Polemik mantan koruptor dilarang nyaleg
Polemik mantan koruptor dilarang nyaleg. Hadirnya gagasan KPU itu jadi pelita bagi penyelenggaraan Pemilu berkualitas. KPU menjalankan perannya. Memastikan pemilu berjalan adil, bersih dan tidak ada orang bermasalah di dalamnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) awalnya menetapkan 8.370 bakal calon anggota legislatif (caleg) untuk DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dan DPD se-Indonesia. Jumlah itu berkurang. Sebanyak 402 nama dicoret saat Juli 2018 lalu. Dinyatakan tak lolos verifikasi. Bertentangan dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, tentang larangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.
Dari jumlah nama dicoret, setidaknya ada sekitar 200 peserta pemilu berstatus mantan narapidana kasus korupsi. Alhasil KPU menetapkan 7.968 caleg boleh mengikuti Pemilu 2019. Sementara berkas para eks koruptor dicoret KPU, dikembalikan ke tiap partai politik. Diminta mengganti dengan nama lain dan tidak pernah tersangkut kasus hukum.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? Jaksa Penuntut Umum (JPU) blak-blakan. Mengantongi bukti perselingkuhan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dari 16 partai politik peserta pemilu, hanya tiga partai bersih dari mantan narapidana. Mereka adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sementara 13 partai lainnya menyumbang mantan napi sebagai bakal calon anggota dewan.
Partai Gerindra menjadi partai terbanyak mencalonkan mantan napi ke KPU. Gerindra mendaftarkan enam kader mantan napi korupsi. Ini disusul Partai Hati Nurani (Hanura) jadi partai kedua terbanyak sumbangkan calon anggota dewan mantan napi.
Empat partai lainnya masing-masing menyumbang empat kader mantan napi. Mereka adalah Partai Golkar, Partai Berkarya, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. Sedangkan empat partai lainnya juga kompak mendaftarkan dua kader partai mantan napi. Mereka adalah Partai Nasdem, Partai Garuda, Partai Perindo dan PKPI. Sementara tiga partai sisanya, yakni PDIP, PBB dan Partai Garuda, kompak menyumbang satu kader mantan napi.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menilai sebagai penyelenggara pemilu, KPU telah menjalankan tugasnya dengan baik. Niatan bersih-bersih parlemen dari mantan pencuri uang rakyat patut diapresiasi. Napasnya sama dengan Komisi Pemberantasan KOrupsi (KPK). Berantas koruptor dari berbagai lini. Sehingga mantan koruptor tak bisa kembali berlaga berkiprah jadi wakil rakyat.
Salah satu contohnya Muhammad Taufik. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu pernah tersandung kasus pengadaan alat peraga kampanye tahun 2004. Kala itu Taufik menyalahgunakan jabatannya sebagai Ketua KPU DKI Jakarta. "Contohnya Pak Taufik di DKI, beliau pernah masuk penjara tahun 2006," kata Titi kepada merdeka.com pekan lalu.
Dia mengakui pada pemilihan legislatif sebelumnya tak ada perdebatan mantan napi korupsi kembali jadi peserta Pemilu. Namun, lahirnya PKPU itu buah dari ketidakpuasan di masa lalu terhadap koruptor tanpa malu kembali mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Titi paham betul larangan mantan napi korupsi tertuang dalam PKPU bisa kapan saja digugat. Sebab, aturan ini sebaiknya berada dalam undang-undang.
Pemerintah dan DPR selaku pembuat undang-undang belum kompak menyetujui keinginan KPU melarang eks koruptor nyaleg. Sebab mereka juga berkepentingan. Sejatinya, mereka adalah perwakilan dari tiap partai politik.
Dalam pengamatan Perludem, undang-undang Pemilu dirasa belum tegas. Larangan mantan napi hanya tegas disyaratkan kepada capres-cawapres dan calon kepala daerah. Aturan itu tak berlaku bagi kandidat peserta pemilu anggota legislatif DPR, DPRD maupun DPD.
Di bawah kepemimpinan Arief Budiman, KPU telah berusaha menegakkan aturan larangan mantan napi korupsi. Bukan cuma berlaku bagi capres-cawapres dan calon kepala daerah. Arief bertekad cale harus bersih dari kasus pidana. Utamanya kasus korupsi, narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak. Tiga kasus ini masuk ada kejahatan luar biasa.
Dia menginginkan aturan itu tertulis dalam undang-undang. Namun pihaknya melihat tak cukup waktu bila merevisi undang-undang. Tak hilang akal, KPU memasukkan aturan itu dalam PKPU. Ini dilakukan sebagai sebagai perkuat larangan itu. "Jadi sebetulnya KPU bukan membuat norma baru, kami diskusikan dengan berbagai ahli tata negara, ahli pemilu. Mereka bilang enggak apa-apa kalau diatur dalam PKPU, maka KPU membuatnya dalam PKPU," kata Arief kepada merdeka.com.
Sementara itu, mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay melihat aturan PKPU melarang mantan napi korupsi merupakan terobosan terbaru. Semangat menciptakan iklim Pemilu bersih. Hadirnya gagasan KPU itu jadi pelita bagi penyelenggaraan Pemilu berkualitas. KPU menjalankan perannya. Memastikan pemilu berjalan adil, bersih dan tidak ada orang bermasalah di dalamnya.
Belum lagi, kata dia, banyak masukan dari berbagai kalangan mengharapkan wakil rakyat benar-benar bekerja untuk rakyat. Bukan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Selain mendengar berbagai masukan dari masyarakat, KPU juga berkonsultasi dengan para ahli sebelum melarang caleg eks napi korupsi. Mulai dari pemerintah, DPR hingga masyarakat.
