Kisah Perselingkuhan Zaman Jawa Kuno, Nyawa Pasangan Melayang Berbuntut Penyesalan
Kisah perselingkuhan ternyata sudah mewarnai kehidupan ratusan tahun silam.
Kisah perselingkuhan ternyata sudah mewarnai kehidupan ratusan tahun silam.
Kisah Perselingkuhan Zaman Jawa Kuno, Nyawa Pasangan Melayang Berbuntut Penyesalan
Kisah seputar perselingkuhan ternyata sudah eksis sejak zaman Jawa Kuno. Banyak kisah dari tokoh-tokoh masa lalu yang berkaitan erat dengan perselingkuhan hingga berujung maut.
-
Apa hukuman bagi warga Majapahit yang selingkuh? Kejahatan tersebut di antaranya membakar rumah orang, meracuni manusia, mengamuk, menggunakan sihir, mencelakai orang lain dengan ilmu hitam, menebar fitnah kepada raja, selingkuh dengan perempuan yang telah bersuami, maupun merusak kehormatan wanita.
-
Apa dampak perselingkuhan bagi pelaku? Beberapa dampak perselingkuhan bagi pelaku seperti perasaan bersalah, stres, kesehatan jantung, hingga kelelahan mental.
-
Kenapa pelaku perselingkuhan merasa bersalah? Orang yang berselingkuh akan merasa bersalah karena telah berbohong, menyakiti, dan tidak mampu menjaga kepercayaan pasangan.
-
Kenapa pasangan selingkuh? Meskipun ada kemungkinan mereka hanya sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas lainnya, perubahan frekuensi dan lama waktu yang dihabiskan di luar rumah yang tidak sesuai dengan kebiasaan sebelumnya harus diwaspadai.
-
Siapa yang pantas disalahkan atas perselingkuhan? Ajari aku untuk tega tidak memberi kabar selama itu. Seperti yang kamu lakukan setiap saat kepadaku dan hatiku.
-
Apa kisah cinta mereka? Adzana Bing Slamet dan Rizky Alatas terlibat dalam kisah cinlok pada tahun 2013, yang diwarnai putus nyambung.
Kisah Sri Tanjung
Kisah Sri Tanjung yang dituduh selingkuh oleh sang suami identik dengan legenda Banyuwangi. Mengutip situs resmi Pemkab Banyuwangi, kisah pilu ini juga merupakan cerita rakyat populer di Majapahit.
Reliefnya ditemukan di Candi Panataran (Blitar), Surowono (Kediri), Bajang
Ratu (Mojokerto), dan Jabung (Probolinggo).
Mengutip Instagram @blitar_bercerita, Sang suami, Raden Sidapaksa, menuduh Sri Tanjung selingkuh dengan Raja Sulakrama.
Tuduhan ini dilontarkan Sidapaksa usai mendengar para tetangga bergosip. Saat itu, Sidapaksa baru pulang dari kahyangan
untuk menunaikan tugas dari atasannya, Raja Sulakrama.
"Sri Tanjung itu loh, berani-beraninya menggoda Raja
Sulakrama," demikian Sidapaksa mendengar para tetangganya menggosip.
Sesampainya di rumah, Sidapaksa menuduh istrinya. Sri Tanjung yang merasa tidak berbuat sesuai tuduhan sang suami membela diri.
Pertengkaran pun terjadi. Sidapaksa menyeret Sri Tanjung di perairan dekat kuburan Gandamayu. Tanpa berpikir panjang, ia menghunuskan keris ke dada sang istri.
Saat sekarat, Sri Tanjung bersumpah jika ia bersalah, darah di keris Sidapaksa akan berbau amis. Sebaliknya, jika ia tidak bersalah maka darahnya akan berbau harum.
Saat Sidapaksa
mencuci kerisnya di sungai, ia mencium air sungai yang harum. Seketika menjadi gila. Setiap
orang, binatang, hingga tanaman berduri yang dilihatnya dianggap Sri Tanjung. Sidapaksa menangis berhari-hari.
Angling Dharma
Kisah Angling Dharma cukup terkenal di Pulau Jawa. Kisah tokoh ini juga menjadi legenda Kabupaten Bojonegoro.
Saat berburu, Angling Dharma memergoki Nagagini, istri gurunya
sedang selingkuh dengan ular tampar. la kemudian
membunuh ular tampar dan melukai Nagagini.
Nagagini yang tidak terima merekayasa cerita kepada suaminya, Nagaraja. Nagaraja naik pitam dan hendak membalas dendam pada Angling Dharma.
Nagaraja pun sadar kebenarannya,
meminta maaf dan memberikan anugerah kepada Angling Dharma berupa ilmu dapat berbicara dengan binatang (Aji Gineng).
Pada satu waktu, Angling Dharma mendengarkan percakapan
sepasang cicak dan tertawa di depan istrinya. Satyawati
tersinggung dan marah.
Angling Dharma kukuh merahasiakan kemampuannya. sedangkan Setyawati terbakar cemburu. Mengutip situs journal.isi.ac.id, Setyawati kemudian bunuh diri
dengan terjun ke kobaran api (sati).
Awalnya, Angling Dharma yang kaget ingin ikutan sati, namun tersadar dengan ejekan pasangan kambing bahwa sati adalah perbuatan hina. Angling Dharma kemudian mengurungkan niatnya untuk sati.