Muhammadiyah: Dengan Metode Hisab Bisa Memprediksi Jauh ke Depan
Ketua Bidang Hisab dan Iptek, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Oman Fathurohman mengatakan, penggunaan metode hisab memiliki banyak alasan. Salah satunya dengan metode hisab dianggap bisa lebih memberikan akurasi dalam memprediksi.
Penentuan awal bulan, terkhusus Ramadan dan Syawal masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Hal ini lantaran tidak jarang terjadinya perbedaan dalam penetapan awal Ramadan dan Idulfitri.
Dalam menentukan awal bulan tersebut, dikenal dua metode yaitu hisab dan hilal atau rukyatul hilal. Masing-masing metode memiliki landasan agama yang kuat, bersumber dari Alquran dan Hadis.
-
Apa yang viral di Babelan Bekasi? Viral Video Pungli di Babelan Bekasi Palaki Sopir Truk Tiap Lima Meter, Ini Faktanya Beredar video pungli di Babelan Bekasi. Seorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli baru-baru ini.
-
Kolak apa yang viral di Mangga Besar? Baru-baru ini ramai di media sosial war kolak di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Sebagaimana terlihat dalam video yang tayang di akun Instagram @noonarosa, warga sudah antre sejak pukul 14:00 WIB sebelum kedainya buka.
-
Kenapa Hanum Mega viral belakangan ini? Baru-baru ini nama Hanum Mega tengah menjadi sorotan hingga trending di Twitter lantaran berhasil membongkar bukti perselingkuhan suaminya.
-
Apa yang viral di Bangkalan Madura? Viral video memperlihatkan seekor anjing laut yang tidak sewajarnya dikarenakan berkepala sapi yang berada di Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur.
-
Apa yang sedang viral di Makassar? Viral Masjid Dijual di Makassar, Ini Penjelasan Camat dan Imam Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
-
Mengapa kejadian ini viral? Tak lama, unggahan tersebut seketika mencuri perhatian hingga viral di sosial media.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam besar di Indonesia lebih memilih menggunakan metode hisab dalam menentukan awal Ramadan, Idulfitri dan Iduladha.
Ketua Bidang Hisab dan Iptek, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Oman Fathurohman mengatakan, penggunaan metode hisab memiliki banyak alasan. Salah satunya dengan metode hisab dianggap bisa lebih memberikan akurasi dalam memprediksi.
"Karena kalau hisab itu pertama bisa memprediksi jauh ke depan. Jadi kalau rukyat seperti tadi, tahunya tanggal 1 pada hari H," kata Oman kepada merdeka.com, Jumat (31/3).
Berikut wawancara merdeka.com dengan Oman terkait penggunaan metode hisab dan rukyatul hilal dalam penentuan awal bulan:
Jelaskan Pengertian Hisab dan Rukyatul Hilal
Hisab itu arti asalnya perhitungan. Jadi kegiatannya itu menghitung. Lalu dalam kaitannya dengan penentuan awal bulan, hisab biasanya berkaitan dengan penentuan arah kiblat, penentuan arah salat, penentuan awal bulan Hijriah atau awal bulan Kamariah kemudian penentuan gerhana.
Jadi kalau dalam konteks Islam itu, hisab itu dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan peribadatan.
Nanti beda-beda yang dihitung. Kalau arah kiblat, yang dihitung posisi Kabah dari tempat salat itu berada di mana, lalu arahnya ke mana dari tempat salat.
Kemudian kalau awal waktu salat itu yang dihitung adalah waktu posisi awal matahari menunjuk waktu salat. Misalnya awal waktu salat zuhur, nanti dalam kaidah agama, dalam hadis nabi, salat zuhur itu ketika matahari tergelincir. Maka yang dihitung itu di mana matahari tergelincir, kemudian jam berapa matahari tergelincir untuk tempat tertentu. Itu yang dihitung.
Kemudian awal bulan Hijriah atau Kamariah, itu menghitung posisi bulan khususnya. Tentu yang dihitung posisi bulan ketika matahari terbenam untuk satu tempat tertentu. Jadi di situ menghitungnya paling tidak menghitung kapan terbenam matahari dan itu juga merupakan awal waktu salat magrib. Kemudian ketika matahari terbenam itu, bulan berada di mana, lalu dihitung posisi bulan itu.
Hanya saja kalau untuk perhitungan awal bulan Kamariah itu kriteria awal bulannya beda-beda. Ada yang disebut wujudul hilal seperti yang dipakai Muhammadiyah. Ada yang dipakai Kemenag namanya Inkanu Rukyah.
