Penyederhanaan rupiah yang tak sederhana
"Redenominasi rupiah akan membawa Indonesia ke posisi yang lebih baik dari segi perbandingan denominasi mata uang."
Bank Indonesia kembali menghidupkan wacana redenominasi rupiah. Ini setelah Agus Martowardojo, gubernur bank sentral, memohon Presiden Joko Widodo mendukung pembentukan beleid terkait penyederhanaan nilai nominal mata uang Garuda tersebut.
Permohonan disampaikan Agus saat Jokowi menghadiri peluncuran pecahan mata uang rupiah seri terbaru, di Bank Indonesia, Senin (19/12).
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Siapa yang memimpin rencana redenominasi rupiah di Indonesia? Rencana penyederhanaan mata uang telah digulirkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Bagaimana Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah tetap berjalan? Bank Indonesia pun memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan. Bahkan, Bank Indonesia sudah siap dengan skenario dalam penerapan redenominasi rupiah ini.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
"Kami ingin mengusulkan kepada presiden, mohon untuk mendukung proses penyelesaian Rancangan Undang-Undang Redenominasi Rupiah."
Sejatinya, pemerintah dan Bank Indonesia sudah melayangkan draf beleid redenominasi rupiah ke parlemen pada 2013. Di tahun yang sama, DPR juga menjadikan RUU Redenominasi sebagai prioritas legislasi nasional dan membentuk panitia khusus.
Dalam draf, pelaksanaan redenominasi ditargetkan mulai 1 Januari 2014. Itu ditandai dengan peluncuran rupiah dengan kata "baru" untuk mendampingi uang lama.
Kemudian, mulai 1 Januari 2019, bank sentral mengedarkan rupiah tanpa kata "baru". Bersamaan dengan itu, rupiah lama mulai ditarik dari peredaran hingga tak bersisa pada 31 Desember 2022. Sehingga, mulai saat itu dan seterusnya, mata uang berlaku di masyarakat Tanah Air hanyalah rupiah produk redenominasi.
Namun, fakta tak semulus rencana. Hingga 2016, pembahasan tak kunjung terlaksana lantaran berbagai pertimbangan. Diantaranya, dinamika politik yang tak kondusif dan kondisi perlambatan ekonomi global yang menimbulkan tekanan di Tanah Air.
Pun demikian tahun ini. DPR tak memasukkan RUU Redenominasi dalam daftar program legislasi nasional.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni Vimaladewi mengakui redenominasi harus dilakukan pada saat yang tepat. Yaitu, ketika, kondisi makroekonomi stabil, tingkat inflasi relatif rendah dan, dan kondisi sosial dan politik yang kondusif.
"Kondisi Indonesia saat ini kami pandang stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang terus terjaga di level moderat dan inflasi yang relatif membaik," katanya kepada merdeka.com, pekan lalu.
"Redenominasi rupiah dengan memotong desimal, misal sebanyak 3 digit, akan membawa Indonesia ke posisi yang lebih baik dari segi perbandingan denominasi mata uang."
Sebagai gambaran, berdasarkan data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi nasional sejak wacana redenominasi digulirkan pada 2010 hingga 2015 berada dikisaran 5-6 persen.
Terkecuali 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 4,8 persen. Jika dirata-rata, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010-2015 mencapai 5,63 persen.
sementara, ekonomi Indonesia pada 2016 dan 2017 diprediksi tumbuh sekitar 5,1 persen dan 5,3 persen. Hampir senada dengan pemerintah dan Bank Pembangunan Asia (ADB), yang memerkirakan ekonomi Indonesia tumbuh sedikitnya lima persen.
Hanya Dana Moneter Internasional (IMF) yang memerkirakan ekonomi Indonesia 2016 sekitar 4,9 persen. Namun, pada 2017, IMF menaksir ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen.
Adapun inflasi, pemerintah berhasil menekannya hingga ke level 3,35 persen (2015) dan 3,02 persen (2016). Ini menurun drastis ketimbang dua tahun sebelumnya, sebesar 8,36 persen (2014) dan 8,38 persen (2013).
Itu dari sisi makroekonomi. Bagaimana dengan kondisi sosial-politik di Indonesia? Masih gelap alias tak terukur. Hal inilah yang memberatkan parlemen menjadikan RUU Redenominasi sebagai prioritas pembahasan tahun ini.
"Saya setuju redenominasi, tapi saat ini bukan waktu yang baik," kata Anggota Komisi XI DPR-RI Muhammad Hatta saat dihubungi terpisah.
Kondisi sosial-politik dinilai masih rawan gejolak. Tak semua rakyat Indonesia paham soal redenominasi.
"Masyarakat belum siap redenominasi, khususnya di daerah," katanya.
Bank Indonesia, sebenarnya, menyiratkan kesadaran soal itu dengan menetapkan masa transisi pelaksanaan redenominasi sedikitnya tujuh tahun. Masa yang dinilai cukup untuk mengedukasi masyarakat dan mematangkan persiapan lainnya.
"Masa persiapan dan transisi selama sekitar 7 tahun kami pandang cukup untuk mendukung keberhasilan implementasinya," kata Eni.
Idealnya, masa transisi itu dimulai sejak dasar hukum redenominasi terbentuk. Sehingga, tak ada salahnya, jika DPR mulai membahasnya tahun ini.
Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyayangkan wacana redenominasi yang timbul tenggelam. Padahal, pengusaha mendukung penyederhanaan nilai rupiah sejak terobosan ini diwacanakan.
"Menteri keuangan juga punya terlalu banyak RUU yang belum selesai juga," kata mantan ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu. "Sedangkan menurut saya, ini penting. Paling pasalnya cuma berapa sih, 18 pasal."
(mdk/yud)