Kejahatan seksual bisa jadi pertanyaan di alam kubur
"Jangan sampai ini jadi pertanyaan buat saya di alam kubur loh," ujar Khofifah.
Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak di negeri ini dianggap sudah dalam kondisi darurat. Wacana hukuman kebiri hingga hukuman mati bagi para pelaku pun menyeruak ke permukaan. Banyak yang berpendapat jika hukuman kebiri bisa meredam para pelaku untuk terus mencari mangsa. Namun tak sedikit juga kemudian menolak wacana hukuman bagi para pelaku itu.
Meski demikian, pemerintah tak bergeming buat melanjutkan pembahasan untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) kebiri. Perppu itu dibuat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa pun menilai wajar jika terjadi pro dan kontra pembahasan Perppu kebiri. Namun kepada merdeka.com dia menjelaskan, jika sejatinya Perppu kebiri itu merupakan bagian dari pemenuhan hak atas korban. "Ini adalah hukuman yang komprehensif, karena para pelaku tidak merasakan bersalah, saya merinding ketika apa sebetulnya yang dipikirkan pelaku-pelaku anak muda ini?" katanya ketika mengunjungi kantor redaksi merdeka.com, Kamis pekan lalu.
Dia pun menambahkan, alasan pemerintah mengeluarkan Perppu kebiri ini adalah untuk memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Berikut petikan wawancara lengkap merdeka.com dengan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
Banyak yang kontra dengan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual, bagaimana tanggapan Anda?
Sebenarnya komprehensif. Karena Perppu-nya belum terakses kita harus melihat satu kesatuan enggak bisa parsial. Ini adalah revisi kedua dari Undang-Undang Perlindungan Anak. Undang-undang 23 tahun 2002 itu direvisi Undang-undang 35 tahun 2014. Maka dari itu Undang-Undang Perlindungan Anak ini direvisi dua kalinya melalui Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang. Jadi ini kedua kalinya soal perlindungan anak. Sebagai revisi kedua tentang perlindungan anak. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 itu direvisi menjadi Undang-undang nomor 35 tahun 2014. Kemudian, Undang-undang perlindungan anak ini direvisi dua kalinya melalui Perpu jadi ini kedua kalinya soal perlindungan anak. Sebagai revisi kedua tentang perlindungan anak khusus pasal 81 dan pasal 82.
Sebenarnya ini bukan Perpu Kebiri, opini yang terbangun terlanjur begitu. Sekarang di dalam revisi kedua Undang-undang perlindungan anak, Perppu nomor 1 tahun 2016. Di dalam Perppu ini kalau mau dilihat konsiderans-nya (Pertimbangan yang menjadi dasar penetapan keputusan) justru dasar hukumnya pasal 28b ayat 2 tentang hak anak. Harus dijamin oleh negara termasuk tumbuh kembangnya, termasuk anak harus dijamin tidak mendapat kekerasan dan diskriminasi. Jadi itu justru pasal tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Loh pasal 28b itu ayat 2 itu tentang anak.
Jadi banyak yang mengira ini melanggar HAM karena apa? Memberikan kebiri dua tahun itu melanggar HAM. Kemudian, Sekarang Hak-nya korban, haknya keluarga korban saya belum pernah dengar?. Mereka yang mengalami trauma yang sangat dalam dan hak keluarga untuk mendapatkan konseling, kok saya enggak pernah dengar?. Hak korban dan keluarga korban. Saya minta keseimbangan membangun perspektif. Saya datanglah kepada korban dan bisa merasakan. Kalau kita membaca bisa menjadikan empati. Saya ini menteri apa ya?
Dari makam ke makam. Setiap saya ke makam, waktu itu yuyun : 'Nak Yuyun maafkan ibu Khofifah ya nak,'Waktu di Bogor juga seperti itu. Memang bukan tanggung jawab tunggal, tetapi bahwa kalau saya ini dari sisi spiritual bisa jadi pertanyaan kubur. Kalau ini akan dipertanyakan. Ini (kejahatan seksual) bisa jadi pertanyaan di alam kubur loh. Jangan sampai ini jadi pertanyaan buat saya di alam kubur loh. Ini mesti kita bangun. Tetap kita membangun, perspektif membangun.
Apakah Perppu itu memberatkan hukuman bagi pelaku?
