Mansur Dokeng, Dewa Penyelamat Warga dari Badai Seroja
Angin kencang dan gelombang setinggi dikenal sebagai Badai Seroja menerjang Desa Oesapa, Kelapa Lima, Kupang pada awal April lalu. Bahkan ketinggian gelombang saat itu mencapai 6 meter. Rumah warga teredam air.
Jam menunjukkan pukul 18 Wita. Matahari sudah menenggelamkan diri. Tidak ada lagi aktivitas warga. Selain para nelayan bersiap melaut.
Begitulah kehidupan malam di Desa Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Letak kampung ini tidak jauh dari perairan Laut Savu. Sehingga tidaklah heran. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
-
Kapan Indonesia merdeka? Hari ini, tepat 78 tahun yang lalu, Indonesia menyatakan diri sebagai sebuah negara merdeka.
-
Siapa yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kota Padang? Bagindo Aziz Chan sendiri adalah tokoh penting bagi Kota Padang saat pihak kolonial Belanda menjajah wilayah tersebut.
-
Kapan Singapura merdeka? Singapore Independence Day was on the 9th of August 1965.
-
Kapan Malaysia merdeka? Negara monarki konstitusional ini baru memperoleh kemerdekaannya pada 31 Agustus 1957.
-
Kenapa Kurikulum Merdeka diterapkan? Seperti disebutkan, Kurikulum Merdeka diterapkan untuk mengganti kurikulum sebelumnya. Meski belum mencakup seluruh Indonesia, namun mayoritas daerah terutama di kota besar sudah mulai menerapkan kurikulum baru ini.
-
Siapa yang menjadi sorotan utama pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia? Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus yang lalu, perhatian banyak tertuju pada Shaista Putri Rionaldo Stockhorst.
Muhammad Mansyur Dokeng dan sejumlah teman nelayan mulai memanaskan mesin kapal. Mereka siap menuju ke tengah laut. Melalui malam panjang melepas jangkar dan mencari ikan.
Tetapi perasaannya di malam tanggal 1 April 2021 silam agak berbeda. Ada risau bercampur cemas. Tepat setelah memandang lautan lepas.
"Dalam hati saya besar sekali angin malam Jumat itu," gumam Dewa, begitu dia disapa, kala itu.
Dewa tak mau berpikir buruk. Berbekal semangat dan doa. Dia dan sejumlah nelayan memutuskan tetap menebar jangkar di tengah laut.
Persis di lokasi penangkapan ikan. Para nelayan semakin merasakan hal tidak biasa. Guncangan arus dari bawah laut dirasakan sangat kuat. Angin kencang juga belum mereda. Dewa dan para nelayan tidak mau mengambil risiko. Mereka memutuskan kembali ke pesisir dini hari itu juga.
"Kita bilang ini cuaca ini alam ini sepertinya lain," kenang Dewa tentang kejadian empat bulan silam.
Setibanya di pesisir, Dewa mengambil ponsel di tempat perlengkapan. Ada tanda pesan berupa gambar, masuk. Grup dengan subjek Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan informasi penting. Tentang cuaca di lautan sekitar Desa Oesapa untuk beberapa hari ke depan. Diprakirakan akan terjadi cuaca buruk angin kencang. Puncaknya diperkirakan terjadi pada tanggal 5 dan tanggal 6 April.
"Saya buka kiriman gambar itu, saya lihat ada pusaran bergerak ke kita. Saya bilang ini akan ada angin kencang," katanya.
Dewa sigap memberi tahu nelayan lain. Mereka membuat kesepakatan tidak akan melaut di malam berikutnya. Para nelayan menguatkan tali pada tambaknya masing-masing juga menyelamatkan perahu sebagai kendaraan utama nelayan untuk melaut pada Jumat pagi.
Setelah selesai, Dewa berinisiatif mengumpulkan warga tinggal tepat di pesisir. Informasi dari BMKG dia bagikan agar semua waspada. Dan tentunya mencegah jatuh korban jiwa.
Warga diminta mengungsi ke tempat tinggi. Berkisar 150 meter dari bibir pantai. Di desa ini, ada hunian warga hanya jarak tiga sampai 4 meter dari bibir pantai. Dewa minta proses berkemas dipercepat. Sebab embusan angin sudah luar biasa kencangnya.
"Saya teriak agar kosongkan rumah, ayo gerak semuanya. Mereka sangat langsung kumpul di jalan. Bersyukur mereka mau, saya bilang kita ngungsi di sekolah," katanya.