Biasanya kalau terjadi perbedaan itu bukan hasil perhitungan yang berbeda, tetapi karena kriteria yang dipasang itu yang berbeda sehingga bisa menimbulkan perbedaan walaupun sama-sama menggunakan hisab.
Hisab untuk bulan Kamariah itu ada dua macam. Ada Irsyad Mur id seperti membuat kalender Masehi itu, jadi ditentukan umur-umur bulannya nanti menyusun tanggal satunya itu tergantung umur bulannya yang sebelumnya itu sudah terpenuhi atau belum. Itu seperti kalender Masehi.
Tapi ada juga kita pakai Hisab Hakiki. Pada dasarnya kalau menentukan awal bulan Kamariah untuk kepentingan ibadah tadi, seperti puasa Ramadan, Idulfitri, Iduladha dan seterusnya itu pakai namanya Hisab Hakiki, hisab yang sebenar-benarnya. Yakni menghitung posisi matahari, posisi bulan yang sebenar-benarnya sebagaimana adanya di langit.
Kalau untuk gerhana, yang dihitung gerhana bulan, matahari yang posisinya dengan bumi.
Kalau Rukyat itu artinya melihat. Jadi aktivitas melihat hilal, melihat bulan sabit. Jadi kata rukyat itu artinya terlihat.
Kalau dalam rukyat itu melihat hilal atau bulan sabit itu musti di akhir bulan, tanggal 29. Terus melihat hilal, nanti kalau hilalnya terlihat, maka malam itu dan esoknya sudah masuk tanggal 1 bulan baru. Kalau hilalnya tak terlihat, maka malam itu dan esoknya berarti hari terakhir dari bulan yang sedang berjalan.
Jadi kalau lihatnya tanggal 29 Syaban, lalu tidak terlihat, maka malam itu dan esoknya masih tanggal 30 Syaban. Nanti setelah Syaban, Ramadan. Baru nanti lusanya masuk tanggal 1 Ramadan.
Mengapa Muhammadiyah Berpatokan pada Hisab dalam Menentukan Awal Ramadan dan Syawal?
Karena kalau hisab itu pertama bisa memprediksi jauh ke depan. Jadi kalau rukyat seperti tadi, tahunya tanggal 1 pada hari H. Kalau terlihat berarti tanggal 1, kalau tidak terlihat tanggal 30, lusanya baru tanggal 1. Jadi dengan rukyat itu kita tidak bisa merencanakan lebih akurat perencanaan-perencanaan ke depan.
Kalau dengan hisab itu bisa jauh ke depan, berapa tahun ke depan sudah bisa menentukan kapan tanggal 1 Ramadan, kapan Lebarannya.
Kedua, rukyat sebenarnya sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi. Ada faktor fisik bulannya, faktor klimatologinya atau cerah tidaknya, ada awan dan tidaknya. Belum lagi di kita ini jarang-jarang cerah. Kan melihatnya ketika matahari terbenam, jadi harus di tempat matahari bisa dideteksi terbenam kemudian di situ mendeteksi hilal atau bulan sabit.
Kemudian juga ada argumen atau alasan Syar'inya.
Sejak Kapan Metode Hisab Digunakan Muhammadiyah?
Di tahun 50-an bahkan tahun 30-an sudah meng-introduction mengenai hisab itu. Jadi nampaknya mungkin di perempat atau paling tidak pertiga abad 20 ini sudah mulai dipakai.
Sebenarnya kalau Muhammadiyah meskipun memakai hisab, bukan berarti menafikkan rukyat. Tetapi itu pilihan yang lebih bisa digunakan untuk saat ini dan mungkin ke depan itu ya hisab.
Karena rukyat itu juga tidak bisa meng-cover seluruh muka bumi. Kita tidak tahu, misalnya kalau di Jakarta misalnya, ini terlihat hilal, kita tanyanya sampai mananya hilal itu terlihat. Di tempat lain tidak bisa terlihat, di suatu tempat tidak bisa diprediksi, oh berarti di tempat ini juga terlihat, kan enggak. Kalau hisab kan bisa. Jadi misalnya kalau hisab, ini hilalnya sudah ada belum, itu bisa dideteksi. Yang sudah ada sampai mana, yang belum ada di mana, itu bisa dideteksi dengan hisab. Jadi lebih memberikan kepastian dan lebih memberikan pengetahuan lebih akurat.
