sudah dua minggu di sini (Palmerah)," kata Dewi sambil menunjukkan tempat yang biasa untuk istirahat tepat di belakang SMAN 24 Jakarta, tak jauh dari gedung Dewan Perwakilan Rakyat.