Proses evakuasi dimulai. Pada Sabtu 3 April pagi, semua rumah sudah kosong dari penghuninya. Dia sempat bertanya kembali pada warga apa ada barang berharga tertinggal.
Dia sangat bersyukur. Proses evakuasi berjalan lancar. Tidak ada yang menyulitkan dan meminta bertahan. Semua warga pendengar penjelasan Dewa.
Hari mengerikan itu tiba. Prakiraan BMKG tidak meleset. Angin kencang dan gelombang setinggi dikenal sebagai Badai Seroja menerjang. Bahkan ketinggian gelombang saat itu mencapai 6 meter.
"Rumah warga hancur, dihantam oleh angin dan gelombang. Anak-anak teriak dan nangis histeris. Atap rumah itu pada terbang tertiup angin kencang. Semua ketakutan ," ucap Dewa.
Beruntung, katanya, saat itu semua warga sudah di tempat pengungsian. Meski rumah hancur, warga Desa Oesapa selamat dari Badai Seroja. Lebih kurang sepekan warga berada di pengungsian. Bahkan anak-anak sempat mendapat trauma healing pascakejadian.
"Alhamdulillah karena semua masyarakat dan teman-teman nelayan mengikuti arahan saya, sehingga kita selamat semua," jelas Dewa.
Dewa menambahkan. Sudah lama dia menghabiskan hidup di Desa Oesapa. Tetapi peristiwa alam Badai Seroja baru pertama kali dialaminya.
"Terus terang saja, saya dan orangtua selama di NTT ini belum pernah terjadi seroja. Sampai saat ini, saya terus terang belum pernah merasakan badai seroja. Tapi tahun ini luar biasa," ungkap pria 42 tahun ini.
Dada Dewa masih terasa sesak kala mengenang kejadian saat itu. Tak terbayang jika pesan dari BMKG terlewat dibaca. Mungkin dirinya dan seratusan warga Desa Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang akan menjadi korban Badai Seroja.
Bekal Ilmu dari Sekolah Lapang Cuaca dari BMKG
Dewa sangat bersyukur. Bergabung dalam sekolah nelayan yang digagas BMKG di tahun 2019 silam sangat membantu kehidupannya sebagai warga pesisir.
Info terkini yang diberikan BMKG selalu dijadikan panduan untuk dirinya dan warga beraktivitas. Utamanya ketika harus melepas jangkar di laut.
"Dulu saya mikirnya gini, ah ini bisa dipercaya atau tidak. Setelah saya tahu, kalau yang dikirimkan bmkg itu gunakan satelit. Jadi satelit itu lebih mantau jauh," katanya.
Setelah ikut sekolah tersebut, Dewa juga tergabung dalam grup BMKG yang memberikan informasi cuaca terkini di semua wilayah di Indonesia.
"Di WhatsApp grup BMKG langsung mengirimkan gambar. Dari gambar itu saya, bisa melihat pergerakan angin, kecepatan angin, ketinggian gelombang."
Berkat grup itu pula, sambung Dewa, dirinya bisa mengedukasi warga ketika ada informasi bohong alias hoaks yang hanya bertujuan membuat resah masyarakat.
"Seperti setelah Seroja isunya ada gelombang tinggi yang berpotensi tsunami. Masyarakat di Kupang ini sudah heboh. Di tempat pengungsian saya bilang, informasi di sosial media itu jangan dulu dipercaya. Saya jelaskan ke saudara-saudara saya ini dari BMKG mengirimkan informasi itu hanya hoaks saya," tutup Dewa.
Atas kerelaannya membantu mengevakuasi dan menyelamatkan warga dari Badai Seroja, Dewa diganjar penghargaan berupa 'Anugerah BMKG' sebagai tokoh inspiratif beberapa waktu lalu. Dewa berharap terus menjadi orang bermanfaat menyelamatkan warga Desa Oesapa.
Baca juga:
Ketua DPRD Alor Ungkap Saat Diminta Salurkan Bantuan oleh Mensos Risma
Mensos Targetkan Pemulihan NTT Usai Terdampak Siklon Seroja Dimulai Bulan Juni
Bupati Alor Murka, Umpat Menteri Risma dan Usir Dua Anak Buahnya
Cerita Dewa Selamatkan Ratusan Warga Kupang Saat Badai Seroja
Danau yang Terbentuk Akibat Siklon Seroja Mengering, Warga Manfaatkan untuk Bertani
Beredar Video Bupati Alor Marahi Anak Buah Mensos Risma karena Penyaluran Bantuan
25 Kepala Keluarga Korban Banjir NTT Masih Tempati Lokasi Pengungsian