Metode Hisab Digunakan Sejak Muhammadiyah Lahir?
Belum tentu juga, bisa jadi mungkin di awal-awal itu, mungkin juga karena perkembangan hisab di Tanah Air. Muhammadiyah (lahir) 1912, terus Mejelis Tarjih 1927. Bisa jadi sebelumnya rukyat, bisa jadi itu. Jadi tidak bisa dipastikan sejak awal berdirinya Muhammadiyah sudah pakai hisab, tidak ada jaminan begitu. Jadi mungkin sebelumnya bisa pakai rukyat karena hisab yang belum ada.
Banyak hal sebenarnya yang dijadikan pertimbangan. Ada pertimbangan di mana keunggulan hisab di mana kekurangan rukyat.
Apa Landasan Dalil Penggunaan Metode Hisab?
Kalau dalilnya ada Surah Arrahman Ayat 5. Kemudian Surah Yunus. Jadi ada landasan Alquran, hadis juga. Termasuk hadis-hadis yang bunyinya tentang rukyat dijadikan dalil, tetapi cara memahaminya cara menginterpretasinya beda dengan ketika hadis itu digunakan oleh pengguna rukyat. Karena di dalam hadis juga memberi peluang untuk hisab.
Misal hadis itu, kalau dalam Muhammadiyah ditafsirkan hadis-hadis tentang rukyat itu, pertama dipandang sebagai hadis yang punya latar belakang tersendiri, seperti dijelaskan di hadis lain. Jadi bahwa di zaman Rasul itu belum ada atau tidak bisa orang-orang melakukan hisab itu. Mungkin di luar dunia arab, itu sudah bisa. Tetapi di dunia arab ketika itu belum bisa.
Kemudian juga selain itu penafsiran terhadap 'Kira-kirakanlah' kan tidak hanya satu menyempurnakan satu umur bulan tadi, tapi artinya bisa kembali ke hisab.
Jadi argumentasinya ada dalil dari Alquran, dari hadis nabi ada juga dari astronomi.
Penggunaan Metode Hisab Erat Kaitannya dengan Ilmu Falak. Bisa Dijelaskan Teknisnya Seperti Apa, Sehingga Masyarakat Bisa Memahami Secara Gamblang
Ilmu falak itu kajian tentang benda-benda langit. Khususnya dari sisi peredarannya. Untuk kepentingan mengetahui itu, diperlukan perhitungan-perhitungan. Perhitungan itu namanya hisab.
Tapi kalau di kalangan pesantren, itu lebih populer namanya ilmu hisab karena kepentingannya adalah penghitungannya itu, yang dihitung adalah benda-benda lain. Kalau benda-benda langit itu adalah kawasannya astronomi atau kawasannya keilmuan ilmu falak. Makanya ilmu falak itu dominan perhitungannya. Maka ilmu falak itu otomatis bahkan lebih sering dikenal di dunia Islam dengan ilmu hisab.
Kalau Muhammadiyah, menentukan tanggal satu itu, pertama, dihitung apakah bulan dan matahari sudah terjadi konjungsi atau belum. Konjungsi itu kan posisi bulan berada di antara matahari dan bumi.
Dari konjungsi ke konjungsi itu, kalau dalam Muhammadiyah dikenal juga dengan istilah Ijtima, konjungsi itu. Nah dari konjungsi ke konjungsi itu satu kali putaran penuh bulan mengitari bumi. Jadi katakanlah itu satu bulan. Kalau di dalam astronomi atau dalam ilmu falak sering juga disebut dengan new moon. Jadi itu satu kali, satu siklus.
Kedua, konjungsi ini harus terjadi sebelum terbenam matahari. Terbenam matahari itu dijadikan sebagai awal hari. Jadi hari dimulai pada saat terbenam matahari. Lalu konjungsi harus terjadi sebelum terbenam matahari.
Lalu pada saat terbenam matahari setelah konjungsi itu, itu bulan belum terbenam. Jadi bulan juga sama seperti matahari. Setiap hari dia terbenam.
Jadi ada tiga itu. Satu sudah terjadi konjungsi. Dua konjungsinya itu terjadi sebelum terbenam matahari. Lalu pada saat terbenam matahari itu, bulan belum terbenam, artinya bulan terbenam setelah terbenamnya matahari. Itu yang dipakai oleh Muhammadiyah.
Kalau ketiga-tiga itu terpenuhi, maka malam itu sudah tanggal satu bulan baru.
