Kisah Ratu Sakti, Raja Pajajaran yang Paling Dilaknat karena Bunuh Orang Tanpa Alasan
Akibat tindakannya ini, kerajaan Pajajaran saat itu mulai mengalami kemunduran hingga memasuki zaman pralaya atau jahiliyah.
Selama berdirinya Kerajaan Pajajaran pada 932-1579, terdapat satu nama pemimpin yang paling dilaknat. Raja bernama Ratu Sakti itu disebut menjadi sosok yang ditakuti di masanya, karena kerap membunuh orang tanpa alasan.
Pribadinya juga dikenal temperamental, dan berani membangkang terhadap kedua orang tua serta para petinggi kerajaan. Bahkan, ia dianggap raja paling tak punya hati lantaran menikahi selir dari ayahandanya.
-
Kenapa Kerajaan Pajajaran runtuh? Terlebih setelah itu, batu untuk penobatan raja kemudian diambil alih oleh pasukan Kesultanan Banten sehingga di masa-masa setelahnya tidak ada lagi penobatan. Sejak itu, Kerajaan Pajajaran jadi mudah diserang hingga akhirnya runtuh pada 1579.
-
Apa penyebab runtuhnya Pajajaran? Di masa berikutnya, terjadi perpecahan besar hingga internal kerajaan berhasil ditembus dan kerajaan sudah tidak bisa diselamatkan.
-
Siapa raja yang memerintah Pajajaran tahun 1521? Surawisesa mengantikan ayahnya, Sri Baduga Maharaja menjadi Raja di Pakuan Pajajaran tahun 1521.
-
Siapa Ratu terkenal di Jawa? Salah satu tokoh Kerajaan Holing yang mencuri perhatian dunia adalah Ratu Shima.
-
Siapa yang memimpin Kerajaan Pajajaran saat runtuh? Di masa ini, Raga Mulya gagal mempertahankan keutuhan kerajaan Pajajaran.
-
Kapan Kerajaan Pajajaran runtuh? Sejak itu, Kerajaan Pajajaran jadi mudah diserang hingga akhirnya runtuh pada 1579.
Tak terhitung jumlah dosa yang dilakukan Ratu Sakti, selama masa kepemimpinannya. Para Pendhita atau pemuka agama Hindu merasa kesulitan mengendalikan pribadinya. Ia pun akhirnya dianggap sebagai raja yang tidak mengayomi rakyat dan dekat dengan aktivitas dosa.
Akibat tindakannya ini, kerajaan Pajajaran saat itu mulai mengalami kemunduran hingga tidak dipercaya rakyat. Lantas bagaimana riwayat Ratu Sakti yang kabarnya membawa Kerajaan Pajajaran kembali ke zaman Pralaya atau masa-masa jahiliyah? Berikut kisahnya.
Zaman Ratu Sakti jadi Era Paling Kritis Kerajaan Pajajaran
Mengutip buku Hitam Putih Pajajaran: dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran karya fery Taufiq El Jaquene (2020), dikatakan bahwa era kepemimpinan Ratu Sakti merupakan masa-masa paling kritis bagi kondisi Kerajaan Pajajaran.
Selama delapan tahun memimpin pada 1543 sampai 1551, Ratu Sakti kerap mengabaikan kondisi rakyat dan kerajaan di lingkungan Pakuan. Padahal, ketika itu kerajaan ini sedang diserang oleh kerajaan Islam dari Demak, Cirebon dan Banten secara bertubi-tubi.
Akibatnya, rakyat harus mencari perlindungan sendiri-sendiri dan terjadi perpecahan di dalam internal para petinggi. Di masa itu, rakyat tidak bisa mengadu apa-apa ke kerajaan dan terjadi jarak antar keduanya.
“Aja tinut de sang kawuri polah sang nata (janganlah meniru tingkah laku raja ini oleh mereka yang menggantikan),” tulis naskah Carita Parahyangan yang disampaikan Fery di bukunya.
