Pemilik media sekadar kejar laba
Sangat mengkhawatirkan saat media cuma mengejar untung.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Hayono Isman mengungkapkan kegusarannya pada praktek setengah hati lembaga penyiaran, terutama televisi. Sebab berpotensi menimbulkan monopoli pemikiran dan opini di tengah masyarakat.
Hayono merujuk pada hasil jajak pendapat oleh lembaga survei Eldelman Trust Barometer dilansir akhir tahun lalu. Masyarakat lebih percaya media ketimbang pemerintah, pengusaha, dan lembaga nirlaba. Survei ini menunjukkan kepercayaan publik pada media mencapai 77 persen, institusi bisnis 74 persen, lembaga swadaya masyarakat 51 persen, dan pemerintah 47 persen. “Yang diperlukan oleh masyarakat dalam konteks isi siaran tentu tidak sekadar keberagaman isi melainkan kualitas siaran,” katanya di Gedung Dewan Pers, awal bulan lalu.
Mantan menteri pemuda dan olah raga ini mengharapkan ada keberagaman isi dan kepemilikan dalam dunia penyiaran menggunakan frekuensi publik sesuai aturan. “Konten ini penting karena demokrasi kita tidak sama Filipina yang demokrasinya ala Amerika tapi feodal. Politiknya dikuasai klan menguasai media, parlemen,” katanya.
Ketua KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) Yudha Riksawan mengatakan ada tiga faktor utama menjadi akar masalah dalam penegakan keberagaman isi dan kepemilikan, yakni regulasi, kelembagaan, dan perilaku media. Dia mengakui terjadi anomali saat menegakkan beleid soal penyiaran. “Penyimpangan tidak dilakukan semata-mata oleh pelaku penyiaran, tapi justru oleh badan-badan punya kewenangan terhadap aturan hukum sendiri,” ujarnya.
Yudha mengatakan banyak peraturan pemerintah bertentangan dengan undang-undang penyiaran. KPI juga cuma mengurusi isi siaran. Padahal kewenangannya sejatinya lebih dari itu, termasuk mempersoalkan monopoli penyiaran, memelihara persaingan sehat, menjaga frekuensi publik, dan mempertahankan keberlangsungan penyiaran sesuai undang-undang.
Saat media penyiaran menjadi industri, pemilik hanya mengejar kepentingan ekonomi saja. Mereka juga melupakan frekuensi merupakan ranah publik, harusnya untuk kepentingan masyarakat bukan golongan atau individu. “Ketika media hanya mengejar keuntungan semata, ini kita khawatirkan,” tuturnya.
Dia menyayangkan lembaga penyiaran sekarang tidak lagi menjalankan fungsi kontrol terhadap penguasa atau mencerdaskan kehidupan bangsa.