Surawisesa, Putera Prabu Siliwangi Ksatria Tanpa Tanding di Medan Perang
Surawisesa adalah Ksatria Pakuan Pajajaran. Belasan kali berperang demi menjaga peninggalan Siliwangi.
Masa pemerintahannya dihabiskan dengan peperangan mempertahankan wilayah Pajajaran yang tersisa.
Surawisesa, Putera Prabu Siliwangi, Ksatria Tanpa Tanding di Medan Perang
Surawisesa mengantikan ayahnya, Sri Baduga Maharaja menjadi Raja di Pakuan Pajajaran tahun 1521.
Di masa pemerintahannya, Pajajaran menghadapi sejumlah serangan. Dia harus terus berperang mempertahankan setiap jengkal tanah Pajajaran.
-
Siapa yang menjadi prajurit Panyutra di Kasunanan Surakarta? Dalam sebuah foto hitam putih yang diposting akun Instagram @sejarahjogya pada Rabu (22/5), tampak seorang anak kecil bertelanjang dada mengenakan sebuah kain untuk bawahan serta sebuah topi berbentuk aneh. Dijelaskan dalam keterangan unggahan bahwasanya topi itu merupakan lilitan ikat kepala bernama 'undheg-gilig'. Jejaknya disebut terlihat pada prajurit Panyutra (Kasunanan) dan Nyutra (Kasultanan).
-
Siapa pahlawan yang berjuang melawan penjajah di Sumatera Utara? Djamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Tanah Karo, Sumatra Utara.
-
Apa yang diwariskan pahlawan kepada rakyat Sumatera Selatan? 'Semua bisa berdiri di sini, bisa bekerja, bisa berkembang, bisa berkeluarga, bisa macam-macam bisa kita lakukan, karena itu semua adalah jasa para pahlawan,' kata Bahtiar, usai upacara.
-
Siapa yang mendirikan Keraton Surosowan? Pengunjung seolah diajak napak tilas kejayaan Banten Lama, melalui sejumlah peninggalannya di kampung wisata tersebut.
-
Apa cita-cita Jenderal Surono? Surono meninggalkan pekerjaannya sebagai juru tulis. Dia mendaftar ke Bogor dan diterima sebagai Shodancho atau komandan peleton. Setingkat letnan dalam ketentaraan. Setelah dilantik pada Bulan Desember 1943, Surono ditempatkan di Daidan Cilacap.
-
Siapa putra mahkota Keraton Surakarta? Putra mahkota Keraton Surakarta, KGPH Purbaya menjadi bahan pembicaraan karena ia disebut melakukan tabrak lari.
Surawisesa Bertakhta 14 Tahun dan Mengalami 15 Kali Peperangan
Setelah Sri Baduga Maharaja wafat, peperangan terbuka dengan Cirebon dan Banten tak terhindarkan.
Satu per satu daerah pelabuhan milik Pajajaran direbut oleh Banten dan Cirebon yang dibantu oleh Demak.
Di tengah kondisi itu Surawisesa maju berperang. Dia berusaha mempertahankan sisa daerah Pajajaran di pedalaman Sunda.
Naskah Carita Parahyangan menyebutnya Raja Kasurani (Perwira), Kadiran (Perkasa) dan Kawanen (Pemberani).
Selama 15 kali peperangan, Surawisesa tak terkalahkan di medan tempur.
Pasukan Pajajaran bertempur mati-matian bersama raja mereka.
Surawisesa memiliki pasukan elite dari Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Pasukan itu bernama Balamati. Jumlahnya 1.000 orang.
Dipilih dari para prajurit terbaik. Siap mati demi mempertahankan Pajajaran.
Pertempuran Selama Bertahun-Tahun Itu Menguras Energi dan Sumber Daya, Baik Pajajaran Maupun Cirebon dan Banten
Di darat Surawisesa dan Balamatinya tak terkalahkan. Namun di laut, angkatan laut Pajajaran yang lemah bukan tandingan armada Cirebon dan Banten dengan sekutu mereka Demak.
Surawisesa mencoba menjalin hubungan dengan Portugis. Namun bantuan mereka terlambat datang.
Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan gencatan senjata.
kesempatan itu digunakan Surawisesa untuk kembali memperhatikan kondisi rakyat dan perekonomian yang terpukul selama perang.
Di masa gencatan senjata itu juga Surawisesa membuat sebuah Prasasti untuk menghormati ayahnya.
Prasasti Batu Tulis dibuat tahun 1533. 12 Tahun setelah Prabu Siliwangi wafat.
Isi Batu Tulis tersebut menggambarkan kebesaran ayahnya.
Dalam Prasasti tersebut, Surawisesa Sama Sekali Tidak Menuliskan Namanya
Sejarawan Bogor Saleh Danasasmita menilai ada kesedihan dari Surawisesa sebagai putera Siliwangi.
Dia merasa gagal mempertahakan keutuhan wilayah ayahnya. Sejumlah kemenangan yang didapatnya di medan perang, tidak membuatnya bangga.
Prasasti Batu Tulis masih berdiri kokoh hingga hari ini di Kota Bogor.
Prabu Surawisesa meninggal dunia dua tahun setelah membuat Prasasti Batu Tulis.
Sepeninggalannya, tak ada lagi raja besar di Pakuan Pajajaran.
Kerajaan Sunda itu pun pelan-pelan mendekati akhirnya.