Contoh pada hari Rabu lalu tanggal 22 Maret, kita hitung sudah terjadi Ijtima. tanggal 22 Maret itu masih jam setengah satu dinihari itu sudah terjadi konjungsi. Lalu terbenam mataharinya hampir jam 18.00 WIB, berarti sudah terjadi konjungsi, lalu konjungsinya terjadi sebelum terbenam matahari, maka dua kriteria sudah terpenuhi. Lalu dihitung pada saat terbenam matahari itu di hari Rabu itu, itu bulan belum terbenam atau sudah. Lalu dihitung, ternyata belum terbenam, tingginya masih 7 derajat dari ufuk atau horizon. Jadi dia masih belum terbenam.
Nah karena bulan belum terbenam, sudah terjadi Ijtima. Ijtima terjadi sebelum terbenam matahari, maka tiga kriteria itu sudah terpenuhi. Oleh karena itu mulai malam Kamis, Magrib hari Rabu sudah masuk tanggal satu Ramadan. Sehingga puasa hari Kamis tanggal 23 Maret.
Kalau yang lain, misal seperti yang digunakan Kemenag baru-baru ini itu ukuran terakhir yang beda. Kalau tadi kan yang penting bulan belum terbenam ketika matahari terbenam. Kalau Imkan Rukyat yang sekarang digunakan Kementerian Agama itu kriterianya pada saat matahari terbenam tadi, itu bulan minimal tingginya 3 derajat. Kalau Muhammadiyah tidak menghitung tingginya, pokoknya belum terbenam. Berapapun tingginya.
Nah kalau Kemenag ini tingginya 3 derajat. Lalu syarat yang kedua elongasinya minimal 6,4 derajat. elongasi maksudnya jarak dari matahari ke bulan ketika matahari terbenam. Kalau itu terpenuhi, maka malam itu masuk tanggal 1. Yang kemarin hari Rabu itu sebelum Ramadan, itu kan tingginya sudah 7 derajat, berarti sudah lebih dari 3 derajat. Elongasinya juga sudah lebih 6,4. Maka Kementerian Agama pun menetapkan awal bulannya malam kamis itu. lalu puasanya hari kamis, bareng.
Tapi andai kata misalnya tinggi bulan hanya 2 derajat, kalau Muhammadiyah nanti menetapkan tanggal 1 itu walaupun 2 derajat, karena belum terbenam bulannya. Nanti Kementerian Agama tidak akan menetapkan tanggal 1, karena Kementerian Agama menetapkan tinggi bulan minimal 3 derajat, sementara ini baru dua derajat. Jadi itu masih dianggap hari terakhir dari bulan yang sedang berjalan.
Kemudian itu nanti terjadi perbedaan tanggal satunya. Begitu gambaran singkatnya.
Apakah Metode Hisab Lebih Baik dari Rukyatul Hilal?
Sebenarnya kategorinya bukan baik, tidak baik, tapi untuk sekarang kalau menurut saya hisab karena berbagai hal tadi. Hisab digunakan. tapi kalau ada saja lebih pasti, lebih akurat misal, misal perbaduan hisab dengan rukyat. Tapi pemaduan itu tidak mudah. Kecuali kalau dalam kasus seperti ini. Misal mau Ramadan kemarin, tinggi bulannya ternyata 7 derajat, mungkin mudah dilihat, nah baru menyatu.
Tetapi dalam hal yang kritis, misal tingginya dua derajat atau bahkan kurang, itu susah memadukan antara hisab dengan rukyat.
Jika Hisab dan Rukyatul Hilal Sama-Sama Bersumber dari Nabi, Mengapa Ada Perbedaan di Tengah Masyarakat?
Itu tafsir. Biasa berbeda itu, bukan hanya belakangan. Zaman dulu kalau kita baca kitab-kitab fikih itu, perbedaan-perbedaan itu biasa.
Metode yang Dipakai Muhammadiyah Adalah Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Namun Sebagian Pakar Menganggap Metode ini Usang (Lama Ditinggalkan) Bagaimana Muhammadiyah Melihatnya?
Saya tidak tahu siapa yang meninggalkan. karena kalau di Muhammadiyah dulu itu, kalau dilihat dari informasi-informasi, Muhammadiyah dulu pernah melakukan Imkan Rukyat. Kemudian dari Imkan Rukyat malah terus pindah ke Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Jadi kalau di Muhammadiyah, malah yang ditinggalkan itu Imkan Rukyat.