Di dalam perppu ini ada klausul pemberatan hukuman kalau korbannya mengalami trauma yang sangat dalam. Kalau pelakunya lebih dari satu orang atau korbannya lebih dari satu orang, atau pelakunya orang terdekat (Wali, orang tua, pendidik). Hukuman maksimal di dalam pasal 81 yang lama 15 tahun itu ditambah 1/3, jadi hukumannya 20 tahun. Itu bisa hukuman pemberatan kalau pelakunya orang terdekat dan korbannya meninggal maka bisa pemberatan-nya seumur hidup sampai dengan hukuman mati. Jadi itu harus satu kesatuan itu.
Setelah itu, yang kedua ketika korbannya anak-anak, pelaku paedofil sudah berkali-kali atau korbannya berkali-kali. Bahasnya di PP detailnya. Maka dari itu, ketika ini pelaku paedofil dan korbannya berkali-kali, itu bisa diberikan tambahan hukuman setelah hukuman pokok. Jadi setelah menjalani hukuman pokok inikan minimal hukuman 10 tahun. Tetapi pelaku utama ternyata dia dapat hukuman 10 tahun misalnya atau 15 tahun jadi ada kualifikasinya.
Kalau pelakunya orang terdekat atau orang pendidik ditambah 1/3 dari hukuman maksimal. Juga tambahan hukuman. Pelakunya paedofil-nya dan korbannya berkali-kali. Kan kalau sodomi berpuluh-puluh, kalau seperti itu bisa diberikan tambahan hukuman.
Selain hukuman selama 20 tahun, apakah ada tambahan untuk memperberat lagi?
Iya akan diperberat, hukuman pokok. Ini kan ada hukuman minimal 10 tahun, tetapi ini kan hukumannya bersama-sama ada pelaku utama. Nanti setelah pembuktian, ya ternyata hukumannya 15 tahun atau 10 tahun. Kalau pelakunya guru atau pendidik ditambah sepertiga hukuman maksimal. Lalu ada tambahan hukuman berkali-kali, yang korbannya bekali-kali. Jadi sodomi korbannya kan berpuluh-puluh atau lebih dari 100 ini pelaku dan korban pedofil berkali-kali bisa diberikan tambahan hukuman.
Apa hukuman tambahan bagi para pelaku?
Tambahan hukuman pertama adalah publikasi. Publikasi identitas pelaku. Kalau di Amerika itu hukumannya foto mereka ditempel di ruang publik. Kemudian yang kedua, tambahan hukuman berbentuk kebiri kimia.
Artinya hukuman kebiri bukan hukuman pokok?
Jadi ini tambahan hukuman pokoknya. Hukuman kebiri ini akan diberikan pada saat mau lepas, mau selesai untuk jangka waktu dua tahun. Karena kan kebiri kimia itu kan ada jangka waktu dua tahun. Jadi waktu Kementerian Agama tidak setuju, tidak setuju apanya. Ini diisi dalam rapat terbatas.
Apakah itu memutus keturunan?
Oh tidak, ini bukan Tahdidun nasl (membatasi kelahiran/KB). Ini macam vasektomi yang ini diikat kalau mau dibuka bisa lagi. Ini tidak permanen. Ini berlaku dua tahun. Berlaku dua tahun. Saya bilang tidak. Proses Perpu ini lama. Ini disampaikan semuanya.
Bagaimana jika pelakunya belum menginjak umur 20 tahun?
Kalau pelakunya umur 19? Jadi kalau seperti itu kan dia menjalani hukuman 10 tahun. Dia akan kena saksi berupa kebiri dan pelakunya pedofil. Begitu bisa dilepas. Dalam perpu ini ada kementerian hukum dan sosial. Lalu memberikan alat deteksi elektronik. Pelaku pedofil dikasih alat. Supaya mereka ke mana kring-kring-kring. Cip itu karena dicari anak-anak. Orang sudah tau (kalau dia Paedofil). Setelah itu harus proses rehabilitasi, baik itu korban atau keluarga korban maupun pelaku.
Jadi kalau dia pelaku pedofil kan kemungkinan adiksi-nya (Kecanduan atau ketergantungan) tinggi. Selama di penjara mereka harus melakukan rehabilitasi. Jadi supaya mereka keluar tidak menjadi residivis. Sebetulnya komprehensif sih ini perppu.
Menurut Anda, kekerasan seksual pada anak di Indonesia sudah dalam tahap apa?
Ini sudah bencana, ini sudah kejahatan. Karena kalau pelakunya tidak merasakan bersalah, merinding lagi kita. Apa yang sebetulnya di benak pikiran pelaku-pelaku anak muda ini.