Keahlian alami penjahit asal Minang
Tidak banyak orang tahu masyarakat Minang mempunyai keahlian turun temurun jadi penjahit.
Siang itu memang terlihat sepi di Pasar Baru Bekasi, Jawa Barat. Di lantai dasar berjejer kios-kios pakaian maupun deretan penjahit. Di pojok pintu masuk blok J terpampang papan sebuah nama kios 'sejahtera'. Di dalamnya seorang lelaki asyik menggerakkan kaki dan tangannya sambil menjahit sebuah celana jins di atas mesin jahit.
"Di sini mah hampir semuanya penjahitnya asal Padang," ujar Salah satu penjahit kepada merdeka.com di lokasi, Bekasi, Jawa Barat, pekan lalu.
Selama ini memang tak banyak diketahui secara umum kalau masyarakat keturunan Minang mempunyai keahlian turun temurun menjadi penjahit. Kebanyakan memang menjadi pedagang baju dan membuka warung nasi Padang.
Kembali ke kios penjahit 'sejahtera', Ade Yusmanto terlihat sibuk sesekali berbicara dengan pelanggannya dalam bahasa Minang. Pelanggannya masih kerabat dekat, dan tiga potong celana garapannya sudah selesai dikerjakan.
Membuka perbincangan, lelaki kelahiran Bukit Tinggi itu mengakui sejak usia lima tahun sudah terbiasa dengan mesin jahit. Dalam ingatannya merek mesin jahit pertamanya bertuliskan standar. "Pertama kali bisa menjahit masih bisa lurus saja," ujarnya sembari sibuk menjahit.
Dia memang sudah melanglang buana merantau sambil terus mengasah keahliannya. Sebagai lelaki keturunan minang, merantau memang menjadi pilihan pertama dalam hidupnya. Apalagi dengan sistem kebudayaan di tanah leluhurnya pantang sebagai lelaki berdiam diri.
"Sejak saat itu, menjahit menjadi modal awal saya buat merantau. Yah umur 16 tahun saya sudah ikut paman di Bandung, usaha konveksi," kata lelaki akrab disapa buyung itu.
Baginya, lahir dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan merantau menjadi pilihan. Dengan modal keahlian apa saja yang telah dipelajari di kampung. Apalagi di kampung halamannya cuma mendengarkan lagu bernuansa merantau dalam bahasa Minang.
Dia pun bercerita kalau menjahit memang rata-rata menjadi keahlian warga di kampung halamannya. Entah apa yang mendasarinya, menjahit pakaian menjadi tradisi warga keturunan minang dalam membuka usaha di mana saja. "Enggak ada khusus Padang sebelah mana, tapi kebanyakan dari Bukit Tinggi buat penjahit," katanya.
Hal tersebut juga diyakini Zulkarnain, sesama penjahit di tempat sama mengungkapkan orang Minang mempunyai sebutan pemain kain. Ada tiga bidang usaha menjual baju jadi, setengah jadi maupun penjahit.
"Kita biasanya sesama orang Padang, punya usaha di mana saja," ujar lelaki yang akrab disapa Bang Zul.
Bagi mereka jaringan Minang memang jadi andalan dalam berbagi rezeki. Saban ketumpahan orderan menjahit biasanya para penjahit Minang saling berbagi. Kriterianya pun berdasar pengalaman menjahit maupun hasil kerja dengan kualitas terbaik. "Enggak cuma saudara saja, kita lihat kerjanya juga. Dan pasti kita berbagi itu pasti," kata Zul.
Menurut Buyung, di beberapa wilayah pusat pakaian di Jakarta memang dipenuhi beberapa warga keturunan Minang. Seperti di Pasar Cipulir, Pasar Tanah Abang, maupun Pasar Senen.
Bagi warga Minang membuka usaha cuma berdasarkan pemasukan saban hari. Sesederhana saja bagi Buyung dan Zulkarnain, kenapa bagi masyarakat keturunan minang usaha tak jauh dari kebutuhan dasar. "Yah enggak jauh-jauh dari usaha warung makan, baju, dan penjahit, pasti setiap hari ada pemasukan walau cuma seribu, dua ribu," ujar Buyung.