Pajajaran Hancur karena Nafsu Ratu Sakti
Pada tahun pertama kepemimpinannya, Ratu Sakti sudah terlihat tidak menaruh perhatian terhadap kondisi kerajaan. Ini tampak dari terabaikannya rencana serta strategi internal yang disampaikan para petinggi di sana.
Kemudian, Ia juga selalu menampilkan sisi ketidaksukaannya terhadap aturan dari orang tua. Perintah dan bimbingan dari mereka kerap dilawan, sehingga dirinya dikenal sebagai raja tukang bangkang.
Keadaan diperparah dengan dirinya yang tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruk, seperti mabuk minuman keras, bermain perempuan hingga memperlihatkan cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
“Masa Pralaya sebenarnya bisa dihilangkan, dengan syarat Ratu Sakti sanggup meninggalkan kesenangan pribadi,” tulis Taufiq.
Menarik Pajak Seenaknya
Setelah tahun kedua memimpin, sifatnya makin terlihat lagi. Ratu Sakti semakin merasa berkuasa dan meminta seluruh rakyat di wilayah kekuasaan Pakuan Pajajaran hormat dan patuh terhadap perintahnya.
Suatu ketika, Ratu Sakti menerapkan kebijakan pajak. Namun, ada beberapa warga yang tak setuju lantaran kondisinya tidak memungkinkan untuk membayar. Namun, Ratu Sakti justru menyelesaikan masalah tersebut dengan kekerasan.
Padahal, ketika ia mampu bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya, Kerajaan Pajajaran bisa berdiri kokoh. Sebab, di masa itu, Demak, Cirebon dan Banten memfokuskan perlawanannya terhadap kerajaan di Jawa Timur, sehingga dirinya bisa mengambil alih tongkat kekuasaan di barat pulau Jawa secara utuh.
“Di tahun yang sama, Sultan Trenggono dari Demak gugur, bersamaan dengan itu Cirebon dan Banten kewalahan melawan Pasuruan dan Panarukan. Posisi kerajaan yang berafiliasi dengan Demak otomatis carut marut,” kata Taufiq.
Bunuh Orang Tanpa Alasan
Ketakutan yang ditebarkan Ratu Sakti semakin bertambah di kalangan rakyat, tatkala dirinya menerapkan kebijakan tegas. Ratu Sakti akan melawan siapapun yang merasa tidak terima dengan kebijakannya, terutama soal pajak.
Di masa itu, tak sedikit orang yang dibunuh tanpa alasan. Ia membunuh saat tahu, seseorang tersebut dianggap melawannya walau tanpa bukti. Kemudian, ia juga kerap melampiaskan kemarahannya kepada rakyat.
“Etika dan moral selama bertahun-tahun selalu dijunjung tinggi, tetapi pada masa Ratu Sakti hal itu dilanggar. Ia membunuh orang tanpa dosa, merampas harta orang-orang kecil dan mengabaikan pandhita. Tingkahnya sudah keterlaluan,” tulisnya.
Menikahi Selir Sang Ayah
Ada satu etika dan moral yang sudah ditanamkan sebagai budaya luhur di Kerajaan Pajajaran yakni “Estri Larangan”. Ini merupakan perintah untuk menjauhi selir dari raja sebelumnya atau ayah dari Ratu Sakti, namun hal ini justru dilanggar dengan sengaja oleh dirinya.
Tanpa rasa salah dan berdosa, dirinya menikahi istri atau selir dari ayahnya sendiri. Ini sudah banyak dicontohkan oleh raja-raja sebelumnya, salah satunya Prabu Dewa Niskala yang harus turun takhta karena menikahi selir raja.
Di masa itu, tahapan dosa paling tinggi dan tidak termaafkan termasuk oleh rakyat adalah menikahi istri raja sebelumnya atau selirnya. Dan secara sengaja, Ratu Sakti justru melanggarnya hingga dianggap raja paling laknat.