Itu informasinya begitu, saya mungkin perlu bongkar-bongkar sejarah. Karena dulu pernah menggunakan Imkan Rukat. Dulu pernah juga menggunakan Ijtima Qobla Ghurub. Bahkan di awal-awal mungkin menggunakan rukyat.
Jadi tidak tahu juga sumbernya dari mana? Dan juga kalau ditinggalkan, siapa juga yang meninggalkan.
Kalau di Muhammadiyah, respons terhadap kritik-kritik seperti itu kan biasa. Boleh saja orang berpendapat asal ada bukti-buktinya. Dan itu tidak harus menyalahkan orang.
Mengapa Sampai Sekarang Penyatuan Kalender Islam Sulit Dilakukan?
Muhammadiyah sedang mengikuti dengan serius untuk membuat sebuah kalender Islam global, kalender Islam internasional. nanti yang wujudnya seperti kalender masehi. Jadi satu tanggal akan satu hari di seluruh dunia.
Penyatuan itu konteksnya bukan negara mana saja yang bergabung. Tetapi konteksnya kalau kita mau merumuskan yang namanya kalender Islam global itu yang dirumuskan adalah kriterianya. Tapi syaratnya itu kalau yang namanya kalender global itu seperti kalender masehi. Jadi hanya ada satu tanggal dalam satu hari di seluruh dunia.
Yang dimaksud satu tanggal itu maksudnya, jika di Indonesia sekarang tanggal 1 Ramadan, maka di mana-mana hari kamis itu tanggal 1 Ramadan.
Tapi itu kan momentumnya berbeda karena bumi ini kan hariannya bergulir dari timur ke barat. Tapi sesuai hari ini masuk tanggal 1, bareng semua. Selama ini kan tidak bareng. Kadang-kadang Indonesia dengan Saudi Arabia tidak bareng. Itu yang dirumuskan konsepnya dengan kriteria-kriteri tertentu. Bahwa nanti negara mana yang mau ikut, mau menggunakan, itu sudah urusan lain lagi. Tidak masuk dalam substansi daripada kalender global itu.
Seperti dulu misalnya, kalender masehi dulu mengalami perubahan, tahun 1582 dari Yulian ke Gregorian. Kalau sekarang yang kita pakai ini kan sistem Gregorian. Perubahan itu 1582 tapi kan ada negara tertentu, kalau enggak salah lebih dari 100 tahun baru menerima perubahan itu. Sebelumnya terus saja pakai Yulian. Dalam catatan astronomi ada seperti itu.
Kalender Islam global yang dirumuskan di Turki tahun 2016 yang sudah menggunakan Turki sendiri, mungkin ada juga negara-negara lain. Kalau dalam Muhammadiyah ini masih disosialisasi, masih dicermati. Masih menggunakan wujudul hilal, kemungkinan ke depannya pakai yang global.
Kalender global yang dibuat Muhammadiyah di banding kalender wujudul hilal yang selama ini diberlakukan, itu bisa saja tanggal satunya beda. Tapi kalau beda itu, pengalaman berapa tahun coba kita hitung, kalender global lebih dulu dari kalender wujudul hilal yang Muhammadiyah pakai selama ini.
Maka kalau nanti misalnya menggunakan kalender global terus Kemenag masih menggunakan kalender imkan rukyat seperti sekarang. Sekarang dengan wujudul hilal bisa beda, nanti dengan kalender global bisa lebih banyak lagi bedanya.
Kalau sekarang mungkin satu tahun hanya satu bulan yang beda, bisa jadi nanti misalnya bedanya tiga bulan, kalau misalnya dari yang dipakai Kemenag tidak diubah. Nanti kemungkinannya seperti itu dari pengalaman yang sudah sampai tahun 1450 H yang sudah kita susun ke depan.
Baca juga:
Ini Bocoran Hasil Pertemuan Mahfud MD dan Muhammadiyah di Yogyakarta
Menteri Hadi Tak Ingin Tanah Wakaf NU dan Muhammadiyah Diserobot Mafia
Bacaan Tahiyat Akhir NU dan Muhammadiyah beserta Doa Setelahnya
Ketum Pemuda Muhammadiyah Temui Jokowi, Ini yang Dibahas
Haedar Pesan Parpol yang Usung Kader Muhammadiyah di Pilpres harus Tanggung Jawab
Ramadan Momen Hidup Penuh Toleransi, Ketum PP Muhammadiyah Imbau Ini