"Kemudian di situ KPU yakin bahwa mereka perlu membatasi hal ini di dalam peraturannya," kata Hadar.
KPU lapor Hasil Pilkada dan Persiapan Pemilu 2019 ©2018 Liputan6.com
Aturan KPU dibatalkan MA
Semangat KPU memang banyak ditentang. Ada pula berasal dari mantan napi korupsi. Salah satunya Wa Ode Nurhayati. Terpidana kasus korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Tertinggal (DPPIDT) ini pernah dinyatakan menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari Pengusaha Fahd A Rafiq lewat Haris Suharman. Akibatnya dia divonis hukuman 5 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut Wa Ode, mantan napi korupsi berhak berkontestasi politik. Sebab, mereka telah menjalankan hukumannya sebagaimana dakwaan pengadilan. Apalagi tidak semua napi koruptor berniat mencuri uang rakyat. Kadang ada dari mereka justru terjebak dalam lingkaran hitam korupsi berjemaah. "Mantan napi korupsi tidak semua bersalah. Mereka punya kebenaran yang dia anut sendiri," kata Wa Ode.
Lebih dari itu, Wa Ode mengungkapkan, selama menjadi warga binaan, mantan napi korupsi telah mengikuti berbagai program di lapas. Berbagai program itu diharapkan bisa menyadarkan narapidana untuk tak mengulang kesalahan serupa. Berharap usai menjalani hukuman, warga binaan kembali menjalani hidup sebagai warga biasa. Sehingga berhak berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
Tak mau tinggal diam. Wa Ode mengadukan kekecewannya kepada Mahkamah Agung (MA). Melayangkan gugatan larangan mantan napi korupsi jadi peserta pemilu. Dirinya merasa diperlakukan tak adil lantaran berstatus mantan terpidana korupsi.
Lebih kurang dua bulan dirinya bolak-balik bersidang di MA. Hasilnya berbuah manis. Gugatan bernomor perkara 45P/HUM/2018 akhirnya dikabulkan. Hakim berpendapat, PKPU bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Adanya putusan ini menandakan aturan dibuat KPU dibatalkan demi hukum.
Putusan MA tertanggal 14 September itu menuai berbagai kritikan. Banyak pihak menyayangkan putusan itu. MA dianggap tak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Memberi ruang para mantan koruptor kembali mencuri uang rakyat. Namun, mantan napi korupsi ini tak lantas bisa melenggang begitu saja sebagai peserta pemilu. Masih ada serangkaian proses harus dilalui sebelumnya.
Gerbang utamanya adalah persetujuan dari partai politik pengusung. Bila nama mantan napi sudah diganti kandidat lain maka putusan MA tak berdampak sama sekali. Bila namanya masih dicalonkan partai pengusung, nama itu bisa melalui tahapan seleksi selanjutnya. "Bolanya sekarang ada di partai politik. Selama parpol tidak mencalonkan, mereka tidak bisa muncul di surat suara. Apalagi menang pemilu," ungkap Titi.
Meski begitu, KPU tetap menghargai keputusan MA. KPU akan menjalankan putusan itu dengan melanjutkan proses seleksi kepada mantan napi. Hanya saja, KPU menegaskan putusan MA hanya membatalkan mantan napi dengan kasus korupsi.
Sementara bakal caleg berstatus mantan napi narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak tetap ditolak KPU. Sebab, dalam putusannya, hanya mantan napi korupsi yang berhak jadi peserta pemilu. "Tapi putusan MA itu tidak membatalkan mantan napi dengan kasus narkoba dan kejahatan seksual," kata Arief menegaskan.
Kekecewaan akan putusan MA membuahkan wacana baru. Ada usulan memberikan tanda tertentu pada caleg mantan koruptor di surat suara. Banyak pihak mendukung wacana ini sebagai alternatif dari pembatalan larang napi koruptor terpilih jadi wakil rakyat lagi.
Wacana ini dianggap Hadar bisa dieksekusi KPU. Sebab, telah menjadi dasar mantan napi boleh jadi peserta Pemilu selama mempublikasikan statusnya kepada khalayak. Lagi pula, informasi tentang caleg mantan napi sudah beredar di media massa. Baik disebutkan secara langsung atau tidak. Bentuknya pun bisa berupa pernyataan atau pengakuan.
Terlebih, para mantan napi ini wajib menyertakan bukti fisik siaran publik atas pengakuannya sebagai mantan napi korupsi. Belum lagi berbagai surat keterangan dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan terkait kasus pernah menjeratnya. Hanya saja informasi itu masih terpisah. Sehingga harus disederhanakan agar mudah dipahami masyarakat. Dibuat ringkas, jelas dan mudah diakses siapa saja. Tujuannya, kata dia, agar menjadi pendidikan politik bagi masyarakat.
Bahkan agar tak lagi dipermasalahkan di kemudian hari, Hadar mengusulkan ide ini perlu dimasukkan dalam PKPU. Sehingga memiliki kekuatan hukum tetap dan tak lagi diprotes mantan napi koruptor. "Jadi ini harus juga dimasukkan dalam PKPU," tegas dia.
Baca juga:
Suara caleg eks napi korupsi
Ini tiga eks napi korupsi yang lolos jadi caleg di Jawa Tengah
Sudah coret 2 caleg eks napi korupsi, NasDem minta KPU RI keluarkan keputusan
Ini daftar lengkap caleg DPRD dan DPD yang berstatus mantan napi korupsi
KPU minta Kemenkum HAM undangkan revisi PKPU larangan eks koruptor nyaleg